Sejarah Perbanyakan Anggrek:
Sebuah
Cermin Perkembangan Bioteknologi
Tim Wing
Yam1 dan J. Arditti2
2(Department of Developmental and Cell Biology,
University of California, Irvine, CA 92604, USA, jarditti@uci.edu)
Diterjemahkan
oleh : Freddy Pangaribuan, SP (NIK 507890)
dari Judul Asli : History of Orchid Propagation : A Mirror of
The History of Biotechnology.
Plant
Biotechnol Rep (2009) 3:1-56. Springer
2009.
Plant
Tissue Culture Research
Tree
Improvement Section- R&D PT Wirakarya Sakti
Sinarmas
Forestry
Jambi
Region
2012
Kata Pengantar
Indonesia merupakan satu negara
dengan kekayaan plasma nutfah anggrek terbesar di dunia setelah Brazil. Dari 26.000 jenis anggrek di dunia Indonesia
memiliki 5.000 - 6.000 jenis dan hal ini merupakan potensi yang besar untuk
dikembangkan. Teknologi perbanyakan anggrek secara in vitro menggunakan eksplan
biji memungkinkan kita menghasilkan
tanaman dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat.
Kondisi lingkungan semakin sulit
bagi anggrek untuk berkembang tanpa intervensi manusia, sehingga diperlukan
usaha perbanyakan dengan dengan bantuan teknologi kultur jaringan. Teknologi kultur jaringan dengan metode perkecambahan a-simbiotik memiliki sejarah yang
panjang dan dan metode perbanyakannya anggrek merupakan awal dari perkembangan
bioteknologi tumbuhan
Teknologi kultur jaringan anggrek
perlu dimiliki oleh Staff Tissue Culture research sebagai wahana pengembangan
skill dan pengetahuan yang dapat dikontribusikan kepada usaha konservasi
beberapa species anggrek khususnya untuk wilayah konsesi Jambi dan Sinarmas Forestry
umumnya. Dengan teknologi kultur
jaringan species anggrek dapat diperbanyak melalui biji, dikoleksi dan dapat
dikembalikan ke alam untuk menjaga kelestariannya di habitat asli.
Mudah-mudahan tulisan hasil
terjemahan ini bermanfaat dan membangkitkan semangat kita untuk berusaha
menjaga keanekaragaman flora di lingkungan Sinarmas Forestry untuk generasi
yang akan datang.
Sungai Tapa, 24 Juni 2012
Freddy Pangaribuan, SP
507890
Plant Tissue Culture Laboratory
Tree Improvement Section
Plant Tissue Culture Laboratory
Tree Improvement Section
Sejarah Perbanyakan
Anggrek : Sebuah Cermin Perkembangan Bioteknologi
Bagian 1:
Perkecambahan Anggrek
Abstrak Biji anggrek mendekati ukuran mikroskopis,
oleh karena itu banyak teori yang telah muncul mengenai asal usul anggrek. Hampir 400 tahun waktu yang memisahkan antara
penemuan biji anggrek pertama dengan
metode perkecambahan a-simbiotik
pertama. Biji anggrek pertama sekali diamati dan digambar pada abad ke 16. Bibit muda (seedling) pertama kali digambarkan
tahun 1804. Hubungan antara
anggrek dan jamur (fungi) pertama
sekali diamati tahun 1824, sedangkan catatan
tentang pentingya mikoriza dalam
proses perkecambahan biji diterbitkan tahun 1899. Metode a-simbiotik
untuk perkecambahan anggrek dikembangkan
tahun 1921. Setelah Knudson memformulasikan
media B dan C, budidaya anggrek dan persilangan anggrek menjadi tersebar luas
. Silangan yang yang semula tidak
mungkin menjadi mungkin bagi pemulia dan pencinta anggrek.
Kata kunci perbanyakan klonal, perbanyakan secara in
vitro, mikoriza, biji anggrek, perkecambahan biji
Pendahuluan
Penelitian
perbanyakan anggrek dan prosedurnya merupakan argumentasi yang meyakinkan dalam
menyatakan bahwa perbanyakan anggrek berada di gerbang terdepan perkembangan teknologi. Metode dan teknik perkecambahan biji anggrek merupakan perkembangan yang radikal, jauh dari bagaiamana bijian lain berkecambah
selama 160 tahun lalu. Pendekatan David Moore (1807-1879) merupakan suatu inovasi yang
sangat besar terhadap perkembangan hortikultur dan biologi. Setengah abad setelah penemuan Moore, Noel
Bernard (1874-1911) menghasilkan sebuah lompatan kuantum ketika dia
memformulasikan sebuah metode untuk perkecambahan a-simbiotik biji anggrek
secara in- vitro. Penemuan tersebut merupakan yang pertama
sekali dalam perbanyakan tanaman secara in
vitro. Teknik tersebut
menggunakan prosedur yang digunakan pada
prosedur mikrobiologi tingkat tinggi.
Bernard juga meramalkan bahwa suatu hari akan menjadi kenyataan bahwa
petani anggrek akan memiliki laboratorium
sebagai bagian dari fasilitas kerja.
Hal ini tidak hanya berlaku untuk anggrek tetapi juga untuk tanaman
lain.
Lewis
Knudson (1884-1958) menemukan metode untuk
perkecambahan a-simbiotik biji
anggrek yang merupakan prosedur praktis
yang pertama yang dilaksanakan secara steril.
Metode yang digunakan merupakan suatu konsep yang signifikan dalam
inovasi teknologi yang mengilhami bioteknologi modern.
David
Moore mungkin menggunakan konsep Knudson yang menyatakan bahwa biji anggrek
dapat berkecambah jika ditebarkan pada permukaan tanah dimana tanaman anggrek dewasa
tumbuh. Akan tetapi, penemuan Bernard
dan metodenya tidak didasarkan pada prosedur
terdahulu dan atau penelitian orang lain.
Ide tersebut merupakan murni hasil pemikiran brilian dan orisinil. Knudson mengembangkan metode perkecambahan a-simbiotik sebagai hasil dari pemikiran
yang tajam, logis dan berdasarkan penelitian
sebelumnya dengan tumbuhan lain.
Perbanyakan anggrek dengan metode kultur jaringan memiliki cerita yang kompleks
yang tidak lepas dari kontroversi dan juga
episode-episode yang menarik.
Perkecambahan biji anggrek terjadi secara tak sengaja atau alamiah
Biji
anggrek (Gambar. 1) mirip debu dan hampir tidak mungkin untuk mengamati secara
individu tanpa alat bantu. Kemungkinan
ini yang membuat biji tersebut tidak dikenal sepanjang sejarah. Jika orang Yunani kuno mengenal benih
tersebut, ilmuwan dan ahli filsafat mereka tidak menulis tentang hal tersebut,
bahkan Theophrastus (370-285 B.C.), yang dikenal sebagai bapak botani dan juga
orang Eropa pertama yang menjelaskan
tentang anggrek, atau, Dioscorides (ca. 20-70 A.D.) yang menulis tentang
anggrek kemudian (Lashley and Arditti 1982 ; Arditti 1992). Ahli tumbuhan Romawi Caius Plinius Secundus
(Pliny The Elder; A.D. 23 atau 34-79) menulis tentang anggrek tanpa menyinggung
tentang biji anggrek dalam bukunya Treatise
on Natural History (Lawler 1984; Arditti 1992; Jacquet 1994). ).
Anggrek dan bijinya tidak disebut-sebut dalam Ebers Papyri (ca. 1500
B.C.).
Selain
fakta bahwa anggrek digunakan untuk menstimulasi laktasi di masa Mesopotamia
kuno (Lawler 1984; Jazquet 1994.), tidak ada keterangan mengenai tanaman ini
dan bijinya pada tulisan Assyria pada periode Asubanipal (668-627 B.C.). Banyak tanaman disebut dalam Alkitab, tapi
tidak ada anggrek dan bijinya (Dunn dan Arditti 2009). Tidak juga ada laporan yang diterbitkan tentang
anggrek dan bijinya dijelaskan dalam literatur Islam – Arab tentang sejarah,
tumbuhan dan anggrek (Jacquet 1994). The
Turkish Tercume I Cedide Fil-Havasil Mufrede oleh Mehmet Ali tahun
1691-1692 menjelaskan salep, sebuah produk dari anggrek (Sezik 1967, 1984;
Arditti 1992), akan tetapi biji tidak disebut-sebut. Dan tidak satupun sumber-sumber ini
menjelaskan tentang adanya bibit anggrek. Jika biji anggrek ada disebut dalam sejarah
kuno Cina, India, Jepang dan Korea, sepertinya tidak seorangpun menemukan
tulisan tersebut
Plinius : Deskripsi botani pertama tentang anggrek
Ada
tiga sumber awal utama tentang biji anggrek yang ada di dunia barat. Semuanya diterbitkan bertahun-tahun setelah
ditulis. Publikasi pertama, Herbarium
Amboiense, terdiri dari 6 volume dan ditulis antara tahun 1654-1702 oleh
Georgius Everhadus Rumphius (1627-1702; Gambar. 2), ‘Plinicus Indicus’, di
Ambon, Indonesia (deWitt 1977; Beekman 2003) dan dipublikasikan oleh Professor
Joannes Burman (1706- atau 1707-1779) di Belanda setengah abad setelah kematian
Rumphius (Wehner et al. 2002).
Conrad
Gesner (1516-1565; Gambar. 3), ‘Plinius Germanicus’, seorang ilmuwan Swiss,
adalah orang yang pertama sekali menceritakan dan menggambar biji anggrek
(Arditti 1992; Jacquet 1994; Wehner et al. 2002). Akan tetapi, dalam bukunya, Opera Botanica
(Gessner, 1751), diterbitkan antara tahun 1751 dan 1771 oleh Christopher Jacob
Trew (1695-1769). Hal ini tidak menjadi masalah karena tidak ada
orang yang memberi banyak perhatian pada biji anggrek untuk waktu yang lama
bahkan setelah Herbarium Amboinse dan Opera Botanica diterbitkan.
Seorang
pelukis dari tim ekspedisi riset Spanyol ke Grenada (sekarang Columbia) juga
menggambarkan biji anggrek, yang mereka lakukan antara tahun 1783 dan 1816. Ini merupakan gambar kedua setelah Gesner, dia
adalah yang pertama yang memberikan indikator ukuran. Adalah tidak jelas saat sekarang apakah
seniman yang melukis biji anggrek tersebut memiliki akses atau familiar dengan
Herbarium Amboinse dan Opera Botanica.
Publikasi dari ilustrasi tersebut (Perez-Arbelaez et al. 1954;
Schweinfurth et al. 1963, 1969; Fernandez Perez 1985) tertunda selama 150 tahun
(Arditti and Ghani, 2000).
Bock atau Tragus : khayalan, bukan fakta
Oleh
karena biji anggrek tidak nampak atau tidak dikenal, adalah tidak mengherankan
bahwa beberapa ide-ide yang aneh diajukan untuk menerangkan asal-usul
anggrek. Beberapa pengarang
menghubungkan beberapa jenis burung dan
binatang berkaki empat dengan anggrek.
Salah satu asosisiasi yang menarik adalah hubungan antara kambing dan Himantoglossum hircinum (L.) Spreng. (Satyrium
hircinum L., Loroglossum hircinum (L.) Rich.). Anggrek ini menghasilkan caproic acid, semacam zat yang menghasilkan bau seperti
kambing. Hal ini menjelaskan anggapan orang bahwa anggrek
berasal dari sperma kambing yang jatuh ke tanah ketika proses kopulasi
berlangsung dan mengalami fermentasi menghasilkan anggrek (Arditti, 1972)
Jeremy
(Jerome) Bock, yang juga dikenal sebagai Hieronymus Tragus (1498-1554), menyatakan bahwa anggrek berasal dari sperma
burung dan binatang yang jatuh ke tanah ketika kopulasi. Dia menulis : “ketika bunga kering, berkas
biji terbuka dan tiada lain yang ditemukan selain debu atau tepung. Tanaman ini muncul secara ajaib dari biji
atau sperma juniper, burung gagak, yang
dalam bahasa latin disebut turi dan nerubae;
satyrion-satyrion ini (satyrion; ungkapan lama untuk anggrek) tidak
ditemukan di tempat lain kecuali di tempat burung-burung tersebut mencari
makan.
Seandainya
Bock (Tragus) mengetahaui asal usul dari debu atau tepung tersebut dan mengapresiasi
sifatnya, dia sudah pasti mendahului Rumphius dalam menerangkan/menggambarkan
biji anggrek (lihat Arditti 1992; Yam et al. 2002)
Athansius
Kircher (1601-1680), seorang pendeta Jerman, terpesona dengan ide Bock dalm
bukunya Mundus Subterraneus (diterbitkan tahun 1664-1665 di Amsterdam) dan
menulis bahwa “tanaman ini muncul dari kekuatan hidup laten dalam bangkai
binatang tertentu (termasuk sperma) yang jatuh ke dalam tanah di pegunungan dan
di lembah.” Sebagai buktinya, Kircher
menggambar bunga tersebut (gambar dan ilustrasi lain yang relevan akan bagian
ini dapat di lihat dalam Arditti 1992;Yam et al. 2002) yang mirip binatang
(burung, kambing, sapi) yang bangkainya menghidupkan anggrek.
Gambar.
1 Biji anggrek (Beer 1863) dengan
pembesaran 100x
Gambar. 2-4 Para peneliti perkecambahan biji dan bibit
anggrek. 2 Georgius Everhardus
Rumphius, ca. 1627-1702. 3. Conrad
Gesner, ca. 1516-1565. 4 Richard
Anthony Salisbury, 1761-1829 (A);
bibit anggrek Orchis morio (B), dan Limodorum verecundum (C)
Naumburg dan Wacher : Observasi dan Laporan dari abad
ke 18
Samuel
Johan Naumburg (1768-1799), Profesor di
Erfurt (Thuringia, Jerman), menulis sebuah laporan yang mencakup gambar dari
ovari anggrek. Dia menyatakan dalam
laporan tersebut :’Das Saamenbehaltniβ ibt eine Kapβel [dalam terjemahan bebas : wadah dari benih tersebut
adalah kapsul”]…Die Kapβelen enhalten eine grosse menga ganz kleiner
brauner Saamen [kapsulnya mengandung banyak biji sangat kecil berwarna coklat]”
dan dalam catatan kakinya : “Semina plurima, minima, brunnea” [“biji
banyak, kecil dan coklat]” (Naumburg 1794).
Seorang ahli kehutanan bernama Karl Augustin Wachter (1773-1846) menjadi
terpesona akan laporan Naumburg dan menyilangkan anggrek setelah membaca
laporan tersebut (Wachter 1799-1801).
Dia menggambar apa yang kelihatan seperti ovary yang membengkak dari “Ophrys
nidus” (kemungkinan Neottia
nidus-avis) dan menulis bahwa ovary dari Orchis militaris menjadi membengkak setelah di serbuki oleh manusia
dan menghasilkan “eine grosse Menge Samen”
(sangat banyak biji).
Jika
laporan tambahan dipublikasikan setelah itu mungkin laporan tersebut terkubur
dalam dan jarang dilihat dan sedikit buku yang diketahui atau jurnal atau
hilang karena penulis selanjutnya tidak mengutip laporan tambahan. Penelitian halaman demi halaman melalui
beberapa literatur kuno di dalam beberapa perpustakaan juga tidak menghasilkan
publikasi yang relevan
Observasi dan laporan dari abad ke 19
Awal
abad ke 19, keyakinan umum diantara ahli botani adalah anggrek jarang
menghasilkan biji, yang bahkan jika ada, tidak pernah berkecambah. Akan tetapi di awal abad ini, seorang ahli
botani Inggris menjelaskan proses perkecambahan anggrek dan menghasilkan bibit
untuk yang pertama kalinya. Anggrek tersebut
merupakan species anggrek dari Eropa
(Salisbury 1804; . Banyak penemuan penting
terjadi kemudian di abad ke 19.
Salisbury : biji dan perkecambahan dari anggrek iklim
4 musim
Richard
Anthony Salisbury (1761-1829; Gambar 4A) seorang eksentrik, susah sejalan
dengannya, terlibat berbagai skandal semasa hidupnya dan dilecehkan oleh
moralitas orang zaman Viktoria. Dia juga
merupakan ahli botani yang hebat (untuk beberapa gambar dan detil , lihat Yam
et al 2002) dan merupakan rekan sezaman
dari (1) Robert Brown (1773-1858), ahli botani Inggris yang mempelajari
penyerbukan dan pembuahan anggrek dan
menemukan sel nukleus ketika meneliti, (2) John Lindley (1799-1865), yang
sering dianggap sebagai bapak anggrek, dan (3) Charles Darwin (1809-1882) (yang
mungkin merupakan pemikir yang paling berpengaruh semua masa. Pada masa itu, bibit anggrek tidak dikenal
atau dipercaya ada di alam. Hal ini
berubah pada tanggal 5 January 1802 ketika Salisbury membacakan laporannya kepada
Perkumpulan Linnean Society yang menjelaskan proses perkecambahan anggrek dan
pembentukan bibit. Hasil seminar
tersebut diterbitkan 2 tahun kemudian (Salisbury 1804). Terbitan tersebut diperkaya
dengan ilustrasi biji dan bibit Orchis
morio Linn dan Limodorum verecundum
(Gambar. 4Ba-f, Ca-e). Selain sebagai
deskripsi modern yang pertama untuk biji dan bibit, hal tersebut kelihatannya
tidak cukup menarik perhatian dan membangkitkan studi yang lebih dalam atau
laporan lanjutan di Inggris dan di Eropa.
Link : bibit anggrek tropis dan hilangnya sebuah
kesempatan
Ilustrasi
Salisbury hanya menggambarkan tampilan
luar dan morfologi bibit anggrek dan biji.
Gambar tersebut tidak menunjukkan adanya asosiasi struktural mikoriza
dan bibit. Akan tetapi, seorang ahli tumbuhan dari Jerman
Heinrich Friedrich Link (1767-1851); Gambar. 55A) menggambarkan karakteristik
tersebut dengan sangat baik (Link 1824, 1839-1842, 1840, 1849 a,b) Gambaran Link (Gambar. 5Ba-k) mungkin bukan yang pertama akan tetapi gambar tesebut
sangat bagus menurut standar pada masa itu. Menarik juga untuk disebut bahwa
Link menggambar biji dan bibit anggrek tropis Oeceoclades maculate, sebelum orang lain melakukannya. Adalah sungguh jelas bahwa Link melihat
mikoriza tetapi dia tidak mengetahui apa
fungsinya.
Cameron : bibit di kebun
Antara
tahun 1835 dan 1838, David Cameron (ca.1787-1848), kurator dari Birmingham
Botanical Garden pada masa itu (dan sebelummya, seorang pekerja kebun untuk
Robert Barclay) melihat ‘bibit yang berkecambah sendiri pada beberapa pot” yang
mengandung “anggrek Inggris” yang ditanaman bersama dengan tanaman pinus alpine.” Beberapa diantara bibit tersebut sangat kecil
dan pastinya berkecambah pada tahun itu.
Beberapa diantaranya Gymadenia
conopsea, Orchis maculate, dan O. latifolia….” berbunga (Cameron 1844,
1848)
Herbert : mendahului Darwin
Diantara
pendeta Inggris, Rev. Stephen Hales (1677-1761) mempelajari penyerapan air oleh
tanaman ; Pdt. John Henslow (1796-1861) merupakan Profesor Botani di Cambridge menulis
tentang struktur bunga anggrek dan tanaman lain (Henslow 1888) dan berteman
dengan Charles Darwin (1809-1882); dan sedikit kurang terkenal tetapi lebih
eksentrik Pdt. James Neil menggunakan tanaman sebagai
materi dalam perumpamaannya (Neil 1880).
Pdt William Herbert (1778-1847); Gambar. 6), Dekan Manchester, mengikuti
tradisi ini (Herbert 1847). Sepertinya
di adalah seorang pendeta yang telah mengalami pencerahan dengan menyatakan
bahwa “adalah berlebihan dengan mengatakan bahwa segala bentuk sayuran yang ada
sekarang….telah secara khusus diciptakan Tuhan, dan …saya merasa bahwa keaneka-
ragaman tersebut….berasal dari sejumlah bentuk asli yang jumlahnya lebih
sedikit….”(Herbert 1847). Pandangan
tersebut, diterbitkan pada tahun 1847, 12 tahun sebelum publikasi buku Darwin
The Origin of Species tahun 1859, yang
membawa dirinya “sebagai orang yang telah menyimpang dari kekuasaan dan
pengetahuan Tuhan” (Herbert 1847). Pdt
Herbert membalas serangan-serangan tersebut dengan menyatakan bahwa “proses
alamiah yang terjadi sebelum penciptaan manusia….tidak dapat dirapatkan dalam
hitungan minggu kehidupan manusia, akan tetapi dalam ruang yang maha besar dan
jangka volume waktu yang tak terkira” (Herbert 1847)
Argumentasi
Herbert terhadap tanaman juga sangat jelas : “saya, atau bahkan species yang
sangat kecil, atau ….genus, memiliki penciptaan yang khusus (Herbert
1847). Setelah memaparkan landasan
Theologinya, Herbert berkata “ Jika saya dapat menunjukkan bahwa dalam satu
genus tanaman perkawinan silang tidak hanya mudah, bahkan lebih mudah daripada
pembuahan oleh serbuk sari sendiri (penyerbukan serumah), begitu juga dengan
yang lain, sangat terkait erat sehingga kita bertanya-tanya apakah itu bukan
hanya merupakan bagian dari genus tersebut
Gambar. 5 Gambar
pertama mikoriza anggrek. A Heinrich
Friedrich Link, 1767-1851. B Perkecambahan biji dan bibit Oeceoclades
maculate (urutannya g,a dan c, h dan j, b,e dan f, I dan k; d
merupakan gambar melintang dari akar)
Herbert
menguji hipotesanya dengan tujuan membuktikan pernyataannya dengan bereksperimen
dengan hibridisasi banyak tanaman termasuk anggrek, pandangannya bahwa
“persilangan diantara tanaman anggrek mungkin akan membawanya menuju kepada
hasil yang mengejutkan; akan tetapi mereka tidak mudah untuk dikecambahkan”
(Herbert 1847, komunikasi bulan Oktober 1846).
Dia melaporkan bahwa dia menghasilkan biji anggrek dan menumbuhkan bibit
Bletia, Cattleya, Ophrys aranifera
dan Orchis monorchis (sekarang Herminium monorchis). Akan tetapi dia tidak menjelaskan metode
perkecambahannya. Ini adalah kelemahan yang penting karena
pengetahuan tentang bagaimana cara mengecambahkan biji anggrek belum tersebar
luas, dan jika hal tersebut ada pada waktu itu, belum tersebar luas.
Gambar. 6-15 Para pemikir perkecambahan
anggrek. 6 Reverend William Herbert Dean of Manchester, 1778-1847. 7. Johann Friedrich Thilo Irmisch,
1816-1879. 8. Jean-Henry-Fabre,
1823-1915. 9. Melchior Treub, 1851-1910. 10.
Lycopod (B), dan anggrek (C) bibit anggrek (C) bibit anggrek (tidak ada huruf A dalam gambar ini). 11 Francois Antoine Morren, 1807-1858
(A) Eduard Morren, 1833-1886 (B); biji vanilla yang agak diperbesar (C); tampak samping (D) dan depan (E) gambar vanili dengan pembesaran 166X; Biji vanilli dengan detail
testa, pembesaran 142X, 12. Joseph
Henry Francois Neumann, 1850-1858. 13. Louis Claude Noisette, 1772-1849. 14. David Moore, 1807-1879. 15 John Harris, 1782-1855
Herbert
juga gagal menjelaskan biji dan
bibitnya. Adalah mungkin bahwa dia
menggunakan metode Cameron atau yang mirip dengan itu, akan tetapi kurangnya
keterangan mengurangi nilai dan pentingnya laporan tersebut. Akan tetapi perlu diingat bahwa Dean Herbert menyilangkan tanaman dan mengecambahkan
biji untuk membuktikan teorinya.
Perkecambahan anggrek bukan tujuan utamanya.
Irmisch : Observasi anatomis dan morfologis
Di
Jerman, laporan pertama tentang biji dan bibit anggrek berasal dari Johann
Friedrich Irmisch, 1816-1879; Gambar. 7), seorang tokoh utama dalam bidang
morfologi tanaman di abad ke 19 (Mullerot 1980). Anggrek sebenarnya bukan minat utamanya, akan
tetapi dia menerbitkan beberapa laporan tentang beberapa species anggrek
(Irmisch 1842, 1854a, b, 1863, 1877).
Laporan tersebut mencakup gambar morfologi atau anatomi. Gambar dengan kualitas yang baik dalam bidang
anggrek (Irmisch, 1853) mungkin merupakan ilustrasi detil anatomi dan morfologi
biji dan bibit yang pertama, terutama anggrak yang hidup daratan Eropa.
Fabre : Perkecambahan anggrek dan filamen
Jean-Henri
Fabre (1823-1915; Gambar 8), banyak dihubungkan dengan penelitian perilaku
serangga (Fabre 1856). Dia menjadi
tertarik kepada anggrek karena sifat non simetris dari bunganya, struktur yang
tidak biasa dari pollennya, dan jumlah
bijinya yang tak terkira” (Legross 1971),
akan tetapi lebih perhatian kepada struktur dari umbi anggrek (Fabre
1855, 1856). Ini membawanya kepada studi
yang berjudul “ Penelitian terhadap umbi Himantoglossum
hircinum,” yang diterbitkan sebagai tesis pada tahun 1855 (Legros 1971).
Pada
saat penelitian setelahnya yaitu terhadap Ophrys
apifera, Fabres mengamati banyak bentuk umbi. Dia juga melihat biji dari species tersebut
dan menjelaskannya sebagai mikroskopik, dibungkus oleh sarang (fusiform coat) yang mengandung embrio speris dengan diameter 0.25 mm (Fabre
1856). Fabre menerangkan biji akan
berkecambah setelah beberapa saat inkubasi di tanah humus. Dia menulis pada saat membengkak, perubahan
terjadi hanya pada bagian ujung (apex) dan diselimuti oleh rambut-rambut halus. Rambut-rambut
tersebut mungkin adalah trichoma yang
sering dihasilkan oleh protocorm atau hifa
mikoriza. Jika itu adalah hifa
mikoriza, Fabre telah melewatkan betapa pentingnya hal tersebut. Dia juga menulis bahwa bibit menjadi
berbentuk spheroid (i.e., protocorm)
yang diikuti oleh pertumbuhan selanjutnya (Fabre 1856).
Treub : dari lycopods menjadi anggrek
Melchior Treub (1851 Belanda – 1910 Perancis;
Gambar.9) belajar di Universitas Leiden ketika kepada Departemen Botani
diduduki oleh Willem Frederik Reinier Suringar (1832-1898) yang tertarik
mempelajari lichens (jamur kerak). Hal
tersebut sejalan dengan disertasinya yang berhubungan dengan terbentuknya jamur
kerak (Schroter 1912;Went 1911)
Lichens
tidak terlalu lama menarik perhatian Treubs dan dia beralih mempelajari tanaman
lain termasuk anggrek. Pekerjaannya
sangat bagus dan dia memiliki masa depan yang menjanjikan di Belanda. Akan tetapi takdir berkata lain, Herman
Christian Carl Scheffer (Holland 1855-Indonesia 1880), direktur Kebun Raya
Bogor (Buitenzorg), meninggal dan Treub menjadi penerusnya (Went 1911). Dia bekerja selama jabatannya sampai tahun
1909.
Treub
menghasilkan kontribusi yang besar pada studi anggrek secara umum dan
pengertian tentang proses embriologi, biji dan bibit secara umum. Ketika masih berada di Belanda, dia belajar
proses embriologi dan perkembangan biji dari beberapa species (Treub 1879). Gambar skema yang dia buat (dilukis oleh
Treub sendiri) sangat bagus. Akan
tetapi, kontribusinya yang paling besar terhadap pengetahuan tentang
anggrek terjadi secara tanpa
sengaja. Dia membuatnya dalam sebuah
laporan tentang embriologi dari club mosses (Treub 1890) dengan mengajukan istilah protokorm untuk tahap awal dari perkecambahan licopods (Gambar.10) Noel
Bernard (lihat dibawah) pasti telah membaca laporan Treub dan 10 tahun kemudian
menggunakan istilah tersebut untuk bibit anggrek (Arditti 1989, 1990, 1992)
Prescottia : bibit anggrek tropis pertama ditanam diluar dari
daerah tropis
Laporan
pertama tentang perkecambahan biji anggrek tropis, Prescottia plantaginea Lindl. Diluar daerah tropis diamati di salah
satu institusi hortikultur di Inggris.
Akan tetapi, tanggalnya masih dipertanyakan dan sumber bijinya tidak
pasti (untuk review, lihat Arditti 1984).
Ada 2 tanggal yang disebut pada saat produksi bibit tersebut. Salah satunya tahun 1822 dan yang lain tahun
1832, Adalah mungkin bahwa biji dan bibit, telah diproduksi sebelum tahun 1832
, akan tetapi informasi yang tersedia tidak mengarah kepada tahun 1822 (untuk
diskusi, lihat Arditti 1992, pp.40-42)
Prescottia plantaginea mungkin
saja diperkenalkan dan dibudidayakan setelah John Forbes (1798-1823), seorang kolektor dari Brazil, mengirim tanaman
ke Horticultural Society of London pada
musim gugur 1822. Sumber biji yang
menghasilkan bibit anggrek di Inggris tersebut tidak jelas, dan tidak ada
laporan yang diketahui bahwa seseorang pernah melihatnya. P.
plantaginea menghasilkan biji secara apomiksis atau perkawinan sendiri (selfing). Maka, salah satu kemungkinan adalah bahwa biji dihasilkan setelah tanaman tiba di
Inggris dan masak setelah 1822. Kemungkinan
yang lain adalah buah mungkin terdapat pada pengiriman tanaman tersebut ke
Inggris. Jika tanaman yang dikoleksi di
habitat alami memiliki buah, maka kapsulnya akan terus berkembang selama
perjalanan, dan matang ketika tiba di tempat, dan bijinya mungkin sudah matang
dalam periode yang singkat setelah sampai di Inggris tahun 1822.
Terlepas
dari bagaimana caranya biji tersebut sampai ke
Kebun Horticulture Society, biji tersebut dapat tumbuh berkembang karena
mikoriza yang sesuai mungkin ada pada saat itu.
Mikoriza tersebut mungkin berasal dari koleksi anggrek asli Inggris yang
ada di taman tersebut yaitu dari P
plantaginea. Banyak bibit
dikembangkan di Taman Chiswick di Horicultural Society (Anonymus 1858a, b;
Hoene 1949; untuk review, lihat Arditti 1992)
Bibit
anggrek dan metode yang digunakan tidak menarik banyak perhatian pada saat itu
dan Lindley menulis tentang hal tersebut hanya pada tahun 1858 (Anonymus,
1858a, b). salah satu alasan yang
mungkin adalah kurang populernya genus tersebut. Hal lain mungkin perkecambahan biji anggrek
yang terjadi secara tidak sengaja. Jika
perkecambahan tersebut memang direncanakan maka terdapat peluang untuk
menerbitkan laporan tersebut oleh siapa pun yang pertama sekali
melakukannya. Tapi pada kenyataannya,
cukup mengejutkan bahwa tidak ada orang yang mengakui hasil pekerjaan tersebut.
Charles Morren : produksi biji anggrek tropis pertama diluar daerah tropis
Vanilli,
satu-satunya jenis anggrek yang ditanam sebagai tanaman perkebunan adalah
anggrek, yang merupakan satu-satunya penghubung produksi biji anggrek tropis di
Eropa. Rempah biji vanilli mungkin telah
diimpor ke Eropa awal tahun 1510.
Tanamannya sendiri mungkin telah diperkenalkan untuk pertama kalinya
pada tahun 1739, akan tetapi mati. Akan
tetapi, tanaman yang ditanam ulang tahun 1753 di Inggris tumbuh (Delteil 1884, 1902; untuk review, lihat Lawle
1984; Arditti 1984, 1992). Parmentier
dari d’Enghien memperkenalkan vanilli ke Belgia (Morren 1838-1839). Beberapa tanaman dikembangkan di Kebun Raya
Liege dimana bunga yang mekar pada tanggal 16 February di serbuki oleh Professor
Charles Morren (1807-1858; Gambar
11A). Buahnya kemudian masak setahun
kemudian (Morren 1829 a, b, 1837, 1838a, b, 1838-1839, 1839a, b, 1850, 1852,
1860; Poiteau 1858; MN 18455, 1849; de Visiani 1845; Anonymus 1855a, b, tanpa
tanggal ;van Gorkom 1884; Delteil 1884, 1902; Childers et al. 1959).
Charles
Francois Antoine Morren (1807-1858) belajar di Royal Atheneum Bruxelles dan
lulus pada 14 Agustus 1825 dengan predikat summa
cum laude. Setelah lulus, Morren bekerja di Universitas
Gand dan memperoleh diplomanya pada 1 Agustus 1826. Dua bulan setelah itu Morren diberikan
penghargaan untuk penelitiannya tentang anatomi anggrek Orchis latifolia. Morren
memperoleh gelar doktornya pada tahun 1829,
yang kemudian diikuti oleh perjalanan penelitian, publikasi dan berbagai
penghargaan.
Pada
tanggal 31 Agustus 1834, Morren lulus ujian yang membuatnya menjadi calon
dokter. Walaupun biografinya
mencantumkan 235 makalah (Morren 1860) daftar tersebut tidak mencakup 3 artikel
mengenai vanilli (Morren 1838 a, b, 1839b).
Sebagian besar makalahnya ditulis dalam bahasa Perancis, tetapi dia juga
menerbitkannya dalam bahasa Latin, Belanda, Jerman dan Inggris. Dia juga menerbitkan dan mengedit beberapa
jurnal.
Morren
menjadi tertarik kepada anggrek di masa mudanya dan mengerjakan anatomi Orchis latifolia (Morren 1829b), buah
dari Leptotes (Morren 1839b), “Cyperides” (Morren 1850), dan bebberapa
topik lain (Morren 1852). Akan tetapi
sumbangannya yang paling utama adalah Metode penyerbukan manual oleh vanilli
dimana-mana (Morren 18291, 1837, 1838a, b, 1838-1839, 1839a, 1850; Poiteau
1858; MN 1845, 1849; de Visiani 1845; Anonymus 1855a, b, van Gorkom 1884;
Delteil 1884, 1902; Childers et al.1959).
Pada kenyataannya adalah mungkin kita berdebat mengenai minatnya yang
sangat luas, keberhasilan yang banyak, publikasi yang banyak, dan hidup yang
sangat produktif, ini mungkin jasa yang paling diingat untuk dunia pengetahuan
tumbuhan, anggrek, budidaya vanilli, dan perekonomian di beberapa Negara. Semasa melakukan pekerjaannya , Charles
Morren dan anaknya, Eduard Morren (1833-1886; Gambar .11B) juga mengamati dan
menggambar biji vanilli (Morren 1852; Gambar. 11C-F). Hal
ini mungkin merupakan biji anggrek tropis pertama yang dihasilkan melalui
penyerbukan dengan bantuan manusia dan diamati diluar daerah tropis. Hal tersebut merupakan gambaran biji vanilli
yang pertama. Hal tersebut lebih dari
setengah abad sesudah biji anggrek Eropa, Habenaria
bifolia, dihasilkan melalui penyerbukan dengan bantuan manusia (Wachter
1799-1801)
Adalah
penting untuk menggunakan kata ‘mungkin’, diatas karena menurut pengakuan yang
dibuat oleh dirinya sendiri dan diulangi oleh orang lain, Joseph Henri Francois
Neumann (1850-1858; Gambar. 12) mungkin adalah orang yang pertama kali
meyerbuki vanilli di Prancis tahun 1830 (Neumann 1838, 1841, b; Delteil 1884,
1902; von Gorkom 1884). Jika pengakuan
ini adalah benar, Neumann pasti telah mengetahui biji yang telah dihasilkan
melalui peyerbukan terutama karena setelah bebrapa tahun kemudian dia mengaku
telah menanam bibit anggrek (Neumann 1844; untuk review, lihat Arditti 1984).
Pengakuan
Neumann terhadap vanilli perlu dipertanyakan karena (Busse 1899) :
1. Ini
merupakan penemuan penting dimana Neumann secara nyata ingin menetapkan dirinya
sebagai prioritas (Professor Ernest E. Ball sering berkata bahwa orang Prancis
sangat perhatian terhadap prioritas).
Karenanya, adalah masuk akal jika dia mempublikasikannya dengan segera,
bukan 10 tahun setelah pekerjaan tersebut selesai.
2. Prancis
ingin mengembangkan Industri vanilli di Reuinion dan koloni lain dan menginginkan
penyerbukan vanilli. Oleh karena itu,
adalah masuk akal jika diasumsikan bahwa penemuan sepenting itu disebarluaskan
dan digunakan dengan segera.
3. Neuman
kelihatannya memiliki kecenderungan untuk mengklaim prioritas untuk penemuan
yang dibuat orang lain dengan cara menulis artikel yang mengklaim bahwa dia
telah membuat penemuan tersebut sebelum penemuan aktual tanpa
mempublikasikannya (untuk review, lihat Arditti 1984).
Pertimbangan
ini menyebabkan Neuman tidak menemukan metode penyerbukan vanili dan
menghasilkan biji sebelum Morren (untuk detail, lihat Yam et al. 2002).
Perkecambahan biji (Hortikultur)
Dengan
semakin populernya tanaman anggrek, para pekebun ingin menanam/mengecambahkan
bijinya di kebun-kebun mereka.
Percobaan-percobaan awal.
Dalam
waktu yang sama ketika bibit Prescottia
dilaporkan di Inggris, penanam anggrek di Prancis berusaha menanam bijinya
(Anonymus 1822) menggunakan metode yang diterangkan oleh Louis Claude Noisette
(1772-1849; Gambar.13; Noisette 1826), akan tetapi gagal. Metode Noisette dalah dengan menempatkan biji
anggrek pada tanah ringan dan menutupnya dengan lumut halus. Metode tersebut hanya bisa berhasil jika
mikoriza ada dalam lumut atau tanah tersebut, akan tetapi hal tersebut belum
dikenal pada saat itu.
Neumann : klaim lain yang perlu dipertanyakan
Neuman
yang mengaku bahwa dia telah menyerbuki vanili di tahun 1830, sebelum yang lain
(Neumann 1838, 1841a, b:Delteil 1884, 1902; van Gorkom 1884) membuat klaim
kedua yang tidak dapat dibuktikan pada tahun 1844. Terhadap vanilli, satu-satunya bukti yang dibuat
adalah hanya klaim tersebut. Pada ketika
itu, Neumann melaporkan bahwa dia menghasilkan biji Calanthe veratrifolia R. Br. Dengan menyerbuki bunganya,
mengecambahkan biji dan menanam bibitnya.
Dia juga mengaku bahwa bibit tersebut akan berbunga pada “tahun
berikutnya” (Neumann 1844). Jika Neumann
memiliki bibit tanaman yang telah berbunga, maka penelitian yang sangat
intensif juga terhadap sumber-sumber literature juga gagal menemukan laporan
tentang hal tersebut. Bahkan tidak ada
penulis Perancis yang mengagumi setiap penemuan anggrek, bahkan juga pencarian
intensif terhadap literatur penelitian, sekecil apapun ada menyebut-nyebut nama
Neumann dan tanamannya (Constantin 1913a,b, 1917, 1926; Constantin dan Magrou
1922a,b). Ini merupakan indikasi yang
masuk akal bahwa bibit Neumann tidak ada atau mati sebelum berbunga pada tahun
berikutnya
Dean Herbert : absentee germination (mengaku
mengecambahkan anggrek akan tetapi dia sendiri tidak melihatnya)
Dean
Herberts mengklaim bahwa dia telah “mengecambahkan Bletia, Cattleya, Orchis monorchis (L.) R. Br dan Ophrys aranifera Huds dari biji”yang
mana ini merupakan pertanyaan karena dia melaporkan bahwa tanamannya mati
mungkin karena dia tidak berada di tempat, mungkin saja kalau dia ada ditempat percobaan
perkecambahannya, bisa jadi dia telah menghasilkan tanaman anggrek.
David Moore : menanam anggrek di kebun raya
Beberapa
hortikulturis di Irlandia dan Inggris berusahan mengecambahkan biji anggrek
dibawah kondisi hortikultur.
Keberhasilan yang pertama berasal dari David Moore, Direktur Glasnevin
Botanical Garden di Irlandia.
David
Moore memiliki ketertarikan khusus terhadap tanaman pemakan serangga, dan
“anggrek” mungkin hanya tanaman lain baginya.
Akan tetapi, dia menunjukkan beberapa ketertarikan kepada anggrek yang
dibuktikan dengan sebuah artikel tentang perpindahan (Impor) anggrek dan
deskripsi anggrek Catasetum. Dan juga, setelah menjadi direktur Glasnevin
Botanical Garden, dia menambahkan banyak koleksi baru sebanyak 65 species
anggrek.
Moore
juga tertarik dalam produksi buah melalui pollinasi manusia (hand pollination)
dan sepertinya menjadi orang yang pertama menghasilkan buah kakao di
Irlandia. Hal ini jugalah yang mungkin
membuat dia menyerbukkan Cattleya
forbessi, Epidendrum crassifolium, Epidendrum elongatum, dan Phaius albus dan menghasilkan biji. Dia mulai bereksperimen mengenai
pengecambahan biji-biji tersebut dan kira-kira tahun 1844 terus melanjutkan ekperimennya walaupun
terjadi kelaparan akibat wabah penyakit pada kentang dan istrinya
meninggal. Dia menerbitkan penemuannya
pada tahun 1849 dan berkomentar bahwa “pada masa kini hanya ada sedikit topik
yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang mana informasi mengenai hal
tersebut lebih sedikit tercatat dibandingkan dengan menanam anggrek dari biji…”
dan menambahkan alasan mengapa biji anggrek tidak berkecambah dalam jumlah
besar seperti tanaman lain tidak diketahui.
Setelah itu dia menambahkan bahwa “ketika biji anggrek tumbuh dalam
kondisi yang sesuai, maka jumlah yang sangat banyak biji-biji yang terkandung
dalam ovary adalah sempurna, dibuahi atau pun tidak dibuahi.” Setelah itu Moore melanjutkannya dengan menerangkan
metode perkecambahan anggreknya.
“Cara
menyemai biji anggrek dan memperlakukan bibit muda, adalah membiarkan biji-biji
yang seperti debu jatuh dari ovary seketika mereka menunjukkan gejala-gejala
pematangan, yang dapat diketahui dengan terbukanya ovary pada satu sisi. Ketika hal tersebut terjadi, pod (buah
anggrek) dipisahkan dari batangnya dan diketuk-ketuk pelan-pelan supaya biji
yang mirip debu tersebut jatuh diatas permukaan media tanam anggrek, yang
terdiri dari material yang ringan untuk menanam anggrek, atau di wadah lain
yang disiapkan, yang setelah itu diletakkan pada tempat dengan cahaya dan suhu
yang stabil, dengan kelembaban yang tinggi, semuanya merupakan kebutuhan yang
harus untuk mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Dalam
waktu 8 atau 9 hari setelah penyemaian, yang nampak adalah kelihatan seperti
tepung yang keputihan, yang secara bertahap menjadi agak gelap, atau jika
dillihat dengan kaca pembesar, maka tanda-tanda kehidupan akan segera tampak,
yang akan meningkat sampai pada pembengkakan bakal akar (radicle) dan kotyledon
yang bervariasi selama 2 sampai 3 minggu.
Dari periode ini pertumbuhan dari bibit muda akan sangat cepat dan bakal
akar akan mencengkram material apapun yang diberikan. Jika biji secara sengaja atau tidak
sengaja dibuat tumbuh pada batang kayu,
seperti pada beberapa kasus disini, maka akar-akar muda akan menyebar pada arah
yang berlainan, menempel rapat kulit kayu, dan menunjukkan pertumbuhan yang
lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan batang, yang mana member contoh
yang indah tentang ciri-ciri tanaman epifit yang menempel erat pada batang
…”Kesulitan yang sangat besar dalam menghadapi bibit muda adalah terdiri dari
perlakuan terhadap tanaman di tahun pertama terutama dalam musim-musim
dingin….pada tahun kedua pertumbuhannya terus berlangsung dan hanya 2 jenis
yang berbunga dari semua anggrek yang dibawa pada tahun ketiga. Jenis yang berbunga tersebut adalah Epidendrum crassifolium dan Phaius albus, yang terakhir kemudian berbunga tepat 3 tahun setelah disemai.”
Moore
adalah direktur Glasnevic Botanical Garden selama 30 tahun setelah publikasinya
mengenai perkecambahan anggrek. Dia
melanjutkan impor bermacam anggrek dari berbagai tempat di seluruh dunia akan
tetapi sepertinya tidak meneruskan pekerjaanya tentang perkecambahan anggrek
dan budidayanya. Moore juga menjadi
anggota beberapa perkumpulan, dan pada tahun 1864, dia diberikan penghargaan
Gelar Doktor oleh Royal Sociaty of Dublin di tahun 1878.
Dalam
masa tuanya , Moore banyak mengambil bagian dalam polemik agama dan berperan
dalam beberapa gerakan anti evolusi.
Richard Gallier dan J.Cole : Perkecambahan biji
anggrek oleh dua orang tukang kebun
Dua
orang horticulturist dari Inggris, Richard Galier dan J.Cole juga membagi
pengalaman mereka setelah Moore menerbitkan laporannya. Gallier adalah tukang kebun untuk J. Tildesly, Esq dari West Bromwich,
Staffordshire Inggris. Cole juga bekerja
seperti rekannya yang bekerja untuk J. Willmore di Oldford dekat
Birmingham. Berhubungan dengan dekatnya
dengan Birmingham adalah mungkin dia telah berhubungan dengan David Cameron
(lihat diatas), akan tetapi tidak ada dokumen yang menyebutkan adanya interaksi
dengan David Cameron. Hanya sedikit yang
dapat diketahui tentang Cole dan Gallier.
Catatan
Cole adalah yang pertama sekali diterbitkan setelah laporan Moore, Dia menulis
bahwa majikannya menginformasikan dia
bahwa ;
Bletia [sekarang Phaius Tankervillae] sudah sejak
beberapa tahun didapatkan dari biji yang disemai di tanah biasa; juga Epidendrum elongatum ditanam pada blok
kayu yang ditutupi dengan moss. Saya
juga telah menanam beberapa anggrek pada berbagai waktu, akan tetapi tanpa
hasil…beberapa diantaranya telah berhasil disilangkan, yang mana bijinya kelihatan sebagai mana
mestinya… dan sudah dicoba untuk disemai akan tetapi tidak berhasil
tumbuh. Cattleya labiata disilangkan dengan C. guttata, dan podnya membengkak ; Calanthe veratrifolia dengan Bletia
tankerville; Dendrobium moniliforme
dengan jenis Dendrobium lain; dan Stanhopea
Wardii dengan salah satu Stanhopes
yang lain…saya memiliki pod buah Stanhopes
yang telah disilangkan (hibrid), dan dengan senang hati akan memberikan
beberapa buat Tuan Moore atau siapa saja yang tertarik menanam bibit anggrek.
J.
Cole juga menyatakan bahwa dia bermaksud
melanjutkan beberapa eksperimen dan berencana melaporkan hasilnya. Jika dia telah melaksanakannnya, kita tidak
menemukan sesuatu laporan yang mungkin telah
diterbitkannya. Metode perkecambahan
yang telah diterangkan oleh Cole dapat berhasil dan kelihatannya belum pernah
dipublikasikan sebelum surat yang dikirimnya.
Reputasi
dari The Gardeners’ Chronicle (salah
satu publikasi hortikultur yang paling berpengaruh) di dunia pada masa itu yang
sering diberi istilah “The Times of
Hortuculture” (surat kabar yang paling terkenal pada masa itu adalah The
Times), memberikan setiap alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa laporan
Cole adalah akurat dan faktual.
Laporan
Gallier juga diterbitkan The Gardener’
Chronicle (Gallier 1849). Dia
menyilangkan Dendrobium nubile dengan
Dendrobium chrysanthum, menghasilkan
biji dan :
“menyemaikannya
dalam 3 cara : beberapa diatas batang kayu, dengan lumut-lumut yang tumbuh alami
diatasnya, diisi dengan dan
meletakkannya dibawah tempat teduh dalam rumah anggrek; beberapa disemai diatas
pot bunga yang dibalik, dimana bagian dalamnya spaghnum, dan diletakkan dalam
panci berisi air…..tidak ada cara dari yang dua tersebut berhasil menjadi
tanaman.”
Untuk
metode yang ketiganya, Gallier menggunakan 2 pot, satu pot diisi dengan pasir
dan yang lain diisi air. Dia
menebarkan biji anggrek tersebut pada
gabus yang mengapung dan ditutup dengan nampan.
Kemudian dia meletakannya dibagian yang teduh dalam rumah kaca. Dua biji berkecambah setelah 3 minggu. Akhirnya Gallier memiliki 5 tanaman yang
kesemuanya mati ketika dia memindahkan gabus tersebut dari cawan dan
mengeluarkannya dari bawah naungan (Gallier 1849)
Sebuah
Jurnal di Belgia melaporkan eksperimen Moore dan Cole (Anonymus 1850) dan
menyatakan bahwa perbanyakan anggrek melalui perkecambahan biji pada
rumah-rumah kaca di Eropa akan membawa kepada wahana baru untuk budidaya “
tanaman yang aneh dan unik” (Anonymus 1850).
John Dominy, John Harris dan Harry Veitch : hybrid
anggrek yang pertama
Oleh
karena review ini terbatas pada biji anggrek dan bibit anggrek, sejarah
hibridisasi anggrek akan diterangkan hanya dimana saat ia berhubungan dengan
perkecambahan anggrek. Calanthea dominy anggrek komersil yang
pertama, dihasilkan oleh Veitch dari kebunnya di Inggris. Seorang ahli bedah bernama John Harris
(1782-1855, Gambar 15; Arditti 1980), menyarankan seorang ahli hortikultur yang
bagus, John Dominy (1816-1891, Gambar.
16) yang juga dipekerjakan oleh seorang pemilik nursery, Harry J. Veitch
(1840-1924; Gambar. 17), seorang pemilik nursery yang terkenal yang didirikan
oleh bapaknya yang bernama, James Veitch (1792-1863; Gambar. 18) untuk
menyilangkan anggrek. Dominy
menghasilkan silangan yang pertama tahun 1853, bijinya kemudian dipanen tahun
1854 dan bunga pertama mekar pada Oktober 1856 (Veitch 1885, 1886; Veitch and Son
1887-1894). Dokumentasi yang dibuat
secara kronologis tersebut mengindikasikan bahwa perkecambahan anggrek yang pertama
merupakan bagian dari : (1) usaha komersial, dan (2) percobaan menghasilkan
hybrid berhasil pertama sekali di Inggris tahun 1854.
Bahkan
menghasilkan satu persilangan tidak mudah.
Untuk secara penuh mengapresiasi terungkapnya sejarah persilangan tersebut
ada baiknya kita mengutip seseorang yang tidak saja hadir pada saat itu, akan
tetapi juga membuat hal tersebut terjadi, Harry J. Veitch (1886) :
“…hanya sedikit (hortikulturist)
yang memiliki walaupun hanya sedikit pengetahuan dasar tentang botany. Mereka mampu…membedakan …sari dan putik dari
berbagai bunga dan mereka mengetahui fungsi dari maing-masing organ tersebut,
akan tetapi apa kegunaan organ tersebut pada
kolom bunga anggrek merupakan suatu misteri bagi mereka.
Gambar. 16-27.
Ahli anggrek dan pemulia anggrek (breeder). 16. John Dominy, 1816-1891.
17. Harry J, Veitch, 1840-1924.
18. James Veitch, 1792-1863. 19. Auguste Riviere, 1805 atau 1821-1827. 20
Edouard Ernest Prillieux, 1829-1915. 21
Johan Georg Beer, 1803-1873. 22
Herman Schacht, 1814-1864. 23
Mathias Jacob Schleiden, 1804-1881. 34
Gaspard Adolphe Chatin, 1813-1901. 25
Hubert Leitgeb, 1835-1888. 26 Oscar
Drude, 1852-1933. 27 Albert Bernhard
Frank, 1839-1900
Adalah
Tuan. [Dr sebenarnya] John Harris, seorang ahli bedah dari Exeter, yang
menyarankan kepada Dominy akan kemungkinan mengawinkan anggrek, dengan menunjukkan kepadanya organ reproduksi yang
terletak pada kolom bunga anggrek, dan menunjukkan kepadanya applikasi serbuk
sari kepada permukaan kepala putik yang analog dengan menyerbuki kepala putik
bunga-bunga lain dengan tepung sari. Fakta yang sederhana ini yang seketika
itu diambil, dan pekerjaan-pekerjaan hibridisasi maju kedepan….Kapsul benih
banyak dihasilkan dalam jumlah yang banyak…dan benih yang banyak berada dalam
jangkauan. Kemudian muncul masalah yang
sangat besar…yang masih ada….menemukan metode yang paling sesuai untuk
menumbuhkan biji. Biji anggrek tersebut
sangat kecil…kaca pembesar biasa tidak dapat menunjukkan apakah biji tersebut
mengandung bakal atau hanya debu semata.
Mengikuti, atau paling sedikit mempercayai bahwa kita mengikuti
Alam…setiap metode atau setiap alat yang dipikir mampu untuk mengamankan
perkecambahan biji diupayakan. Biji
anggrek disemai diatas blok-blok kayu, keeping-keping batang pakis, helaian
gabus, diatas lumut yang menutupi permukaan pot bunga, paling tidak segala
situasi yang mungkin menjanjikan hasil yang diinginkan. Akan tetapi…sepertinya kita jauh dari
mengenai suatu metode yang setidaknya menghasilkan jumlah yang sukses yang
lumayan dalam arti biji yang berkecambah.
Biji banyak
kita miliki, tetapi….sedikit yang berkecambah…biji dari ratusan kapsul telah
disemai tanpa hasil satupun. Dalam banyak
kasus, hanya satu yang dapt tumbuh dari sebuah kapsul yang sebenarnya
mengandung ribuan benih/biji; dalam beberapa kejadian lain terjadi ratusan
bibit yang tumbuh. Adalah benar bahwa
kita telah menanam banyak biji secara aggregat, tetapi banyak diantara mereka
yang tumbuh/muncul secara tidak diharapkan, dan ketika kita memikirkan
banyaknya jumlah biji yang telah kita tebar/semai dan membandingkannya dengan
sedikit bibit yang tumbuh, kita tidak bisa mengatakan telah mencapai
sukses yang besar….”
Perkecambahan biji yang digunakan di tempat Veitch mirip
dengan metode yang digunakan oleh Moore, Cole dan Gallier.
Perkecambahan biji anggrek : 1850-1899
John dan John : hibrid anggrek,
Dominy (Gambar. 16), Cole, Gallier, dan Veitch (Gambar. 17,
18;DCGV) menjadikan metode perkecambahan benih anggrek mereka diketahui dengan
mempublikasikannya di The Gardeners’ Chronicle. Dalam setahun sejak penerbitan artikel
tersebut ada juga sedikitnya satu laporan di Belgia dan Prancis tentang
penemuan Moore dan Cole (Anonymus 1850) dalam sebuah majalah yang kemungkinan
juga dibaca di Prancis. Tiga laporan tambahan
juga diterbitkan dalam bebrapa tahun setelah itu di Perancis dan Belgia
(Bergman 1879, 1881, 1882, 1889). Lebih
jauh, Dominy dan Harris adalah orang
yang pintar berkomunikasi yang siap dan menikmati dan mengambil kesempatan
dalam setiap pembicaraan yang luas (Arditti 1980). Hal ini dimungkinkan karena fakta bahwa
Dominy memiliki “…pengetahuan yang luas yang selalu dia ingin komunikasikan
secara lisan…”(Anonymus 1891a). Oleh
karenanya, berita bahwa biji anggrek dapat dikecambahkan mungkin beredar dengan
cepat diantara orang-orang yang menghasilkan biji dan berusaha menumbuhkannya
(Anderson 1862, 1863; Gosse 1862, 1863), sebagian besar tanpa berhasil;
“….tidak ada hal yang aneh dalam memperoleh pod biji dan banyak biji dioperoleh
dari satu species; akan tetapi saya belum pernah memiliki keberuntungan
mendapatkan biji yang berkecambah/tumbuh” (Anderson 1862). Dan ketika bijinya berkecambah, “….semua
bibit tersebut menemukan cara dan muncul di dunia ini dengan cara yang belum
pernah saya pahami” (Baton 1862). Oleh
karena itu, adalah tidak mengejutkan sedemikian banyak hibrid yang dihasilkan
(i.e., biji-biji anggrek yang lain juga berkecambah) segera setelah laporan
Moore, Cole, dan Gallier dan juga dekat dibawah kaki Dominy, yaitu hibrid
anggrek yang pertama (Veitch 1886)
Hibrid yang kedua,
sebuah Cattleya berbunga pertama
sekali tahun 1859. Paphiopedilum pertama berbunga tahun 1869 (Veitch 1885, 1886;
Veitch dan anak 1887-1894; untuk review lihat Arditti 1984). Keberhasilan perkecambahan anggrek dan
budidaya bibit anggrek menjadi sumber berita yang berharga dan topik
pembicaraan selama beberapa tahun (Anonymus 1869, 1891a,b;Douglas
1882a,b;Scheidweiler 1844, 1845;Godefroy Lebeuf 1886; Ignotus 1894). Metode perkecambahan anggrek Moore, Cole,
Gallier-Dominy-Veitch (MCGDV) juga disebut dalam buku tentang budidaya anggrek
di India (Jennings 1875), akan tetapi tidak jelas apakah itu digunakan disana
atau diambil dari sumber-sumber di Inggris dan dimasukkan dalam buku
tersebut. Belum diketahui adanya hibrid
di India atau adanya perkecambahan anggrek pada periode itu di India atau dari
wilayah lain kecuali di Inggris dan Eropa.
Buku tersebut juga ditemukan perpustakaan Kebun Raya Singapura akan tetapi tidak jelas
kapan buku tersebut diperoleh. Kalaupun
buku tersebut diperoleh pada tahun 1880 an, biji yang menghasilkan hybrid
anggrek buatan yang pertama di Singapura, Spathoglottis
Primrose, dikecambahkan secara in vitro tahun 1920 pada media yang
diformulasikan oleh Lewis Knudson (Vanda Miss Joaquim, ditemukan oleh Miss
Agnes Joaquim di tamannya pada tahun 1893 yang diyakini sebagai hibrid natural
oleh ahli anggrek dan penanam anggrek yang berpengalaman.
Fakultas Kedokteran di Paris, Prancis, memiliki sebuah kebun
raya yang memiliki koleksi 1.200 species dan varietas (Riviere 1866a, b)
Auguste Riviere (1805- atau 1821 – 1877; Gambar.19) melaksanakan penelitian
tentang anggrek yang dimulai di bulan April 1837 (untuk review, lihat Arditti
1984), atau 1840 (Riviere 1866a, b).
Pada tahun 1865, Riviere pada waktu itu menjabat sebagai kepala kebun Istana
Luxemburg di Prancis, mengklaim telah menemukan cara untuk meyerbuki anggrek
diantara tahun 1840 dan 1857 (Anonymus 1857).
Anehnya, dia menunggu selama lebih kurang 10-25 tahun untuk melaporkan penemuannya, melakukannya
setelah anggrek berhasil diserbuki di Inggris, dan mengklaim telah
melaksanakannya 1-2 tahun sebelum Inggris.
Laporan pertama tentang pengakuan/klaim penemuan Riviere muncul di buku
pemerintahan Prancis (Journal official
de l’Empire Francais, Gazette National dalam catatan yang anonimus, kompleks,
overlap terhadap laporan lisan mengenai koleksi anggrek FMPBG dan eksperimen
Riviere (Anonymus 1857). Inilah yang
dinamakan sebagai sirkular referencing, Riviere menggunakan laporan anonimus
tersebut untuk mengokohkan laporannya (Riviere 1866a,b). Adalah sulit untuk tidak bertanya apakah
laporan yang diterangkan merupakan penemuan nyata atau dimanipulasi untuk
tujuan menghasilkan prioritas terselubung bagi Riviere dan Prancis.
Riviere melaporkan bahwa dia (tidak
dipublikasikan) pada percobaan pendahuluan dengan penyerbukan (pollinasi) tahun
1943 termasuk salah satunya Epidendrum
crassifolium (Encyclia crassifolia
sekarang; Riviere 1866a, b) yang menghasilkan buah. Pada akhir Juni 1948, kapsul kemudian mulai
retak dan menghasilkan biji. Riviere
mengumpulkan biji-biji tersebut dan menyemainya
[5 Juli ] diatas 2 lembar lumut
yang diletakkan diatas dua buah cawan untuk menjaga kelembabannya. Lembar lumut tersebut kemudian diletakkan
diatas lapisan kompos, di udara terbuka, dan ditutup dengan wadah gelas yang tertutup rapat. Sepanjang hari itu saya menjaganya dari sinar
matahari; dan merawatnya dengan sangat teliti.
Pada tanggal 28 pada bulan yang sama, bayangkan kegembiraan saya ketika
saya menemukan sebagian besar biji yang tanam berkecambah” (Riviere 1866a,
b). Akan tetapi, malang, meskipun telah
dirawat dengan baik tanamannya mati karena sesuatu hal yang dia tidak ungkapkan
(Riviere 1866a, b)
Adalah mungkin bahwa kejadian tahun
1848 (anehnya 1 tahun sebelum laporan Moore) Riviere melaporkannya 18 tahun
kemudian tahun 1866. Akan tetapi, adalah
perlu untuk membuat penelahaan mengapa Riviere m enunggu sekian lama untuk
menerbitkan laporannya dan mengapa dia tidak menjelaskan secara terang apa yang
telah mematikan bibit anggreknya. Tidak
ada keraguan bahwa dia tahu bahwa perkecambahan anggrek tropis dalam budidaya
tanaman merupakan suatu kemajuan yang sangat penting dan seharusnya diterbitkan
segera. Adalah jelas bahwa Riviere menghargai nilai dari sebuah publikasi, dan
itu merupakan alasan mengapa dia menerbitkan laporannya setelah 18 tahun. Atau dia hanya mengarang cerita?
Ada juga beberapa kebetulan yang menarik : (1) Link
melaporkan pekerjaanya dengan Oeceoclades
maculate dan begitu juga Riviere, dan (2) Riviere mengecambahkan Epidendrum crassfolium seperti
Moore. Riviere mungkin sangat familiar
dengan laporan Moore dan Link (Prillieux dan Riviere 1856a,b). Oleh karena itu adalah mungkin untuk curiga
bahwa keberhasilannya dengan anggrek yang diketahui dapat berkecambah bukanlah
suatu kebetulan. Oleh karena itu adalah
penting untuk untuk menanyakan apakah laporan Riviere tahun 1866 adalah asli
atau dibuat hanya untuk tujuan membuat kesan
bahwa dia telah membuat penemuan tersebut sebelum Moore. Pertanyaan juga dapat diajukan mengenai
pernyataan Riviere tahun 1843 bahwa dia melihat perkecambahan biji Epidendrum nocturnum. Jika dia melihat perkecambahan tersebut
mengapa dia tidak melaporkannya pada waktu itu ? Fakta bahwa dia tidak
melakukannya menimbulkan keraguan tentang kebenarannya.
Riviere sepertinya sangat produktif :”Pada tahun 1854
(sebelum hibrida anggrek yang pertama dihasilkan di Inggris) masih terobsesi
dengan pikiran untuk memulai kembali pernelitiaan….saya [Riviere] membuat
bebrapa eksperimen baru tapi kali ini secara rahasia [perlu penekanan disini
sebab alasan kerahasiaannya sangat tidak jelas]. Anggrek yang saya pilih adalah Oeceoclades maculate atau Angraceum maculatum, anggrek kecil dari Brazil. Anggrek tersebut dipollinasi oleh saya pada
bulan February 1854; buahnya mencapai masa tua pada 4 Juli pada tahun yang sama
dan bijinya jatuh diatas meja di sekitarnya” (Riviere 1866a, b). Riviere menebar biji-biji tersebut pada pada
beberapa pot, akan tetapi dia harus pergi pada masa-masa yang kritis. Dia kembali pada bulan Agustus tanggal 6 dan
melihat bahwa biji-biji tersebut berkecambah dan beberapa bibitnya dapat
bertahan hidup. Ketika melihat
bibit-bibit tersebut, Riviere mengirim surat kepada Ernest Prillieux
(1829-1915; Gambar. 20) dan memintanya untuk mempelajari perkembangannya.
Prillieux
menjadi tertarik kepada anggrek pada masa-masa awal hidupnya. Dia mempelajari proses pengeringan dari
buahnya dan beberapa topik lain (Prilleux 1856, 1857) dan bergabung dengan
Riviere dalam study perkecambahan biji dan pertumbuhan bibit anggrek Oeceoclades
maculate, yang dikenal sebagai Angraeceum
maculatum pada masa itu (Prilleux dan Riviere 1856a, b) dan Miltonia spectabilis (Prilleux
1860). Ini bukan merupakan studi anatomi
yang detail tentang perkecambahan anggrek dan bibit secara umum terhadap Oeceoclades maculate, secara teknis
(Link 1840 telah mendahului mereka), tetapi mereka menambahkan beberapa detil
yang baru.
Beberapa laporan diterbitkan di Prancis setelah itu. Laporan tersebut mengenai anggrek hibrid
Inggris yang pertama (Bergman 1879, 1881, 1882) sebagaimana bibit-bibit dari
Prancis dengan silangannya (Bergman 1881; Bleu 1881). Publikasi mengenai bibit anggrek dimanan-mana
sebagian besar dari Inggris dan Belgia hampir serupa. Tidak ada banyak perkembangan pada teknologi,
hortikultur, dan pemahaman dasar tentang prkecambahan biji anggrek dan bibit
anggrek sampai tahun 1899 (untuk review, lihat Arditti 1967, 1979, 1984, 1990,
1992 dan beberapa literature yang dikutip disana), disamping itu beberapa
artikel lain (Anonymus 1855a, b, 1887, 1898; Anderson 1862, 1863, Beaton 1862;
Gosse 1862, 1863; Jennings 1875: Bergman 1879, 1881, Bleu 1881; W S 1887; L
1892, 1893, 1894; Scheidweiler 1844; Maron 1898).
Tapi dipandang lebih
dari segi artistik dibanding daripada sudut botani murni, hortikultur
atau biologi, publikasi anggrek yang paling utama muncul diantara tahun 1850
dan 1899 yaitu Beitrage zur Morphologie
und Biologie der Familie der Orchideen, sebuah buku karangan Johann Georg
Beer ( 1803-1873; Gambar.21) yang diterbitkan tahun 1863. Dalam Beitrage, Beer menggambarkan dan
menjelaskan buah anggrek, bijinya
(tampak depan), dan bentuk bibit. Semua
biji digambar secara berwarna dan diperbesar 100 kali. Gambar tersebut secra morfologis akurat dan
secara artistik sangat luar biasa. Beer
menunjukkan kemampuan artistiknya, kesabaran dan keahliannya dalam botani. Gambar karyanya merupakan karya paling awal
tentang biji anggrek yang dipublikasikan.
Fungsi Mikoriza dalam perkecambahan
anggrek
Fakta bahwa biji anggrek dikecambahkan dalam kondisi
hortikultur, akan tetapi kondisi-kondisi apa yang dibutuhkan tidak diketahui.
Banyak pengamatan tetapi tidak ada
penemuan.
Beberapa ahli botani telah melihat mikoriza dipertengahan
abad ke 19, tetapi hanya satu diantara mereka yang mengapresiasi akan
pentingnya mikoriza .
·
Heinrich Friedrich Link (1767-1851); (Gambar. 5)
mungkin merupakan botanis pertama yang menggambar endofit anggrek. Gambarnya menunjukkan jamur didalam sel akar Goodyera procera (Goodyera repens R. Br) dengan sangat jelas (Link 1824, 1839-1842,
1840, 1849a,b).
·
Schleiden von Reissek mengusulkan di tahun 1846 bahwa
jamur mungkin hadir di dalam akar beberapa jenis anggrek, Neottia nidus-avis (von Reissek 1847)
·
Johann Georg Beer (Gambar. 21) menggambar biji
anggrek, bibit dan organ dalam detail yang sangat baik (Beer 1854, 1863)
Gambar. 28-38 Ahli anggrek. 28 Pierre Augustin Dangeard, 1862-1947.
29 Daniel Trembly MacDougal,
1865-1958. 30 Gottlieb Haberlandt,
1854-1945. 31 Neottia nidus avis. 32
Noel Bernard, 1874-1911. 33 Julien
Constantin, 1857-1936. 34 Gaston
Bonnier,1853-1922. 35 Leon Guignard,
1852-1923. 36 Marie Louis Bernard
(melahirkan Martin), 1878-1946. 37
Francis Bernard, 1908-ca. 1991. 38
Joseph Magrou, 1883-1951.
·
Herman Schacht (1814-1864; Gambar. 22) melihat hifa di
dalam akar Corallorhyza, Epipogiium,
Goodyera, Limodorum dan Neoittia
nidus avis L (Schleiden 1854)
·
Mathias Jacob Schleiden (1804-1881 Gambar, 23)
mengamati hifa ketika sedang mempelajari
akar dan sel tuber Neotia nidus avis
L (Schleiden 1854).
·
Gaspard Adolphe Chatin (1813-1901); Gambar 24)
menerbitkan laporan tentang anatomi anggrek yang menunjukkan adanya fungi dalam
sel-sel akar (Chatin 1856, 1858).
·
Edouard Ernest Prillieux (1829-1915); Gambar.20)
menggambarkan fungi pada bibit Angraeceum
maculatum (Priliieux dan Riviere 1856a, b) dan tuber dari Neottia nidus avis (Prillieux 1856)
·
Hubert Leitgeb (1835-1888; Gambar. 25) mempelajari
akar anggrek dan sel-selnya (Letgeb 1864a,b,c, 1865)
·
Oscar Drude (1852-1993; Gambar 26) meneliti sifat
biologi Monotropa hypopitys dan Neottia nidus avis (Drude 1873)
·
Albert Mollberg menggambar fungi di akar Cephalanthera grandiflora Babgnt.
(Mollberg 1884)
·
Albert Bernhard Frank (1839-1900; Gambar. 27) menciptakan
istilah mikoriza: “Der ganze Korper ist
also weder Baumwurzel noch Pilz allein, sondern anlich wie der Thallus der
Flechten, eine vereinigung zweir verschie-dener Wesen zu einem einheitlichen
morphologischen Organ, welches vielleicht passends als P I l z w u r z e l , M
y k o r h I z a [dua kata dicetak
dengan jarak satu spasi antara huruf; mikoriza dieja dengan satu “r”] bezeichnet warden kann.” [Keseluruhan tubuh tidak berupa akar pohon
atau akar fungi, tapi seperti thallus dari lichen sebuah organ morfologis yang
unik yang dapat dianggap sebagai akar fungi, mikoriza (Frank 1885)]. Dia
menerangkan dan mendefinisi ulang fenomena tersebut dalam bukunya (Frank
1892):”…Pilzgewebe…in…organischer
Verwachsung mit…Wurzelhen…und…gemeinschaft-lich..wachst, das Pilz und Wurzel
ein…gemeinsam arbeitendes Organ darstellen, welches ich Pilzwurzel, M y k o r h I z a, genant habe.”
(dalam terjemahan bebas: hifa fungi tumbuh secara organik bersama dengan akar
membentuk suatu organ yang sama yang saya sebut akar fungi, mikoriza).
·
H. Wahrlich mengamati banyak aanggrek tropis dan
beberapa anggrek Eropa ketika bekerja di Moskwa sebelum istilah baru mikoriza
menjadi diterima luas dan menyimpulkan bahwa gumpalan kuning yang dia lihat
pada sel akar adalah fungi (Wahrlich 1886).
·
Piere Augustin Clement Dangeard (1862-1947; Gambar.
28) dan L. Armand mempelajari mikoriza Ophrys
aranifera dan menerbitkan 2 artikel yang menarik. Artikel tersebut memiliki gambar yang
bagus dan saran yang menyatakan bahwa
fungi yang ada di akar tersebut tidak bersifat parasit (Dangeard dan Armand
1887, 1898)
·
Daniel Trembly
MacDougal (1865-1958; Gambar.29) meneliti mikoriza pada anggrek, terutama dari
species Aplectrum dan Corallorhyza dan menarik beberapa
kesimpulan yang tepat, tapi tidak mengamati bibit anggrek (MacDougal 1898,
1899a, b, 1944; Arditti dan Ernst 1993a).
·
Professor Gottlieb Haberlandt (1854-1945; Gambar. 30),
seorang ahli fisiologi anatomi Jerman, yang melaporkan kehadiran miselium fungi
dalam sel akar Neottia nidis-avis
(jenis anggrek yang membawa N. Bernard kepada penemuannya; Gambar. 31), Corallhyza innata, Epipogon gmelini, dan
Wullschlagelia “tapi tapi tidak
menyatakan sesuatu yang signifikan tetntang hal itu” (Haberlandt 1914; Pridgeon
1990).
·
Melchior Treub (1851-1910; Gambar. 9), yang melaporkan
melihat endofit pada bibit dan tanaman muda licopod (Treub 1890). Dia merumuskan istilah “protocorm” untuk
menerangkan bibit dari lycopod. Noel
Bernard menggunakannya untuk menerangkan fase awal dari perkecambahan
anggrek. Berjalan waktu, istilah awal
“protocorm” yang digunakan untuk licopod menjadi terlupakan dan istilah itu digunakan untuk semua jenis anggrek. Sebuah referensi terhadap endofit dalam
protocorm oleh Treub di salah interpretasikan
yang membawanya kepada anggapan bahwa dia melihat mikoriza tanpa memberi
apresiasi akan pentingnya mikoriza.
Kejadiannya bukan seperti itu.
Treub tidak bekerja dengan bibit anggrek dan mungkin tidak pernah
melihat endofitnya (untuk review tentang sejarah mikoriza pada anggrek, lihat
Arditti 1992; Magnus 1900; Harley 1969; Warcup 1975; Arditti 1975; Arditti
1979, 1984, 1990, 1992; Hadley 1982; Harley and Smith 1983; beberapa review
merupakan bagian dari sejarah itu sendiri; Burgeff 1909, 1932, 1936, 1938,
1943, 1954, 1959).
Satu Observasi dan satu penemuan besar
Dari
semua botanis yang disebut diatas yang melihat endofit anggrek (Beer, Chatin,
Drude, Link, Frank, Leitgeb, Mollberg, Prilleux, Reissek, Schact, Schleiden,
dan Wahrlich) tidak seorang pun yang dapat menarik kesimpulan yang benar
tentang peranan fungi tersebut. Sebagai
pembelaan dapat dikatakan mereka mempelajari akar dan rizome sebagai topik utama.
Adalah tidak mudah menarik kesimpulan yang tepat tentang peranan fungi
dalam perkecambahan biji anggrek dengan melihatnya pada organ tersebut
(akar). Tidak ada hortikulturis yang
mengecambahkan biji anggrek pada
permukaan media yang menumbuhkan anggrek dewasa yang mencurigai adanya campur
tangan organism lain, terutama fungi.
Alasan untuk ini adalah sederhana: mereka tidak pernah melihat
endofit. Bahkan, kalaupun mereka
melihatnya, adalah masuk akal jika beranggapan bahwa itu adalah patogen.
Hanya
sang “Jenius si Pasteur-nya Anggrek” dan seorang “Mozart di Bidang Biologi
Tumbuhan” (Bernard 1990) yang dapat mengapresiasi peranan fungi dalam proses
perkecambahan biji anggrek. Noel Bernard
(1874-1911; Gambar.32) memiliki karakteristik ini. Dia melihat bibit Neottia nidus avis yang menjadi inang endofit dan menarik
kesimpulan yang benar mengenai keberadaan
fungi tersebut dan fungsinya dalam perkecambahan (Le Dantec 1911; Perez 1911,
1912; Bernard 1921; Derx 1936; Blarighem et al. 1937; Magrou 1937a, b; Moreau
1958; Boullard 1985; Arditti 1979, 1984, 1990, 1992; Bernard 1990).
Noel Bernard, Kisah hidupnya
Noel
Bernard, dilahirkan tanggal 13 Maret 1874, anak dari Francois Bernard, 46, dan
istri keduanya, Marie Marguerite Sabot, 19.
Menurut sebuah laporan, ayahnya meninggal pada bulan Desember 1979,
tetapi menurut Prof Francis Bernard, anak alm Noel Bernard, menyatakan bahwa
ayahnya menjadi yatim apada umur 12 tahun (i.e.,Francois meninggal tahun
1886). Marie Marguerite, seorang ibu dan
janda, harus bekerja keras untuk menghidupi anaknya dan dia, dan cukup kesulitan
menghadapi kebutuhan sehari-hari. Noel
harus menolong secepatnya dan menjadi guru les matematika ketika dia masih
menjadi pelajar yang muda.
Seorang
murid yang menonjol dengan kepribadian yang agak kasar (Boullard 1985), Noel
diterima di Ecole Normale Superiuere dan Ecole Politechnique. Pada umur 21 tahun, Bernard memutuskan
menjadi seorang ahli Biologi dan Julien Constantin (1857-1936; Gambar.33)
menjadi mentornya. Constantin
mengganggapnya sebagai bintang di kelasnya, dan mengalami kehilangan anak dalam
perang, Constantin mungkin menemukan penggantinya dalam diri Bernard.
Bernard
mendapatkan sertifikat dalam bidang ilmu alam di bulan November 1987 dan
memutuskan mengambil spesialisasi dalam bidang anggrek, tapi masuk dalam wajib
militer sebelum melanjutkan studinya.
Sebagai tentara, dia ditugaskan di Barak Mulum dekat Hutan
Fontainblue. Disana, ketika sedang
berjalan-jalan tanggal 3 Mei 1899,
(Bernard, 1899). Bersama-sama dengan
penemuan awal anggrek oleh Theoprastus di Eropa dan individu-individu yang
dikenal) dan sistematika anggrek anggrek (Orchidaceae oleh Lindley), penemuan Bernard merupakan salah satu
penemuan diantara 5 penemuan pada dunia anggrek, dua orang yang lain antara
lain Prof. Lewis Knudson untuk metode perkecambahan asimbiotik dan Dr. Gavino
Rotor untuk mikropropagasi yang pertama.
Setelah
menyelesaikan wajib militernya, Bernard kembali ke Ecole Normale Superieure
dimana dia bekerja dengan Julien Constantin (Gambar. 33) dan Gaston Bonnier
(Gambar. 34) dan tinngal di rumah milik Leon Guignard (Gambar. 34). Tahun 1901 mendapatkan posisi di Universitas
Caen.
Bernard
menikah dengan Marie Louise Martin (Gambar. 36), seorang guru matematika pada 8
Agustus 1907. Bernard berumur 33 dan
Marie 29. Tanggal 30 April 1908, Marie
Louise yang sedang hamil terjatuh ketika mengendarai sepeda, dan anaknya
Francis (Gambar. 37) lahir secara premature.
Bernard merawat bayi yang mungil (1.5 kg) dengan memberinya makan yang
terdiri dari campuran malt, air dan jus lemon dan jeruk dan meletakknnya di
dalam incumator (yang mungkin merupakan salah satu peninggalan Pasteur ketika
masih bekerja).
Berikutnya
tahun 1908, Bernard menjadi Professor Botani di Poitiers. Disana dia menghasilkan sumbangan yang besar
pada botani, anggrek, kentang dan simbiosis, tetapi malangnya dia hanya punya
umur 3 tahun lagi.
Pada
tahun 1910, sepupu Bernard yaitu Joseph Magrou (1883-1951; Gambar. 38) dan
saudara dokter keluarga mendiagnosanya terkena TBC, salah satu penyakit yang
tidak dapat disembuhkan pada saat itu (Bernard meramalkan bahwa suatu saat
pasti akan ada penyembuhnya; Bernard 1911a).
Bernard dan istrinya pindah ke sebuah perkebunan di Mouroc, tidak jauh
dari Poitiers. Dia meninggal pada pukul
03:00 pada tanggal 26 Januari 1911 setelah banyak menderita dan dikebumikan di
tempat pemakaman kecil di Saint Benoit dekat Mouroc. Batu nisannya ditandai dengan tulisan
(Boullard 1985):
Noel Bernard, Professor A La Faculte des
Sciences de l’Universite de Poitiers -1874/1911
Seperti
ibunya Bernard, Marie Margaret Sabot, istrinya, Marie Louise Martin tidak menikah
lagi. Dia membesarkan Francis sebagai
ibu tunggal yang bekerja sebagai pendidik dan kepala sekolah.
Marie Louise meninggal tahun 1946.
Marie Louise meninggal tahun 1946.
Francis kemudian pada saat itu berumur 3 tahun. Akhirnya,
dia menjadi seorang mirmekologist dan ahli biologi laut. Francis Bernard meninggal tanggal 16 Juni
1990, tapi sebelumnya menulis memoir tentang bapaknya (Bernard 1990). Dia hidup bersama istrinya Michell, 2 orang
anak dan 4 orang cucu (untuk detil, lihat Yam et al. 2002).
Noel
Bernard : mikoriza dan perkecambahan anggrek
Seperti
telah diterangkan diatas, beberapa ahli tumbuhan melihat, menerangkan, dan
menggambar fungi pada bibit anggrek, akar dan rizom, tapi tidak satupun
diantara mereka menemukan peranan dan fungsinya, akan tetapi Bernard dapat mengetahuinya. Apa yang dia amati pada saat berjalan kaki
pada tanggal 3 Mei 1899 adalah merupakan bibit Neottia nidus-avis, 3 mm
(Boullard 1985) sampai panjang 5 mm (Bernard 1899) seluruhnya nampak
telah dipenuhi oleh koloni fungi (jamur) (Gambar. 39). Dia juga melihat biji berkecambah dari Neottia.
Tidak ada orang yang melaporkan pernah melihatnya sebelum dia.
Bernard
menjelaskan penemuannya dalam sebuah laporan pada tanggal 15 Mei 1899 (Bernard
1899; Boullard 1985). Dia juga
melaporkan melihat detil-detil yang telah dilihat orang lain sebelum dia dan
menyebutkan :
1. Sel-sel
parenkim yang mengandung pati
2. Jaringan
hifa pada beberapa lapisan sel
3. Sel
epidermis yang bebas fungi dan butir pati. (Boullard, 1985)
Dia juga mencatat bahwa seluruh biji yang berkecambah mengandung
fungi. Kegeniusannya muncul pada titik
ini dan dia menulis bahwa “mikoriza tidak dapat tergantikan untuk tanaman
[maksudnya adalah biji anggrek] selama proses perkecambahan [dan] Neottia nidus-avis berasosiasi dengan
fungi(nya) pada semaua tahapan perkembangan” (Bernard 1899)
Setelah melakukan penelitian lanjutan, Bernard menghasilkan beberapa detil
tambahan : “Walaupun fungi dapat hidup terpisah dari tanaman inang, anggrek itu
sendiri memebutuhkan kehadiran fungi(nya) untuk pertumbuhannya. Saya sudah menyemai biji dari banyak jenis
anggrek secara ‘aseptik’…pada kondisi seperti ini biji tersebut tidak
berkembang dengan sempurna; biji tersebut membengkak, dan kemudian mereka tetap
hijau, tetapi pertumbuhannya tetap tidak nampak. Disisi lain, jika mikroba fungi yang sesuai bersamaan dengan biji-biji
anggrek tersebut, biji tersebut cepat berkecambah, tumbuh dan membesar dengan
teratur…saya mengamati banyak tanaman anggrek muda yang telah berkecambah dalam
kondisi yang bervariasi, dan saya selalu menemukan bahwa tanaman tersebut telah
diinfeksi oleh fungi mulai dari awal kehidupannya. Anggrek tersebut, karenanya tergantung pada
fungi parasit tersebut, karena mereka tidak dapat tumbuh tanpa mereka
(mikoriza).”
Gambar. 39-45 Para ahli mikoriza. 39 akar
dan bibit Neottia nidus avis : A akar sebelum perkembangan tangkai
bunga; B biji yang
menunjukkan ujung vegetative dari
embrio (v), suspensor (s), kulit biji (u) dan bukaan pada dasar, x58.86; C biji pada awal perkecambahan yang diikuti oleh penetrasi fungi (simbol
sama seperti di B), x66.49; D
penampang bibit pada tahun pertama perkembangan menunjukkan bagian hidup
(p) dan yang mengalami degenerasi (d) pelotons dan titik dimana akar
pertama kali terbentuk (r),x40.37;
E gambar luar dari bibit yang
sedang berkembang yang menunjukkan tunas apical (b), membengkak yang
akhirnya akan membentuk protocorm (t), embryonic aksis (a) dan sisa kulit
biji (u), x5.14; F bibit
(kecambah) yang lebih berkembang (simbol seperti pada E), x4.96; G tampak depan dari kecambah pada F
menunjukkan daerah daerah pembentukan akar x7.98; H irisan akar yang menunjukkan pembengkakan (t) dan daerah
infeksi fungi pada akar, x 3.17; I Phalaenopsis,
umur 18 bulan, dihasilkan melalui metode Bernard. 40 Joseph Charlesworth, 1851-1920. 41 Gurney Wilson. 42
John Ramsbotton, 1885-1974. 43. Greenhouse Charlesworth yang berisi
botol-botol dimana biji dikecambahkan secara asimbiotik.44 Hans Edmund Nicola Burgeff,
1883-1978. 45 Ernst Stahl,
1848-1919
|
Adalah mungkin mudah bagi Bernard untuk mengatakan apa yang
dilihatnya. Akan tetapi tidak,
sebaliknya dia mempelajari fisiologi, evolusi dan implikasi simbiosis. Dia bisa saja mengatakan bahwa fungi tersebut
adalah patogen. Kemungkinan ketiga adalah menyimpulkan bahwa
fungi masuk setelah biji berkecambah, tidak sebelumnya. Kegeniusannya adalah dia tidak mencapai
kesimpulan tersebut.
Bernard mempelajari anggrek, kentang, simbiosis dan beberapa
genetika selama akhir dua tahun dari hidupnya.
Produktivitasnya sangat tinggi dan baik (Bernard 1899, 1990, 1902a, b,
c, 1903, 1904a, b, c, 1905a, b, 1906a, b, c, d, 1907, 1908, 1909a,b, 1911a, b;
untuk melihat hasil terjemahan dari karya Bernard dalam bahasa Inggris lihat
Jacquet 2007) walaupun harus merawat istri yang sakit dan anak yang lahir
premature dan kondisi kesehatan yang sedang sakit berat.
Francis Bernard mengungkapkan ayahnya sebagai orang yang jenius terlalu cepat. Dia membandingkannya sebagai Mozart untuk beberapa hal, salah satunya adalah bahwa “periode kreativitas tertinggi…[sampai]
umur sekitar 22-35” (Bernard 1990).
Menurut Francis Bernard, “kreativitas menurun setelah usia
tersebut…”Melihat kematian N Bernard yang cepat, adalah tidak mungkin
menyatakan dengan pasti hal tersebut, yaitu tentang penurunan produktivitas dan
kreativitas sejalan dengan umurnya. Pada akhir hidupnya ketika berumur 36-37, Noel
Bernard menemukan Phytoaleksin dan menemukan metode zone penghambatan (“halo”)
dalam memepelajari efek senyawa anti fungi dan anti bakteri. Ini juga memberikan gambaran bahwa dia akan
terus menjadi ilmuwan yang produktif.
Salah satu hasil penelitiannya tentang Phytoaleksin diterbitkan semasa
hidupnya (Bernard 1909b). Yang kedua
(Bernard 1911) dilengkapi dan diedit oleh mentornya Julien Constantin
(1857-1936) dan sepupunya Joseph Magrouw (1883-1951) yang meneruskan pekerjaan
Bernard (magrouw 1925, 1937, a, b; Magrouw dan Magrouw 1935; Anonymus 1951;
Mariat dan Segretain 1952).
Noel Bernard tidak merancang sebuah metode praktis untuk
perkecambahan asimbiotik dari biji anggrek, akan tetapi penelitiannya sebelum
dia meninggal mengindikasikan bahwa dia mungkin sudah melakukannya jika dia
memiliki cukup waktu (Arditti et al. 1990).
Dia memang meramalkan bahwa akan tiba masanya bahwa kebun anggrek akan
memiliki fasilitas laboratorium. Bernard
tidak menerangkan mengapa biji anggrek, terutama species yang berasal dari
daerah temperate (4 musim), memerlukan fungi untuk proses perkecambahan. Akan tetapai belam ada orang yang telah
melakukannya sampai saat ini (untuk review, lihat Arditti et al. 1990;
Rasmussen 1995; Yam et al. 2002). Francis Bernard benar dalam menyarankan bahwa
bapaknya adalah seorang genius, tetapi dia mungkin telah salah dalam mengatakan
bahwa kreatifitasnya akan menurun setelah berusia 35 tahun (untuk detil, lihat
Arditti 1984; Yam et al. 2002)
Abad ke dua puluh : langkah besar
kemajuan
Metode perkecambahan biji anggrek dikembangkan pada
pertengahan abad ke 19. Bernard
menghasilkan penemuannya pada tahun 1899.
Akan tetapi, penemuan besar yang sesungguhnya dalam hal perkecambahan
anggrek, baik dasar maupun praktis terjadi selama abad ke 20.
Applikasi penemuan Bernard
Metode Moore-Cole-Gallier-Dominy-Veitch (MCGDV) untuk
perkecambahan biji anggrek digunakan oleh penanam anggrek di Inggris segera
setelah publikasinya muncul di The Gardeners’ Chronicle pada tahun 1849
(Neumann 1844; Scheidweiler 1844; Moore 1849; Cole 1849; Gallier 1849; Anonymus
1906a, b, 1921, 1925; Black 1906; Manhardt 1906; Wilson; Grignan 1912, 1914a,b,
1916, Dennis, 1914; Bauer 1915; untuk review, lihat Arditti 1980, 1984, 1990,
1992). Dan ketersediaan metode
perkecambahan biji memungkinkan awal dimulainya hibridisasi anggrek.
Selama periode tersebut (1849-ca. 1910), biji pada umumnya disemai pada permukaan
media dalam pot. Meskipun kelihatannya
cukup sederhana, metode ini membutuhkan keahlian tertentu dari operatornya yang
mengetahui permukaan bagaimana yang kira-kira baik (Black 1906). Sesudah permukaannya dipilih, operator harus
membaliknya dan menyiram dengan seragam.
Pot-pot tersebut diletakkan pada tempat yang tidak kena cahaya matahari
langsung (Black, 1906). Dengan semua
persiapan diatas, sukses perkecambahan
biji Odontoglossum…diperoleh
dengan menanamnya pada pot yang mengandung Odontoglossum,
Cyperidium [Paphiopedilum] pada Cyperidium
[Paphiopedilum] (Black 1906). Pengecualian terjadi pada Laeliocattleya, dimana bijinya dapat
tumbuh pada sembarang kompos. Ini menun
jukkan bahwa Laleliocattleya dapat
berkecambah pada jenis fungi dari anggrek yang berbeda, akan tetapi penanam
anggrek belum mengetahuinya pada saat itu.
Metode ini mirip dengan metode yang digunakan oleh penanam anggrek dan
pemulia anggrek di Inggris, Prancis dan mungkin Belgia (Jancke 1907, 1915;
Hefka 1914; Young 1893; Anonymus 1894; Burbery 1894; wrigley 1895), akan tetapi
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa metode tersebut digunakan di tempat lain.
Metode tersebut tidak begitu efektif dan tidak pasti (Hammerschmidt 1915; untuk
review lihat Arditti 1984, 1990).
Mungkin oleh karena metode yang masih bermasalah, usaha-usaha diadakan
oleh penanam anggrek, seperti meningkatkan kadar CO2 (CO2
enrichment) (Witt 1913; Fischer 1914), sebuah metode yang jauh pada didepan
pada waktu itu.
Perkecambahan Simbiotik secara in
vitro dan komersil.
Joseph Charlesworth (1850- atau 1851-1920; Gambar. 40;
Anonymus 1920) mengoleksi tanaman di daerah Andes diantara tahun 1887 dan
1889. Mungkin ini sebabnya mengapa dia
memutuskan untuk mengkhususkan diri pada Odontoglossum,
pertama sebagai importir (pada saat itu belum ada CITES) dan selanjutnya
sebagai penyilang anggrek (hybridizer).
Program hibridisasinya nenjadi sangat luas pada tahun 1894 dan mulai
menjual tanaman di tahun 1898 (RAR 1887).
Dia mengembangkan bisnisnya dan program pemuliaannya dan pada tahun 1906
perusahannya telah menawarkan beberapa bibit untuk dijual.
Charlesworth tidak puas dengan metode perkecambahan MCGDV, dan ketika dia membaca tulisan Bernard
dia memutuskan untuk mengembangkan metode baru yang melibatkan mikoriza
(Anonymus 1922a, b). Dia menghadapi
kesulitan dan meminta bantuan Gurney Wilson (Gambar. 41). Rekomendasi Wilson adalah menghubungi
mikologis (ahli jamur) John Ramsbottom (1885-1974: Gambar. 42). Mereka berdua bertemu di eksibisi Royal
Horticultural Society dan Charlesworth berhasil mengajak Ramsbottom berkunjung
ke perusahaan Charlesworth di Hayward Heath tahun 1913.
Charlesworth dan Ramsbottom melanjutkan hubungan kerjasama
yang baik. Mereka melaksanakan
penelitian dasar dan terapan dan mengembangkan
sebuah metode perkecambahan biji secara simbiotik dan in vitro (Anonymus
1921; Ramsbottom 1922a, b, c, 1929).
Charlesworth meninggal tahun 1920 akan tetapi pada tahun 1922
perusahaannya telah memiliki banyak kultur biji in vitro di greenhouse
(Ramsbottom 1922; Gambar. 43). Katalog Charlesworth tahun 1922 telah memiliki
sebanyak 2.245 item dan “sebuah pilihan hibrid anggrek yang sangat banyak” dan
bahkan beberapa foto berwarna.
Menurut seorang penulis (mungkin Gurney Wilson) dalam Orchid Review tahun itu, deskripsinya
“sangat benar baik dalam hal nomenklatur dan detil tipografi” (Anonymus
1922c). Pada tahun 1924, Katalog Charlesworth
telah menawarkan 2.422 item (Anonymus 1924a,b).
Hal ini membuktikan kesuksesan
metode simbiotik Charlesworth-Ramsbottom untuk perkecambahan biji
anggrek. Sebagai dampaknya, penemuan tersebut
telah bermanfaat secara luas ke seluruh dunia sampai Professor Lewis Knudson
memformulasikan metode a-simbiotiknya (untuk review, lihat Arditti 1967, 1979,
1984, 1990, 1992; Yam et al. 2002). Pengembangan metode ini mungkin menjadi salah
satu alasan mengapa volume 25 (1917) dari Orchid
Review didedikasikan kepadanya.
Ramsbottom bergabung dengan British Museum tahun 1910,
menjadi Keeper of Botany dan memegang posisi tersebut sampai pensiun tahun
1950. Dia terus aktif selama 20 tahun
sesudah pensiun dari British Museum, Linnean Society, British Society of
Mycopathology, National Rose Society (UK), Royal Horticultural society, South
London Botanical Institute dan banyak organisasi lain. Dia tidak pernah kembali ke anggrek dan
ketika ditanya oleh salah satu dari kami (JA) tahun 1968 untuk mengingat
hari-harinya bersama Charlesworth, dia menulis: “Saya sedikit terkejut dan
senang…pada usia 82 saya pastilah sudah out
of touch ! Akan tetapi saya akan
sangat senang berbincang-bincang..suatu hari, mungkin enaknya di sore hari…”
Tamunya (J.A.) menerangkan bahwa pertemuannya sebagai “…menghibur dan
informatif dibalik fakta bahwa Ramsbottom baru sembuh dari stroke pada waktu
itu. Salah satu poin yang dia buat
adalah bahwa anggrek tidak pernah menjadi kepentingan utamanya dan dia bekerja
pada anggrek hanya karena hubungan kerjasamanya dengan Charlesworth.” Dia meninggal tahun 1974 [untuk detil
tambahan mengenai Joseph Charlesworth dan juga John Ramsbottom dan perbincangan
antara dia dan calon ilmuwan anggrek (J.A.), lihat Arditti 1990; Yam et al.
2002].
Hans Burgeff: Orcheomycess dan Mycelium
radicis
Dua hasil utama penelitian tentang jamur dipublikasikan tahun
1909. Salah satunya karya Noel Bernard
yang merupakan buku yang membahas tentang mikoriza, L’evolution dans la symbiose, les orchidees et leur champignons
commensaux (Bernard 1909a). Dia pada
saat itu berumur 35 tahun dengan sisa 2
tahun untuk hidup. Hasil penelitian yang
kedua adalah dissertasi dari ahli botani berusia 26 tahun dari Jerman Hans
Edmund Nikola Burgeff (1883-1976; Gambar. 44), yang berjudul Die Wurzelpilze der Orchideen, ihre Kultur
und ihr Leben in der Pflanze (Burgeff 1909). Dia tetap aktif selama lebih dari 50 tahun
dengan anggrek sebagai minat utamanya (Haber 1963; Knapp 1978) dan menulis
review, laporan penelitian dan beberapa buku tentang anggrek (Burgeff 1909,
1911, 1932, 1936, 1938, 1943, 1959). Sebelum
menjadi Professor, Burgeff bekerja dengan beberapa ahli tumbuhan Jerman pada
masanya. Mereka meliputi Peter Clausen
di Freiburg dan Berlin yang mengajari dia metode kultur fungi; Ernst Stahl
(1848-1919; Gambar. 45) yang mana dia belajar sinekologi; Wilhelm Pfeffer
(1845-1920; Gambar. 46) dimana di laboratoriumnnya dia memperoleh pengetahuan
fisiologi tumbuhan; dan Karl von Goebel (1855-1932; Gambar. 47) yang juga
memiliki minat pada anggrek. Dia juga
bekerja di Kebun Raya Bogor. Setelah pindah dari Laboratorium Goebel dia
menjadi Profesor di Halle (1920-1921), Munich (1921-1923) dan Gottingen
(1923-1925). Dia meninggalkan Gottingen
dan menjadi Direktur Botanical Institute di Universitas Wurzburg dimana dia
menjadi seorang Professor dan bekerja mengenai perkecambahan anggrek, mikoriza
dan simbiosis (Burgeff 1932). Burgeff
tinggal di Wurzburg sampai masa pensiun tahun 1952 tetapi terus melanjutkan
pekerjaannya tentang perkecambahan anggrek terestrial (Burgeff 1954) dan
konservasi.
Burgeff mengembangkan metode untuk isolasi dan kultur endofit
dan perkecambahan simbiotik biji anggrek (Burgeff 1911). Dia menyimpulkan bahwa endofit anggrek
merupakan kelompok yang terpisah dari fungi dan memberi nama Orcheomyces dan menciptakan sistem penamaan yang aneh yang menggunakan
kata Mycelium radicis (M.R.) yang diikuti oleh nama anggrek
darimana fungi tersebut diisolasi.
Sebagai contoh adalah Mycelium
radicis Thrixspermum arachnites. Pada hal, fungi pada anggrek bukanlah
bagian yang terpisah. Burgeff ternyata salah.
Dia juga percaya bahwa ada spesifikasi kuat tidaknya fungi
anggrek. Pada kasus ini dia mungkin
benar sebagian karena anggrek temperate (bagian utara dari belahan bumi utara
dan bagian selatan dari bagian bumi selatan) pada umumnya tidak berkecambah
secara asimbiotik dan mungkin membutuhkan fungi yang spesifik (untuk review,
lihat Burgeff 1936; Arditti 1979, 1992; Rasmussen 1995; Yam et al. 2002). Burgeff mencoba mengecambahkan anggrek secara
a-simbiotik tetapi dia tidak berhasil.
Dia menggunakan media B dan C Knudson setelah publikasi dan mencoba
untuk memperbaikinya (Burgeff 1936).
Dalam perjalannya ke Indonesi, Burgeff berkunjung ke Singapura dan
berkenalan dengan Prof. R. E. Holtum (1895-1990; Gambar. 48), yang kemudian
menjadi Direktur Kebun Raya Singapura, yang juga menjelaskan bagaimana
menggunakan metode Knudson (Yam 1995,
2007). Hal ini membuka jalan kepada
produksi hibrid intentional di Singapura, Spathoglottis
Primrose tahun 1932 (semua ahli anggrek dan ilmuwan anggrek percaya bahwa bunga
nasional Singapura Vanda Miss
Joaquim, yang ditemukan tahun 1893 oleh Miss Agness Joaquim adalah hibrid
natural; Yam et al. 2002; Arditti dan Hew 2007). Banyak hibrid anggrek yang di produksi di
Singapura setelah itu dengan mengecambahkan bijinya dalam botol susu merek
Magnolia (Gambar. 49) yang dijual oleh toko
grosir Cold Storage.
Gambar. 46-51 Perkecambahan
asimbiotik biji anggrek. 46 Wilhelm
Pfeffer, 1845-1920. 47 Karl van
Goebel, 1855-1932. 48 Richard Eric
Holtum, 1895-1990. 49 Botol merek
Magnolia yang digunakan untuk perkecambahan biji anggrek di Singapura. Merek
tersebut masih dimiliki dan digunakan oleh Cold Storage Grocery Company. 50 Kultur a simbiotik Lewis Knudson : A salah satu eksperimen Knudson yang
pertama: tabung reaksi dengan kultur anggrek berumur 3 bulan; B bibit Cymbidium yang dikecambahkan secara asimbiotik dalam labu
erlenmeyer x0.68; C bibit yang sudah
dewasa: Cattleya, b Laeliocattleya, x3, c bibit Cattleya 15
bulan, x0.44; D beberapa kultur
milik Knudson: Erlenmeyer mengandung beberapa bibit yang sudah disubkultur dari
botol ke kecil ke botol yang lebih besar.
Perkecambahan Asimbiotik
Bernard mencoba mengecambahkan biji Bletilla hyacinthina pada beberapa media yang ditambah dengan
salep (cairan yang terbuat dari rebusan tuber kering Orchis; Lawler 1984) dan menetapkan bahwa taraf optimal adalah 2%
(Bernard 1903, 1904a, b, 1909a; Burgeff 1959).
Tuber Orchis mengandung 16-61%
mucilage (angka ini bervariasi menurut jenis), 0.5-25% pati (yang tidak dapat
dihidrolisis atau digunakan oleh biji anggrek), 0.9-2.7% gula reduksi (banyak
diantaranya dapat digunakan mendukung perkecambahan
biji), 0.2-1.4% sukrosa ( yang menopang pertumbuhan biji anggrek) dan sedikit
kandungan nitrogen (Sezik 1967, 1984;Ernst dan Rodriguez 1984;Lawler
1984). Oleh karena itu konsentrasi 2%
salep pada medium Bernard sangat rendah untuk mencukupi kebutuhan gula pada
proses fermentasi. Bernard juga berusaha
untuk mengecambahkan biji Laelia pada
media yang merupakan kombinasi antara salep dan sukrosa. Medium ini mungkin telah mengarah kepada
perkecambahan asimbiotik, akan tetapi tidak, Bernard tidak hidup cukup lama
untuk melaksanakan eksperimen lebih jauh.
Seperti telah dijelaskan diatas, usaha-usaha Burgeff untuk
mengecambahkan biji anggrek secara asimbiotik juga gagal. Dia menjelaskan kegagalan tersebut sebagai
akibat botol kultur yang “terbuat dari gelas biasa, yang menghasilkan alkali
[yang membawa] kematian pada bibitnya akibat meningkatnya kadar alkali” (Burgeff 1959). Penjelasan ini tidak meyakinkan karena:
·
Biji anggrek diketahui berkecambah
pada botol makanan dan minuman yang bervariasi.
Botol-botol tersebut pada umumnya terbuat dari gelas biasa.
·
Biji anggrek dan bibitnya mampu
mentoleransi pH yang lebar semasa perkecambahan (Piriyakanjanakul dan
Vajrabhaya 1980)
·
Jika Burgeff sadar bahwa alkalinitas
yang terakumulasi pada medium
menyebabkan masalah, dia bisa saja mentransfer tanamannya ke media baru secara
lebih sering untuk menghindari kematian bibit tersebut.
·
Burgeff memformulasikan buffer Kalium
Fosfat (KH2PO4/K2HPO4) untuk medis
Knudson B (Burgeff 1936, 1959) dan bisa saja dia telah menggunakannya pada
media yang berlebih alkalinitasnya.
·
Dia bisa saja menggunakan botol kultur
yang terbuat dari gelas non toksik. Sebuah foto dari salah satu bukunya (Burgeff
1936) adalah labu Erlenmeyer yang bermerk Jena.
Jena bukanlah merek gelas biasa.
Satu-satunya kesimpulan yang logis dari fakta ini adalah
bahwa Burgeff tidak memformulasikan media yang baik dan sesuai dan tidak
menempatkan kulturnya pada tempat yang sesuai.
Lewis Knudson: Perkecambahan biji
Asimbiotik
Menggunakan “data dari eksperimen Bernard dan Burgeff,” Lewis
Knudsons (Gambar. 50), seorang ahli fisiologi tumbuhan Amerika berumur 38 tahun
dari Universitas Cornell menyimpulkan bahwa “…fungi tersebut mungkin…mencerna
beberapa pati, pentosan dan zat senyawa nitrogen; yang merupakan hasil
pencernaan, bersama dengan hasil sekresi dari atau hasil dekomposisi oleh fungi
mungkin merupakan penyebab terjadinya perkecambahan” dan itu “nyata bahwa
perkecambahan tidak dirangsang oleh fungi dalam embrio akan tetapi oleh produk
yang dihasilkan fungi secara eksternal pada proses pencernaan atau disekresikan
oleh fungi” (Knudson 1922a). Dengan
dasar logika ini Knudson memutuskan bahwa “perkecambahan biji anggrek mungkin
bisa dihasilkan dengan menggunakan gula tertentu (Knudson 1922a)
Anak Kapten kapal
Lewis (tanpa nama tengah) Knudson (menurut Giltner Knudson,
anak paling kecil Knudson, keluarga mereka selalu melafalkan nama tersebut
dengan K seperti pada kata Kent dan u seperti pada kata urea. Knudson, bukan Newdson) adalah anak
seorang kapten kapal berwarga negara Norwegia (yang beremigrasi ke Amerika
Serikat setelah dewasa, tinggal di Milwaukee, Wisconsins dan merupakan seorang
komandan kapal di Great Lakes) dan beristrikan seorang kelahiran Amerika. Dia lahir pada tanggal 15 Oktober 1884,
mengikuti sekolah dasar, sekolah menengah di Sekolah negri di Milwaukee dan
lulus pada tanggal 1 Juli 1904 dengan nilai rata-rata 81% (nilai B atau IP 3.0
dengan sistem sekarang, dan bukanlah merupakan nilai yang akan membawanya masuk
dalam jajaran Universitas modern di Amerika yang selektif dan bukan nilai yang
bisa mengindikasikan suatu tanda kehebatan di masa depan).
Knudson masuk ke Universitas Missouri dimana dia memperoleh
gelar B.Sc. di bidang pertanian dan lulus tanggal 30 January 1908. Dia ditunjuk sebagai asisten di bidang
Fisiologi tumbuhan di Universitas Cornell dan segera setelah itu dipromosikan
sebagai instruktur sebelum masa tugas pertamanya disana. Tiga tahun kemudian (1911) dia menerima gelar
doktor dan ditunjuk sebagai Assisten Professor pada Fisiologi Tumbuhan. Setahun kemudian dia ditunjuk sebagai Acting
Head pada departemennya dan menjadi Professor penuh pada tahun 1921. Ketika Departemen Fisiologi Tumbuhan menjadi
bagian Departemen Botani, gelar Lewis Knudson diubah menjadi Profesor Botani. Dia menjadi kepala departemen tersebut tahun
1941 dan memegang posisi tersebut sampai pensiun pada tanggal 30 Juni 1952 dan
memerintah “dengan tangan besi bersarung tangan baja” (Wedding 1990). Knudson tinggal di Ithaca sebagai Profesor
Emeritus sampai kemudian meninggal
tiba-tiba akibat serangan jantung di rumahnya ketika sedang minum pada hari
minggu sore tanggal 31 Agustus 1958.
Secara bersamaan dia adalah orang yang disukai banyak orang, ditakuti
oleh beberapa orang dan bermusuhan dengan sedikit orang dan dihormati oleh
semua (untuk detil lebih tentang hidupnya, beberapa disediakan oleh anaknya
Giltner dan orang lain yang mengenalnya, lihat Arditti 1990; Wedding 1990; Yam
et al. 2002; Giltner dan JA kenal satu sama lain).
“Lewie”: ahli fisiologi tumbuhan
Sekarang, “Lewie (sebutan bagi dirinya di belakangnya oleh
para mahasiswa di departemennya; Wedding 1990) dikenal atas pekerjaannya pada
anggrek, tetapi penelitiannya mencakup fungi (Knudson 1913a, 1913b),
metabolisme gula (Knudson 1915, 1916, 1917), tekanan osmotik (Knudson dan Ginsburg
1921), asam amino (Knudson 1933a), pertumbuhan seluruh tanaman dalam kondisi
aseptik (Knudson 1915, 1916; Knudson dan Lindstrom 1919; Knudson dan Smith
1919), kultur in vitro dari potongan sel tudung akar kira-kira 50 tahun sebelum
kultur sel berkembang (Knudson 1919), Calluna
vulgaris (Knudson 1928, 1929b, 1932, 1933c), produksi amilase oleh akar
tanaman (Knudson dan Smith 1919); Efek sinar X pada tanaman (Knudson 1933b,
1934b, 1940b, 1941c), pakis (Knudson 1933b, 1934b, 1940b, 1941a,b,c), dan kloroplas
(Knudson 1934a, b,c,d 1936).
Penelitiannya mengenai gula, kultur aseptik dan amilase yang mungkin
membawa Knudson kepada anggrek.
Knudson : “Perkecambahan anggrek
mungkin dapat dilaksanakan dengan menggunakan jenis gula tertentu”
Penggunaan salep oleh Bernard dan Burgeff demikian juga
bebrerapa jenis karbohidrat dengan urutan (pati, sukrosa, glukosa) membawa
Knudson menggunakan “gula tertentu” dalam media kulturnya (Knudson 1922a). Dia menyimpulkan secara benar bahwa salep
mengandung nutrisi yang dapat digunakan oleh biji dan bibit (Knudson 1922a,
1989; Ernst dan Rodriguez 1984; Arditti 1989; Janick 1989). Dia juga berteori bahwa fungi menghidrolisis
molekul besar dan meyebarkan
komponenenya cairannya kepada biji (Knudson 1922a).
Knudson mula-mula berusaha mengecambahkan biji Cattleya schroederae x Cattleya gigas pada
Desember 1918 pada ekstrak gambut dan
tuber canna. Dalam sebulan (January
1919) biji pada media ini membentuk protocorm.
Biji yang ditanam pada gambut
gagal tumbuh. Protocorm pada ekstrak kanna
(yang mungkin mengandung gula terlarut) menghasilkan 1-2 helai daun setelah
lima bulan (April 1919). Pada tahun
1919, dia berusaha mengecambahkan biji Cattleya
labiata x Cattleya aurea pada rebusan wortel (Daucus carota) dan bit (Beta vulgaris). Biji ini berkecambah dan bibit berkecambah
pada kedua media. Penemuan ini
meyakinkan dia bahwa biji anggrek dapat berkecambah tanpa fungi dan membawanya
kepada ekperimen lebih lanjut (Arditti 1990)
Ekperimen
berikutnya mungkin jelas dan tidak dapat dielakkan. Juga pada tahun 1919 dia menanam biji Cattleya mossiae pada larutan Pfeffer
(Tabel 1) yang diperkaya dengan gula 1%.
Biji tersebut berkecambah dan dalam tujuh bulan menghasilkan protocorm
dengan diameter 1 mm dengan 1 daun.
Tidak banyak yang terjadi dengan media tanpa gula. Ini merupakan larutan pertama Knudson. Itu mungkin merupakan larutan A yang tidak
direncanakan (Engman 1984; Arditti 1990; Yam et al. 2002)
Knudson berasumsi bahwa jika fungi menghidrolisis sukrosa,
glukosa akan menjadi salah satu produknya, dan pada 18 Juli 1919 dia meletakkan
biji Cattleya intermedia x Cattleya
lawrenceana pada media Pfeffer dan modifikasinya yang diberi label “Medium
B” (Knudson 1921, 1922a, b, 1924, 1925) yang mengandung sukrosa atau
glukosa. Knudson berangkat ke Spanyol
dan Prancis setelah memulai kulturnya dan tidak kembali kurang lebih 1 tahun
kemudian. Ketika mengamati kulturnya
pada 9 Juni 1920 dia mengamati bahwa bibit pada media yang menggunakan glukosa
dan sukrosa semuanya berkembang dengan baik (Gambar.51), akan tetapi medianya
kekeringan.
Pada ekperimen selanjutnya dengan biji Laeliocattleya, Cattleya dan
Epidendrum, Knudson menemukan bahwa
0.8% (8 gram atau 0.044 mol) glukosa/liter merupakan konsentrasi gula yang paling sesuai (Knudson
1922a). Konsentrasi gula yang paling
luas digunakan adalah pada media B dan C yaitu 2% (20 gram atau 0.058 mol) sukrosa/liter (Tabel 1). Pada
hidrolisis sempurna sukrosa sebanyak itu akan menghasilkan 0.058 mol glukosa
dan 0.058 mol fruktosa (i.e., ca. 10 gram tiap monosakarida) untuk setiap
total 0.116 mol gula atau 2.6 kali konsentrasi glukosa optimal. Akan tetapi hidrolisis pada media tidaklah
lengkap (Ernst et al. 1971; Ernst dan Arditti 1972, 1990; untuk review dan
detil selanjutnya, lihat Yam et al. 2002).
Knudson: “Chance favors the prepared mind”
Kesempatan (kutipan dari Louis Pasteur) dan nasib baik
mungkin telah ambil bagian dalam eksperimen awal Knudson. Pertama, ekperimennya mungkin akan gagal jika dia telah menggunakan biji yang tidak
mudah berkecambah. Biji yang digunakan
dalam ekperimen ini berasal dari Theodore L. Mead dari Oviedo, Florida, seorang
penanam anggrek yang terkenal pada masa itu.
Untungnya biji yang diberikan Mead merupakan jenis Cattleya dan anggrek lain yang dapat berkecambah dengan mudah
(untuk detil, lihat Arditti 1984; Yam et al.2002).
Knudson
menggunakan gula tebu (sukrosa dari tanaman tebu) dalam medium B
(Tabel.1). Gula bit juga merupakan
sukrosa tetapi berapa laporan mengindikasikan bahwa gula bit tidak bisa
mendukung perkecambahan anggrek sebaik yang dihasilkan gula tebu (untuk review,
lihat Arditti 1967, 1979; Arditti dan Ernst 1984).
Jika saja Knudson
menggunakan gula bit, dan bukan gula tebu eksperimennya mungkin kurang
berhasil. Alasan mengapa perbedaan
antara gula tebu dan gula bit sampai sekarang belum diketahui. Hal ini mungkin disebabkan oleh kehadiran
beberapa ketidakmurnian.
Wilhelm Pfeffer memasukkan dua jenis larutan mineral dalam
Fisiologi Tumbuhan (Pfeffer 1900), keduanya mengandung konsentrasi garam yang
sama yang dilarutkan dalam 7 atau 3 liter air.
Knudson merata-ratakan volume kedua air [(7+3)/2=5], melarutkan mineralnya
dalam 5 liter air (ini adalah mungkin larutan A yang tanpa label) dan
berhasil. Akan tetapi, akan tetap
berkecambah dengan baik pada larutan 3 atau 7 l larutan Pfeffer (Arditti 1990;
Tabel 1).
Knudson: dari B ke C
Knudson mengetahui bahwa media B-nya “tidak sepenuhnya
memuaskan untuk biji “ Paphiopedillum,
Vanilla, dan species dari amerika Utara yaitu Cyperidium. Dalam satu
kasus, dia menemui masalah dengan Cattleya,
Phalaeonopsis, dan Vanda. Kesimpulannya adalah kesulitan tersebut
disebabkan oleh ketidakhadiran unsur mikro.
Oleh karena itu, dia menambahkan boron, tembaga, mangan dan seng kepada
media B “tanpa ada perbaikan pada kasus Cyperidium
dan Vanila” (Knudson 1946a). Hasilnya semakin baik ketika dia menambahkan
besi dan mangan kepada media yang dia sebut larutan C (Tabel 1) yang dia sebut
“secara teoritis lebih baik daripada [larutan] B,” dan lebih unggul pada kasus Cattleya (Knudson 1946b).
Kesimpulan
Hampir 400 tahun waktu yang memisahkan antara ketika biji
anggrek pertama ditemukan dan perkembangan metode perkecambahan
asimbiotik. Klaim, klaim balasan dan
persaingan sengit setelah penemuan Knudson, akan tetapi hal tersebut diluar
cakupan review ini (untuk detil, lihat Arditti, 1984, 1990, 1992; Knudson 1927,
1929a, 1930, 1935, 1940a, 1951, 1952; Yam et al.2002). knudson juga membuat kontribusi lain kepada
anggrek dan ilmu benih (Knudson 1947, 1948, 1950). Hal yang sangat penting adalah setelah media
B dan C ditemukan, penanaman anggrek dan hibridisasi menjadi tersebar. Hibrid yang mungkin penanam anggrek terdahulu
tidak pernah bayangkan menjadi mungkin.
Contohnya adalah hibrid Phalaeonopsis
yang berwarna. Pada awal-awalnya
penanaman anggrek sampai tahun 1958-1959 (Scott dan Arditti 1959), hanya ada
hibrid Phalaeonopsis berwarna putih
dan relatif sedikit silangan intergenerik. Saat ini, Phalaeonopsis
dengan dengan corak warna sudah umum seperti multigenerik Aranda, Darwinara, Knudsonara, Lindleyyara, Mokara dan banyak lagi.
Tabel 1. Komposisi dari media
Pfeffer, Knudson B dan C, Vacin dan Went, Galambos, Schenk Hildebrand, Hoagland
dan Knop media (Arditti 1990)(mg l -1 air kecuali diindikasikan
lain)
Komponen
|
Pfeffer a
|
Knudson
|
Galambos
|
Vacin dan Went
|
Schenk dan Hildebrand
|
Hoagland
|
Knoph
|
|||
B
|
C
|
1
|
2
|
|||||||
Makro Elemen
|
||||||||||
Monoammonium
phosphate, NH4H2PO4
|
300
|
136
|
||||||||
Ammonium sulfat,
(NH4)2SO4
|
500
|
500
|
200
|
500
|
||||||
Calcium klorida,
CaCl2
|
200
|
|||||||||
Kalsium nitrat
Ca(NO3)2
|
800
|
1000
|
1000
|
1000
|
820
|
656
|
800
|
|||
Kalsium posfat Ca3(PO4)2
|
200
|
|||||||||
Magnesium sulfat,
MgSO4
|
250
|
|||||||||
Magnesium sulfat,
MgSO4.7H2Ob
|
200
|
250
|
250
|
250
|
250
|
250
|
136
|
200
|
||
Kalium klorida,
KCl
|
100
|
120
|
||||||||
Kalium nitrat, KNO3
|
200
|
525
|
2500
|
505
|
606
|
200
|
||||
Kalium posfat, KH2PO4
|
200
|
250
|
250
|
250
|
250
|
250
|
136
|
200
|
||
Besi
|
||||||||||
Ferri klorida,
FeCl3
|
8
|
|||||||||
Ferri posfat, Fe2(PO4)4c
|
50
|
|||||||||
Ferri posfat,
Fe(PO4)
|
50
|
Trace
|
||||||||
Ferro sulfat, Feso4.7H2O
|
25
|
27.85
|
||||||||
Ferri tartarat,
Fe(C4H40O6).3H2O
|
28
|
5
|
5
|
|||||||
Sodium EDTA, NaEDTA
|
37.25
|
|||||||||
Mikro Elemen
|
||||||||||
Boric acid, H3BO3
|
10
|
2.8
|
2.8
|
|||||||
Tembaga sulfat,
CuSO4.5H2O
|
0.025
|
0.08
|
0.08
|
|||||||
Mangan klorida,
MnCl2.4H2O
|
1.81
|
1.81
|
||||||||
Mangan sulfat,
MnSO4.H2O
|
7.5
|
7.5
|
||||||||
Mangan sulfat,
MnSO4.4H2O
|
25
|
|||||||||
Molybdic acid, H2MoO4.2H2O
|
0.02
|
0.02
|
||||||||
Natrium molibdat,
Na2MoO4.2H2O
|
0.15
|
|||||||||
Zinc Sulfat, ZnSO4.7H20
|
10
|
0.22
|
0.22
|
|||||||
Asam amino
|
||||||||||
Asparagind
|
500
|
|||||||||
Gula
|
||||||||||
Sukrosa
|
1%
|
2%
|
2%
|
2%
|
2%
|
|||||
“Gula”e
|
2.50%
|
|||||||||
a Pfeffer mengusulkan 2 larutan (terjemahan dalam
Bahasa Inggris oleh A. J. Ewart, 1990), dimana garam-garam dilarutkan dalam 3
atau 7 liter air. Knudson melarutkan
garam-garam dalam 5 l air
b Jumlah
hidrat air tidak disebutkan
c Rumus kimia
yang diberikan Knudson dalam laporannya pertamanya dalam bahasa Inggris
(Knudson 1922a), akan tetapi diragukan bahwa dia menggunakan garam seperti
itu. Lihat teks untuk diskusi
d Asam amino
ini tidak diketahui dapat meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan bibit,
akan tetapi Burgeff menggunakannnya dalam kultur untuk endofit
e M. Galambos
dilaporkan (Domokos 1976) menggunakan Zucker
(“gula”), mungkin sukrosa, sebagian pecah menjadi glukosa dan fruktosa selama
di otoklaf (Ernst et al. 1971)
f Seperti
yang digunakan untuk kultur planlet anggrek (Priyankanjanakul dan Vajrabhaya
1980)
g Knudson
mengunakan larutan Hoaglan dalam salah satu eksperimennya, tetapi tidak
mengindikasikannya apakah itu versi 1 atau 2.
h Larutan
Knop mendahului larutan Pfeffer, selama kurang lebih 35 tahun. Kedua larutan tersebut sangat mirip dan
larutan Knop dimasukkan dalam tabel untuk tujuan perbandingan.
Bagian II: Mikro propagasi
Abstrak Sebuah pengetahuan umum yang mengatakan bahwa Prof. Georges Morel adalah
satu-satunya penemu mikro propagasi anggrek dan dia merupakan orang yang
pertama mengkulturkan tunas pucuk anggrek di tahun 1960. Pada kenyatannya, perbanyakan anggrek secara
in vitro yang pertama sekali
dilaksanakan oleh Dr. Gavino Rotor pada tahun 1949. Hans Thomale merupakan orang yang pertama
kali mengkulturkan tunas pucuk anggrek
tahun 1956. Metode yang digunakan Morel
untuk mengkulturkan tunas pucuk telah dikembangkan oleh banyak orang sebelum
dia mengadaptasikannya terhadap anggrek.
Review ini juga melacak sejarah bebrapa teknik, senyawa/unsur tambahan,
dan keunikan-keunikan lain (media cair yang diagitasi terus menerus, air
kelapa, ekstrak pisang, sebuah paten yang
muncul sebagai klaim kosong) yang berhubungan dengan perbanyakan
anggrek. Sebuah ringkasan mengenai
sejarah hormon tumbuhan juga diberikan karena mikro propagasi tidak mungkin
terwujud tanpa phyto hormon.
Mikro propagasi anggrek : asal usul
1 Detil penting dikeluarkan dari
atau “diperhalus” pada Bab I dari buku Micropropagation of Orchids, edisi
pertama (Arditti dan Ernst 1993a) dibawah tekanan dan usaha untuk tidak
menyerang atau tidak menyenangkanorang lain dan/atau kelompok. Review selanjutnya (Arditti dan Krikorian
1996) melengkapi data-datanya dan menampaikan sejarah secara akurat. Bagian sejarah dalam edisi kedua
Micropropagation of Orchids (MO2; Arditti 2008) juga akurat. Hal ini didasarkan pada dua fakta sejarah
yang akurat (Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008). Kami berterima kasih pada Dr. A. D.
Krikorian untuk mengijinkan kami menggunakan makalah bersama untuk MO2 dan
juga perpanjangannya juga disini.
|
Hormon tumbuhan dan asal usul zat tambahan
(aditif) pada media kultur tumbuhan
Sedikit lebih dari seabad yang lalu eksistensi dari hormon
tumbuhan hanya merupakan wacana. Pada
saat ini, penggunaan senyawa ini dalam mikro propagasi merupakan hal yang
rutin.
Auxin
Ahli tumbuhan yang pertama sekali mengusulkan adanya hormon
tumbuhan adalah Gottlieb Haberlandt (1854-1945; Gambar. 30), Professor
Fisiologi Tumbuhan di Berlin. Dia
mengusulkan bahwa tabung pollen mempengaruhi pertumbuhan ovari dengan
melepaskan senyawa yang dia sebut Wuchsenzyme (“enzim pertumbuhan”). Haberlandt juga mengusulkan bahwa jika sel
vegetatif ditumbuhkan dengan kehadiran
tabung pollen “mungkin selanjutnya akan menginduksi sel vegetatif tadi
untuk membelah” (Haberlandt 1902; dalam terjemahan Bahasa Inggris oleh
Krikorian dan Berquam 1969; Arditti dan Krikorian 1996; Laimer dan Ucker 2003)
Gambar. 52-60 Para ilmuwan
tumbuhan. 52 Hans Fitting (1877-1970)
pada usia 92. 53 Kebun Raya Bogor,
Indonesia. 54 Friedrich Laibach
(1885-1967). 55 Kenneth V. Thiman
(1904-1998). 56 Frits W. Went
(1904-1990). 57 Jonannes van
Overbeek (1908-1988). 58 Albert
Blakeslee (1874-1954). 59 Ernest A.
Ball (1909-1997). 60 Georges Morel (A), Protokorm Cymbidium-nya (B) dan
planletnya (C)
Tabung pollen melepaskan sebuah senyawa yang menginduksi
fenomena pasca pollinasi dan perkembangan ovule pada anggrek. Hal ini pertama sekali ditunjukkan oleh
Professor Hans Fitting (1877-1970; Gambar.52) dalam penelitiannya tentang
sarang pollen Phalaenopsis dan
pollinasi di Kebun Raya Bogor di Indonesia (Gambar. 53) tahun 1909 (Fitting
1909a, b, 1910; untuk review, lihat Arditti 1971, 1979, 1984, 1992; Avadhani et
al. 1994; Yam et al. 2009). Fitting,
yang dianngap sebagai “Peneliti pertama yang bekerja dengan hormon dan ekstrak
aktif dalam tumbuhan” (Went dan Thimann 1937), memberi istilah Pollenhormon dan oleh karena menjadi
ilmuwan yang pertama menggunakan kata
hormon dalam hubungannya dengan tumbuhan dan menyatakan bahwa tumbuhan
menghasilkan hormon. Dia kemudian tidak
menelitinya lebih lanjut, dan seandainya dia telah melanjutkannya, dia mungkin
telah menemukan auksin.
Indikasi pertama bahwa Pollenhormon mungkin atau mengandung auksin disajikan oleh
Friedrich Laibach (1885-1967; Gambar. 54) yang melaporkan bahwa diethyl ether dapat mengektraksi bahan aktif
darinya (Laibach 1930, 1932, 1933a,b;2009)1933). Sesudah Laibach, Kenneth V. Thimann
(1904-1998, Gambar. 55) menunjukkan bahwa ekstrak ether mengandung auxin (untuk review, lihat Went dan Thimann 1937;
juga lihat Thimann 1980; Avadhani et al. 1994; Arditti dan Krikorian 1996; Yam
et al.
Frits W. Went (1926, 1928;Gambar. 56) menemukan auksin di
Utrecht, Belanda, sebelum Laibach mengekstraknya dari pollen-hormon. Went
mengerjakan penelitiannya (sebuah dissertasi Ph.D sebenarnya) sesudah Fitting
meyarankan adanya eksistensi pollen hormon [dimana Fitting tidak menyatakannya
sama denga Auksin walaupun dia sudah berumur 90-an dalam sebuah surat kepada
salah satu dari kami (JA)]. Melalui
surat dan wawancara dengan salah satu
dari kami (JA), Went mengindikasikan bahwa dia tidak membuat hubungan antara
pekerjaan Fitting dengan anggrek dan penelitiannya dengan koleoptil Avena
dan pollenhormon dan auksin
(Yam et al. 2009). Hal ini tidak mengejutkan
pada masa itu (tahun 1920-an). Auksin diidentifikasi
sebagai Indole-3-Acetic Acid (IAA) tahun 1934 (Went dan Thimann 1937; Haagen-Smith
1951) dan memungkinkan kultur jaringan terwujud (Gautheret 1935, 1937, 1983,
1985; Loo 1945a,b). Pada saat sekarang
IAA dan beberapa analognya [i.e., auksin sintetik seperti 2,4-Dichlorophenoxy Acetic
Acid (2,4-D), Napthalene Acetic Acid (NAA) dan dan Indole Butiric Acid (IBA),
sebagai contoh] adalah tidak dapat digantikan untuk kultur jaringan secara umum
dan mikropropagasi anggrek secara khusus.
Air kelapa dan sitokinin
Haberlandt menyatakan dalam laporannya bahwa “kita juga perlu
mempertimbangkan penggunaan larutan embrio” (Haberlandt 1902; Krikorian dan
Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003). E.
Hannig menguji pengaruh larutan embrio
dari Raphanus dan Cochlearia pada pertumbuhan embrionya sendiri
(Hannig 1904;Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003). Adalah dapat diterima bahwa Botanis Eropa
pada waktu itu tidak familiar dengan endosperm cair dari kelapa. Hanya, mereka yang pernah tinggal di daerah
tropis menjadi familiar dengan dengan larutan bening yang merupakan endosperm
kelapa hijau. Ini adalah air kelapa (CW),
bukan santan yang berwarna putih susu yang dihasilkan dengan cara memeras,
mengektraksi atau memarut daging buah (endosperm) kelapa yang bisa menjadi
kopra jika dikeringkan.
Seorang ahli tumbuhan Belanda yang menghabiskan waktu di
daerah tropis [Kebun Raya Bogor (Buitenzorg) Indonesia; Gambar. 53] dan menjadi
tertarik dengan air kelapa adalah Johannes van Overbeek (1908-1988; Gambar.
57). Dia dan M.E. Conklin menyarankan
penggunaannya kepada Albert Blakeslee (1874-1954; Gambar. 58) untuk kultur
embrio yang tidak matang dari Datura
stramonium. Embrionya berkembang dengan baik dengan adanya air kelapa (van
Overbeek et al. 1941, 1942) dan senyawa kompleks tambahan telah diperkenalkan
dalam kultur jaringan (van Overbeek et al. 1944; Caplin dan Stewart 1948;
Steward dan Shantz 1955; Pollard et al. 1961; Raghavan 1966; Tulecke et al.
1961, 1975; Krikorian 1975, 1982, 1988, 1955; Steward dan Krikorian 1975;
Gautheret 1985). Ernest A. Ball (Gambar.
59) adalah orang yang pertama sekali menggunakan CW untuk kultur meristem pucuk
(Ball 1946; Krikorian 1975, 1982). L.
Duhamet menggunakan air kelapa untuk nengkulturkan jaringan puru (crown gall)
(Duhamet 1950). Geoges Morel (Gambar.
60) mengkulturkan Amorphophallus rivieri,
Sauromatum guttatum, Gladiolus, Iris dan Lily dalam media yang diperkaya
dengan air kelapa (Morel 1950). Sekarang
ini, air kelapa telah dipergunakan secara luas dalam kultur jaringan dan mikro
propagasi dari banyak tanaman dan terdapat beberapa klaim prioritas yang kurang
tepat.
F. Mariat merupakan orang yang pertama menerbitkan penggunaan
air kelapa (CW; Coconut water) yang secara salah diartikan sebagai santan dan
ekstrak kopra sebagai aditif untuk media perkecambahan biji (Mariat 1951; untuk
review lihat Arditti 1967, 1977a, b, 1979, 2008; Arditti dan Ernst 1984, 1993b). Sekarang ini, CW digunakan secara luas dalam
perbanyakan anggrek (untuk review lihat Arditti 1967, 1977a,b, 1979, 2008; Arditti
dan Ernst 1984, 1993a). Tidak ada satu
kesepakatan dalam pustaka tentang alasan
penggunaannya dan efeknya. Penelitian
tentang kultur jaringan berkembang diantara tahun 1940 dan 1965, dan
usaha-usaha telah dilakukan untuk memecahkan masalah jaringan-jaringan yang
tidak dapat dikulturkan. Emplur tembakau
merupakan salah satu jaringan tersebut (Gautheret 1985; Skoog 1994). Dalam usahanya mengkulturkan jaringan emplur
tembakau, Folke Skoog (1908-2001; Gambar. 61) dan teamnya di Universitas
Wisconsin, Madison memformulasikan beberapa media dan menganalissis efek dari
bebrapa aditif (Skoog dan Miller 1957).
DNA sperma Herring yang telah disimpan dalam jangka waktu yang lama
merupakan salah satu yang mereka uji.
Periode yang cukup lama untuk menyatakan bahwa DNA tersebut digunakan
untuk eksperimen percobaan perkecambahan anggrek oleh Prof John T. Curtis
(1913-1961; Gambar 62; untuk review lihat Arditti 1967). Akan tetapi, menurut salah seorang penemu
sitokinin, Prof Carlos O. Miller (b. 1923; Gambar. 63) dalam surat menyurat
dengan salah satu dari kami (JA), Curtis dan Skoog tidak akan bersama-sama
menggunakan reagen karena hubungan yang sangat renggang. Terlepas dari mana sumber DNA-nya, hal
tersebut telah membawa kepada penemuan sitokinin yang pertama, yaitu kinetin
(Strong 1958; Miller 1961, 1967; Leopold 1964; Skoog et al. 1965; Gautheret
1985; Skoog 1994).
Dengan diketahuinya perlunya auksin dan beberapa vitamin
(Gautheret 1945) untuk kultur jaringan, penemuan sitokinin memungkinkan
pengembangan media Murashige dan Skoog (MS) oleh Toshio Murashige (b. 1930;
Gambar. 64) dan Folke Skoog (Murashige dan Skoog 1962; Smith dan Gould 1989;
Skoog 1994). Media ini digunakan secara
luas kultur beberapa jenis anggrek (untuk review lihat Arditti dan Ernsta;
Arditti 2008)
Gambar. 61-73 Peneliti
tumbuhan. 61 Folke Skoog
(1908-2001). 62 John T. Curtis
(1913-1961). 63 Carlos Miller. 64 Toshio Murashige (b. 1930). 65 Roger Gautheret (1910-1997). 66
H. Vochting. 67 Julius Sachs
(1832-1897). 68 William J. Robbins. 69 Walter Kotte (1893-1970. 70 Philip R. White (1901-1968). 71 Pierre Noubecourt (1895-1961). 72 Loo Shih Wei (Cara penulisan barat :
Shih Wei Loo; 1907-1998). 73 Theodor
Schwann (1810-1882)
Pisang
Tepung pisang pertama sekali ditambahkan kedalam medium untuk
perkecambahan anggrek di Brazil (Graeflinger 1950 seperti dikutip oleh Withner
1959 b). Penambahan pisang ke dalam
media menjadi menyebar dengan sangat cepat dengan beberapa orang mengaku sebagai
penemu dari praktek tersebut. Praktek
yang paling umum digunakan adalah menambahakan pulp dari pisang yang telah
matang kedalam media (Wither 1955; Ernst 1967; untuk review lihat Arditti 1967;
Halaman 1971, Arditti dan Ernst 1984; Yam et al. 2002). Alasan untuk penggunaan pisang tidak
diketahui. Usaha-usaha untuk menemukan
jawaban dengan mengekstraksi buah pisang dengan beberapa tahap ekstraksi tidak
menghasilkan hasil yang nyata (Arditti 1968).
Beberapa homogenat tumbuhan lain telah dievaluasi untuk mempelajari
dampaknya terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhab bibit (Arditti 1967,
1979; Ernst 1967; arditti dan Ernst 1984).
Beberapa diantara homogenat tersebut ditambahkan kedalam media untuk
menumbuhkan anggrek. Beberapa
ditambahkan pada kultur PLB atau planlet yang sedang berkembang (lihat prosedur
khusus)
Perkembangan awal
Mikro propagasi anggrek mempunyai akar dalam perkembangan
awal penelitian kultur jaringan dengan tumbuhan lain.
Kultur jaringan dan organ kultur pada
tumbuhan non anggrek
Roger J. Gautheret (1910-1997; Gambar. 65) merupakan tokoh
awal yang berpengaruh dalam sejarah kultur jaringan dari asalnya di
Prancis. Pada tahun-tahun berikutnya,
dia menjadi (bukan tanpa bias) dalam sejarah kultur jaringan. Dalam salah satu catatannya dia menulis bahwa
“perkembangan kultur jaringan tumbuhan hanya menjadi mungkin hanya oleh bebrapa
penemuan orisinil [yang]…tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi setelah
perjalanan yang panjang dan lambat, yang secara tidak sengaja dicakup oleh para
pionir” (Gautheret 1985). Menurut
pendapatnya, seorang Prancis yang memiliki bakat banyak, yaitu Henri-Louis
Duhamel du Monceau (1700-1782; Gambar. 74), seorang peneliti penyembuhan luka
pada pohon dan penulis arsitektur angkatan laut (11 volume), ilmu pengetahuan
dan seni (18 volume) dan perintis pertama dengan apa yang disebut dengan
“prasejarah” dari kultur jaringan tumbuhan (Gautheret 1985).
Pandangan Gautheret adalah gambaran pembengkakan dan
kemunculan dari tunas yang diikuti oleh pergeseran kulit kayu dan kortex dari
pohon elm (Gautheret 1985) dalam buku du Monceau La Physique des Arbres (1756) merupakan penemuan pembentukan kalus
dan sebagai pendahuluan untuk penemuan kultur jaringan tumbuhan. Akan tetapi pada tahun 1756 metode
bakteriologi belum ditemukan, asepsis belum diketahui, dan konsep kultur
jaringan belum tersebar sehingga belum ada yang mampu mengapresiasi penemuan
Duhamel (Gautheret 1985). Anggapan
seperti ini tidak begitu meyakinkan.
Pembentukan kallus oleh luka pada tanaman dewasa tidak memiliki
kemiripan terhadap kultur jaringan.
Juga, pembentukan grafting atau sambung pucuk dapat dianggap sebagai
relevan (atau tidak relevan) seperti induksi kalus oleh luka.
Gambar. 74-81 Kultur Jaringan
Tanaman. 74 Henri-Louis Duhamel du
Monceau (1700-1782). 75 Gavino Rotor
Jr. (1917-2005). 76 Kultur Rotor
dengan tangkai bunga Phalaeonopsis. 77 Lucie Meyer. 78 Hans Thomale (1919-2002). 79
Eksplan Thomale yaitu Dacttylorhiza (Orchis) maculata menghasilkan tunas dan akar in vitro. 80 Surat George Morel kepada Thomale. 81 Ralph W. Wetmore
Alasan yang lebih objektif, masuk akal dan meyakinkan dari
Gautheret adalah bahwa “sejarah kultur jaringan tumbuhan dimulai tahun
1838-1839 ketika [M. J.] Schleiden (1838)(Gambar.22) dan [T.] Schwann
(1839)[Gambar. 73]…menyatakan Teori Seluler dan mempostulasikan bahwa sel
[adalah] totipotent” (Gautheret 1983; untuk review yang sangat bagus dari
konsep totipotensi, lihat Krikorian 2005).
Schwann bahkan menyatakan bahwa “tumbuhan terdiri dari sel yang kapasitasnya
untuk tumbuh bebas dapat secara jelas didemonstrasikan…” (diterjemahkan dari
bahasa Jerman oleh Gautheret 1985). A. Trecul
tahun 1853, H Vochting (Gambar 66) tahun 1878, K. Goebel (Gambar. 47) tahun
1902, J. Sachs (1832-1897; Gambar. 67) antara tahun 1880 dan 1882, J. Wiesner
tahun 1884, dan C. Rechinger tahun 1893 memandangnya secara teoritis dan
menunjukannya sebagai sebuah eksperimen kasus.
Rechinger mengajukan sebuah teori bahwa bagian tumbuhan yang diisolasi
dapat dikulturkan secara in vitro dengan menyarankan bagian tumbuhan tersebut
mampu berkembang dalam cairan (Gautheret 1893).
Upaya-upaya pertama dalam kultur
jaringan tumbuhan
Gottlieb Friederich Johann Haberlandt (1854-;Gambar. 30),
dianggap oleh beberapa orang mengawali
fisiologis anatomi tumbuhan (physiological plant anatomy), yang pertama
berusaha menumbuhkan sel tumbuhan (Haberlandt 1902; Krikorian 1975, 1982;
Gautheret 1985; Laimer dan Ucker 2003; lihat Krikorian dan Berquam untuk essay
ilmiahnya). Pada usaha pertamanya,
Haberlandt mencoba mengkulturkan mesofil dan sel palisade dari Lanium purpureum, rambut atau duri dari
nettle, Utrica dioica, kelenjar
rambut dari Pulmonaria, sel stomata
dari Fuchsia magellanica Globosa, sel
pembuluh dari petiol eceng gondok, Eichhornia
crassipes, dan tiga species monokotil,
Tradescantia virgiana (rambut sari), Ornithogallum
umbelatum (sel stomata), dan Erythtronium
das-canis (sel stomata). Haberlandt
menggunakan larutan Knop yang dimodifikasi oleh Julius Sachs dan masih
digunakan sampai sekarang (1 g KNO3, 0.5 g CaSO4, 0.5 g
MgSO4, 5 g CaPO4, dan sedikit FeSO4 per liter)
dan menambahkan sukrosa, glukosa, gliserin, asparagin, dan peptone (kecuali
untuk gliserin, bahan-bahan lain masih digunakan) Dia menjaga kulturnya pada cahaya matahari
(cahaya matahari dan photo period di bulan April-Juni dan September-November di
Jerman) dan gelap pada 18-24oC
Haberlandt tidak berhasil dan melaporkan bahwa: “pembelahan
sel tidak pernah diamati” (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker
2003). Beberapa alasan mungkin menjadi
penyebab ketidak berhasilannya (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker
2003).
·
Sel yang dia pilih mungkin sudah tua,
terspesialisasi, tidak bersifat meristematik, dan tinggi taraf differensiasinya
·
Media kulturnya tidak mengandung
vitamin, hormon, myo inositol dan zat tambahan lain yang pada saat sekarang
diketahui dibutuhkan oleh jaringan dan sel secara in vitro. Pada masa itu, beberapa senyawa tersebut
belum ditemukan dan yang lain belum diketahui dibutuhkan
·
Menurut penulis biografinya
“Haberlandt kurang bijaksana dalam melakukan pilihan…” (Krikorian dan Berquam
1969; Laimer dan Ucker 2003) tumbuhannya.
Dia menggunakan tiga spesies monokotil yang bersifat rekalsitran. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa Haberlandt
tidak memiliki apa-apa untuk melakukan pilihan dalam pemilihan eksplan yang
akan dikulturkan.
·
“Haberlandt tidak berpikir bahwa
adalah perlu untuk mendapatkan sterilisasi yang sempurna” (Krikorian dan
Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003) dan menyatakan fakta bahwa “kultur sel
terganggu sedikit dalam perkembangannya karena kehadiran beberapa jenis bakteri
dalam larutan kultur” (terjemahan oleh Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan
Ucker 2003)
Klaim yang menyatakan bahwa kegagalan tersebut disebabkan
oleh karena mengabaikan “Hasil penelitian/pekerjaan Duhamel sebagaimana
Vochting dan Rechinger…dan ketidaktahuan[nya] akan masa lalu” (Gautheret 1985)
adalah tak berdasar, palsu dan tanpa unsur ilmiah, dan sangat kasar. Mereka sepertinya didorong oleh oleh chauvinisme daripada ilmu pengetahuan
yang baik. Haberlandt mungkin telah
gagal hampir semua eksplan termasuk yang diambil dari species Duhamel karena kultur jaringan sebuah
media yang berbeda dari yang dia gunakan dan tidak tumbuh pada media yang
terkontaminasi. Dia adalah seorang
perintis yang tidak tahu apa yang dia butuhkan.
Dan beberapa komponen media yang diketahui dibutuhkan saat ini tidak
familiar atau tidak ada pada masa itu. Adalah
sangat jelas bahwa Haberlandt tidak memiliki pengetahuan dan metode untuk
menumbuhkan batang Phalaenopsis pada
saat itu (Anonymus 1891b). Media yang
digunakan mungkin saja bisa menumbuhkan tangkai bunga Phalaenopsis, tetapi tetap saja tetap akan rusak akibat
kontaminasi.
Keberuntungan dan pemilihan jenis tumbuhan mungkin setidaknya
menghasilkan sebagian keberhasilan, tetapi tidak “mengabaikan” ide Duhamel juga
tidak membawa ke dalam keberhasilan (Krikorian 1982). Haberlandt mungkin memutuskan untuk
mengabaikan temuan Duhamel karena dia tidak menganggapnya relevan (dan memang
tidak!). Mungkin dia sudah berhasil jika
menggunakan eksplan wortel, tapi dia tidak mencobanya. Dia mengusulkan penggunaan cairan embrio dan
menggunakan cairan dari Raphanus dan Cochlearia untuk mengkulturkan embrio
(Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003). Akan tetapi “adalah sulit untuk berspekulasi
bahwa mungkin Haberlandt…telah memikirkan air kelapa sebagai sumber ‘cairan
embrio’ kalau saja kelapa sudah tersedia di Berlin” (Krikorian dan Berquam
1969; Laimer dan Ucker 2003); atau kalau saja dia telah menaruh perhatian terhadap
kelapa di Indonesia.
Beberapa orang mengikuti langkah Haberlandt dengan sukses
lebih besar. S. Simon melaporkan bahwa
eksplan poplar menghasilkan kalus, tunas dan akar (Simon 1908). Segmen benang kacang yang dikulturkan oleh H.
Winkler menemui dan mengamati pembelahan sel (Winkler 1908; Gautheret 1985).
Ide menggunakan kuncup atau ujung batang untuk perbanyakan massal secara cepat sudah
berumur 100 tahun. Pada saat itu tahun
1890, Carl Rechinger di Vienna mencoba mengkulturkan bagian akar dan batang,
serta irisan pucuk Populus nigra dan Fraxinus ornus pada pasir yang
dilembabkan dengan air keran (Rechinger 1893; Krikorian 1982; Gautheret
1983). Seperti Haberlandt, Rechinger
tidak berhasil, tetapi menyimpulkan bahwa ukuran ruas harus lebih dari 1.5 mm
untuk keberhasilan pertumbuhan. Dengan
menggunakan air kran sebagai medianya, pasir untuk menyokong eksplan, Rechinger
telah memberikan bayangan “kultur jaringan masa kini” dengan prosedur yang
melibatkan
·
Media yang terdiri dari komponen
organik seperti gula, sehingga dibutuhkan teknik aseptik
·
Sebuah eksplan
·
Agar atau gellun gum (i.e., Gelrite
atau Phytagel) sebagai agen pemadat pada media padat
Kultur batang dan ujung akar dicoba 25 tahun setelah Rechinger oleh
William J. Robbins (1890-1978; gambar. 68) di Universitas Missouri (Krikorian
1982; Gautheret 1983). Dia memotong akar
dan ujung batang dari bibit steril kacang, jagung dan kapas, dan mencoba
mengkulturkannya dalam gelap pada media Pfeffer yang mengandung glukosa atau
fruktosa dan yang tidak mengandung glukosa dan fruktosa (Knop 1884; Pfeffer
1900; White 1943; Krikorian 1975, 1982; Murashige 1978; Arditti 1977a, b, 1992;
Arditti dan Krikorian 1996; lihat Arditti et al. 1982 untuk komposisi media
ini). Eksplan kapas tidak tumbuh, tapi
eksplan dari jagung dan kacang tumbuh normal (Robbins 1922a, b). Akhirnya, eksplan kapas menghasilkan akar
akan tetapi mengalami klorosis dan menunjukkan karakter yang “biasanya tumbuh
di tempat gelap.” Robbins dan rekannya
sukses dalam menumbuhkan kultur ujung akar mereka selama hampir 4.5 bulan
(Robbins 1923, 1924).
Walter Kotte (1893-1970; Gambar. 69) mengkulturkan akar
kacang (terpisah dari Robbins, tetapi pada saat yang bersamaan) pada media Knop
(Knop 1884) yang ditambahi dengan alanin, asparagin, glukosa, glisin, dan
ekstrak daging, ekstrak biji kacang, peptone dan juga mungkin vitamin, hormon
tumbuhan, dan inositol. Akarnya tumbuh,
akan tetapi tidak bisa disubkultur (Kotte 1922a, b; White 1943).
Philip R. White (1901-1968; Gambar. 70) dari Rockefeller
Institute for Medical Research di Princeton New Jersey beranggapan bahwa
meristem pucuk dan meristem interkalary “akan menjadi material yang terbaik [sebagai]
bahan eksperimen” (White 1931, 1933b).
Saat mengunjungi Institute fisiologi tumbuhan dan di Universitas Berlin
(musim dingin 1930-musim panas 1931) di mencoba mengkulkturkan ujung akar dan
‘beberapa 400 ujung akar” (White 1932a, b, 1933a) dari tumbuhan Stellaria media
dalam posisi tergantung media U+U (diformulasikan untuk kultur Volvox minor dan V. globator; Uspenski dan Uspenskaja 1925). Dia telah menggunakan media ini sebelumnya
untuk mengkulturkan ujung akar, embrio, dan eksplan lain (White 1933b). Ujung akarnya tetap hidup “selama 3
minggu…[dan] selama periode ini…telah terjadi aktivitas pembelahan sel
…pertumbuhan…differensiasi menjadi daun, batang dan organ bunga” (White
1933b). Hasilnya mengecewakan dengan
standar sekarang ini, mungkin disebabkan komposisi medianya yang tidak
mengandung ion ammonium, vitamin, atau hormon (beberapa diantaranya belum
diketahui pada masa itu, atau masih diteliti, merupakan pengetahuan baru, atau
tidak diketahui sama sekali bahwa itu dibutuhkan).
Senyawa lain yang tidak ada dalam media U+U adalah
mio-inositol yang diisolasi dari otot tahun 1850. Penggunaan inositol pada kultur jaringan
tumbuhan terjadi satu abad setelah penemuannya (Jaquiot 1951). Akan tetapi, mio-inositol dikenal sebagai
komponen efektif yang potensial setelah gula alkohol sorbitol, meso atau
mio-inositol dan scyllo inositol diidentifikasikan sebagai komponen air kelapa
dan diisolasi (Pollard et al. 1961).
Fungsi sebenarnya dalam media kultur jaringana belum diketahui (Aberg 1961; Arditti dan
Harrison 1977), akan tetapi oleh karena penambahannya tidak mengakibatkan
masalah , senyawa inositol selalu ditambahkan pada media MS dan beberapa media
lain karena hal tersebut mungkin ada manfaatnya.
Hormon dan Vitamin
Thiamin (vitamin B1), senyawa yang konsisten
ditambahkan kedalam media kultur masa kini, diisolasi dari kulit beras tahun
1910-1911, akan tetapi strukturnya diketahui pada tahun 1926. Niasin (nicotinic acid), diproduksi pertama
sekali dengan cara oksidasi nikotin tahun 1925, ditambahkan pada media kultur
hanya bebrapa decade setelah itu.
Ascorbic acid (vitamin C), diisolasi pertama sekali tahun 1928 dan
dipelajari secara lebih mendalam tahun 1933, jarang digunakan pada media kultur
jaringan. Struktur riboflavin (vitamin B2),
sebuah vitamin yang digunakan dalam beberapa media, pada mulanya diisolasi dari
telur, disebutkan pertama tahun 1935.
Biotin, ditemukan dalam kuning telur tahun 1936, juga jarang
digunakan. Pyridoxine (vitamin B6),
digunakan dalam banyak media kultur, diisolasi dari beras dan ragi tahun
1938. Panthothenic acid diisolasi dari
hati dan strukturnya digambarkan kira-kira tahun 1940. Asam folat diidentifikasi tahun 1948 setelah
dikristalkan dari hati tahun 1943 dan ragi tahun 1947 (untuk review tentang
vitamin dan anggrek, lihat Arditti dan Harrison 1977). Untuk hormon tumbuhan pada kultur jaringan,
auxin ditemukan tahun 1928 (Went 1926, 1928, 1990) dan sitokinin tahun 1955
(Miller et al. 1955a, b; Miller 1961, 1967).
Informasi bahwa vitamin dan hormon dibutuhkan oleh eksplan mulai
terakumulasi sekitar tahun 1936-1938 (untuk review, lihat White 1943; Schopfer
1949; Aberg 1961; Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti 2008).
Kultur jaringan tumbuhan monokotil
Meskipun kekurangan beberapa komponen yang diketahui dibutuhkan pada saat ini, media White
masih digunakan dan cocok untuk bebrapa jaringan tumbuhan. Meristem pucuk yang ditumbuhkan pada media
White menghasilkan tumbuhan lengkap (Segelitz 1938). Ini merupakan sukses peratma dalam kultur
jaringan tumbuhan monokotil. Hal
tersebut mendahului beberapa puluh tahun kultur jaringan monokotil yang telah
diklaim dengan tidak benar sebagai orang yang pertama sekali menemukannya
(Morel dan Wetmore 1951a; untuk review tumbuhan monokotil, lihat Swamy dan
Sivaramakhrisna 1975; Hunault 1979).
Tiga laporan yang menyatakan bahwa jaringan tumbuhan dapat
dikulturkan “untuk jangka waktu yang tidak terbatas telah dibuat secara terpisah”
dan diterbitkan dalam waktu yang berdekatan setelah kultur pertama eksplan
tumbuhan monokotil, tetapi tidak “secara simultan” sebagai mana yang disebutkan
(Gautheret 1985). Yang pertama oleh P.
R. White (31 Desember 1938), laporan Gautheret (1939), yang kedua (9 Januari
1938) dan Pierre Nobecourt (1895-1961, Gambar. 71) yang ketiga (20 Januari
1939). Laporan-laporan ini merupakan
dasar dari sukses kultur jaringan meristem pucuk.
Salah satu tanaman penting dan tua di Hawai dan Pasifik, Colocasia esculenta (taro), merupakan
tanaman monokotil kedua yang diperbanyak dengan apa yang bisa kita sebut
sebagai bentuk primitif dari mikropropagasi.
Pucuk dorman “ada diketiak daun pada permukaan umbi talas” dikulturkan
sebagai usaha untuk mempercepat perbanyakan tanaman tersebut (Kikuta dan Paris
1941). Irisan, 2-5 cm dan tunas
“masing-masing kurang lebih 1 cm3 “menghasilkan tanaman baru ketika
ditumbuhkan pada tanah yang disterilkan.
Oleh karena itu prosedur ini (Kikuta dan Paris 1941) adalah mirip dengan
metode mikro propagasi sekarang meskipun kelihatan kasar dilihat dari standar
sekarang. Metode ini hanya diterangkan
dalam review (Arditti dan Staruss 1979; Arditti dan Ernst 1993a; Krikorian 1994
menjelaskannya melawan Gautheret 1982, 1983, 1985 yang tidak menyebutkannya) Taro pertama sekali dikulturkan secara teknik
modern 31 tahun kemudian (Mapes dan Cable 1972; untuk review, lihat Arditti dan
Staruss 1979; Krikorian 1994).
Rye (sejenis gandum), tanaman monokotil lain, juga
dikulturkan (de Ropp 1945) sebelum kultur yang disebut sebagai pertama kali
(Morel dan Wetmore 1951a). Ujung batang
(sesungguhnya plumula) dari irisan embrio dikulturkan pada media White yang
mengandung 2% (w/v) sukrosa.
Kultur pucuk batang (shoot tip)
Shih-Wei Loo (Loo Shih Wei, gaya Cina; 1907-1998; Gambar. 72)
datang ke Amerika menjadi mahasiswa di Caltech (California Institute of
Technology). Dia mendapatkan Ph.D. tahun
1943, hanya setelah 2 tahun menjadi mahasiswa.
Tahun 1945, dia menjadi peneliti di departemen botani di Columbia
University New York. Setelah 1 tahun dia
pindah ke Depertemen Kimia dan bekerja disana sampai tahun 1947 ketika dia
kembali ke Cina dan menjadi Profesor Botani di Universitas Beijing. Tahun 1953, Loo menerima posisi di bagian
Institut Fisiologi Tumbuhan di Shanghai.
Dia tetap disana sampai akhir hidupnya.
Loo sangat menderita dan lebih dari yang dialami orang lain semasa
Revolusi Kebudayaan, teatapi dia kembali ke laboratorium setelah kekacauan masa
itu. Dia melanjutkan penelitiannya dan
membimbing mahasiswa sampai akhir hidupnya (Loo 1978; Arditti 1999)
Dissertasi doktoral Loo melibatkan kultur irisan pucuk Asparagus officinalis (Loo 1945a). Eksplannya berukuran 5-10 mm panjang. Dia menanamnya pada media yang digunakan oleh James Bonner untuk kultur akar
tomat. Beberapa eksplan Loo menghasilkan
tunas, tapi tidak satupun menghasilkan akar, mungkin karena medianya tidak
mengandung auksin. Dia menyimpulkan
dengan benar bahwa pertumbuhan irisan ujung batang memiliki “potensi yang tak
terbatas” (Loo 1945a, b). Setelah dia
pindah ke Universitas Columbia, Loo menerbitkan
laporan hasil penelitian yang kedua tentang kultur pucuk asparagus (Loo
1946a) dimana dia menunjukkan bahwa media agar-agar semi padat menunjukkan
“hasil yang sama dan bisa lebih bagus daripada media cair.” Eksplannya tetap tumbuh selama 22 bulan dalam
kultur dan melalui 35 tahapan transfer (Loo 1946a)
Prof. Loo juga mengkulturkan ujung batang benalu (Cuscutta
campestris, sebuah tanaman berbunga yang bersifat parasit). Kulturnya
gagal menghasilkan akar dan daun, tetapi berbunga secara in vitro (Loo
1946b). Hal ini mungkin merupakan
laporan yang pertama yang menunjukkan bahwa “organ bunga…dapat berkembang dari
irisan pucuk pada kultur in vitro” (Loo 1946b).
Rekan sekerja Prof. Loo di California Institute of Technology, Professor
Arthur Galston dari Universitas Yale (teman dekat Loo pada masa itu; pada
masa-masa akhir hidupnya Loo berkorespondensi dan saling berkunjung dengan
(J.A.) dia berspekulasi bahwa eksplannya
akan berhasil membentuk daun jika sejumlah hormon yang cukup ditambahkan ke
dalam media (Galston 1948). Loo tidak
melakukannya (auxin belum digunakan secara luas pada waktu itu dan sitokinin
baru ditemukan hanya pada tahun 1955),
akan tetapi dia menyimpulkan bahwa eksplan membutuhkan gula untuk pertumbuhan
in vitro. Loo juga mengkulturkan Baeria chrysostoma (Asteraceae) dan
mendapatkan tanaman berbubunga dalam botol (Loo 1946c).
Tidak ada keraguan bahwa hasil-hasil penelitian Prof. Loo
menunjukkan bahwa perkembangan kultur jaringan tumbuhan angiosperm akan lebih
cepat maju jika dia tetap tinggal di Amerika Serikat dan/atau jika kondisi di
Cina pada saat itu berbeda. Sumbangannya
yang besar pada kultur meristem pucuk dan pada akhirnya mikro propagasi sejauh
yang kelihatan hanya mendapatkan penghargaan
sekilas dalam beberapa review (Krikorian 1982; Gautheret 1983) dan
beberapa laporan penelitian (Steward dan Mapes 1971a; Koda dan Okazawa
1980). Hasil kerja Loo tidak dikenal orang
sebagai mana mestinya (Arditti dan Krikorian 1996). Adalah penting untuk dicatat bahwa de Ropp,
Loo dan Segelitz (terpisah satu dengan yang lain) adalah yang pertama dengan
nyata berhasil mengkulturkan monokotil secara in vitro, bukannya yang mengerjakan
setelah itu, lepas dari klaim yang tidak dapat di justifikasi (Morel dan
Wetmore 1951a; Gautheret 1983, 1985).
Sukses pertama kultur meristem aksilar (tip) dihasilkan oleh
Carl D. LaRue (1888-1955). Dia
mengkulturkan selada pada media mineral White yang mengandung 20 g
sukrosa (w/v) dan “hetero-auxin…1 ppm (1 bagian dalam sejuta)” (La Rue 1936). Auxin merupakan pemberian dari Frits W. Went
(Gambar. 56), sang penemu.
Ernest ‘ Ernie’ A. Ball
(1909-1997; gambar. 59) tertarik pada pucuk dan meristem apical (Ball dan Boell
1944; Ball 1946, 1972), “kapasitas untuk tumbuh dan berkembang dari sel-sel
vegetatif tumbuhan, “ “polaritas dari pucuk dan sel-sel yang berdekatan,
“hubungan antara respirasi dan perkembangan, independensi dari pucuk dari
bagian tumbuhan yang lain, pembentukan jaringan yang berdekatan dengan pucuk,”
dan “totipotensi dari semua sel-sel tumbuhan yang hidup” (Ball 1946). Dia mengiris dan mengkulturkan ujung batang
dari nasturtium, Tropaeoleum majus L.
(“55 µ tinggi dan 140 µ tebal”), dan lupin. Lipinus albus L. (“81 µ tinggi dan
550 µ tebal”); bagian tersebut memiliki volume
400-430 µ3 (Ball 1946).
‘Ernie’ Ball (J.A. mengenalnya dengan
baik, merupakan teman dan mereka bekerja sama selama beberapa tahun) “tidak
membuat ketentuan untuk mencapai dan mempertahankan kondisi sasepsis,” dan
“inokulasi dilaksanakan di laboratorium, “akan tetapi kulturnya tidak menjadi
kontaminasi. Dia mengkulturkan
eksplannya pada media Robbins’ modifikasi dari ‘Larutan Pfeffer’ dengan
tambahan unsur mikro dan dalam beberapa kasus “air kelapa yang tidak
diautoklaf”. Ball memadatkan medianya
dengan agar yang dicucinya 30 kali dengan penggantian setiap 24 jam pembilasan
dengan air destilasi. Pencucian menyebabkan
warna agar-agar berubah warna dari coklat menjadi putih. Eksplannya tumbuh dengan baik [(Ball 1946)
dan juga menyatakan berulang kali dalam beberapa pembicaraan dengan salah satu
dari kami (J.A.) ketika dia masih di UCI].
Adalah penting untuk menyatakan hal ini dikarenakan (insinuasi) tuduhan
tak langsung yang disampaikan oleh Professor Georges Morel bahwa bukan begitu
ceritanya (Morel 1974). Tuduhan tidak langsung Morel adalah tidak
benar, tidak tepat, tanpa dasar, mementingkan diri sendiri, dan tidak
menghormati perintis ilmuwan tumbuhan.
Loo Shih Wei dan Ernest A. Ball berhasil mengkulturkan ujung batang
(shoot tip) sebelum Georges Morel melakukannya.
Mungkin ini sebabnya mengapa Georges Morel tidak mengutip Loo dan
melihatnya penting untuk memfitnah Ball.
Dan adalah pemilik pembibitan
Hans Thomale dan Dr Lucie Mayer, bukan Georges Morel yang pertama sekali
mengkulturkan ujung batang anggrek (Arditti dan Krikorian 1996). Morel tidak mengutip Thomale dan Mayer dalam
laporan pertamanya tentang anggrek.
Ketika dia mengutipnya (Morel 1974), komentarnya adalah menjelekkan,
mungkin untuk alasan yang sama ketika dia menjelekkan Ball dan Loo. Praktek yang memfitnah pendahulu yang telah
berhasil dan memarginalkan sulkses mereka dalam usaha untuk priorite’s
(menguntungkan diri sendiri) adalah tidak etis juga bukan merupakan sikap yang
akan membangkitkan hormat bagi siapapun yang terlibat di dalamnya.
Sejarah Awal Mikropropagasi
anggrek
Kurang lebih 120 tahun yang lalu, petani
anggrek di Inggris menempatkan tangkai
bunga Phalaenopsis pada media gambut
dan kemudian menghasilkan planlets yang tumbuh dari tunasnya (Anonymus
1891b; untuk review, lihat Arditti 1984).
Metode perbanyakan Phalaeonopsis
merupakan ‘zaman prasejarah’ atau bentuk yang paling sederhana dari mikro
propagasi karena eksplan (tunas atau bagian batang) :
·
Diambil dari tanaman dewasa
·
Diletakkan pada “media” (moss, tidak
steril), dan
·
“Dikulturkan” sampai menghasilkan
planlet atau mati
Metode yang memungkinkan perbanyakan Phalaeonopsis secara massal dan juga menunjukkan bahwa Theodor
Schwann (terkenal akibat teori selnya; 1810-1882; Gambar. 73) adalah benar
dalam menyatakan pada tahun 1939 bahwa kuncup yang diisolasi dapat “dipisahkan
dari tanaman dan terus bertumbuh: (dalam terjemahan Gautheret, 1985).
Metode perbanyakan anggrek ini tidak dilihat oleh para ahli
botani dan petani anggrek pada masa itu (dan selama hampir satu abad setelah
itu) mungkin disebabkan oleh karena
·
Kemiripan dengan stek (cutting)
walaupun sebenarnya berbeda dikarenakan tangkai bunga Phalaenopsis menghasilkan shoot yang mampu menghasilkan akar dan
tumbuh menjadi tumbuhan normal, sebagaimana pertumbuhan tanaman dari tunas, plb
(protocorm like body) dan/atau kallus in vitro)
·
Tempat diterbitkannya publikasi, yang
merupakan yang paling awal dan sekarang hilang dan jarang
·
Bahasa (Prancis), karena “jumlah
ilmuwan yang semakin bertambah…membaca tidak bahasa lain selain Inggris”
(Krikorian dan Berquam 1969)
·
Umur, karena tidak banyak ilmuwan
yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca literatur lama terlepas dari
bahasa dan kredibilitas jurnalnya.
Setidaknya seorang petani anggrek membaca artikel
tersebut. Menurut sebuah catatan singkat
(Anonymus 1891b), seorang petani bernama Perrenoud (tanpa nama depan) melihat
laporan dalam sebuah jurnal “journaux
anglais” (yang tidak dapat kami lacak), memodifikasinya dengan menempatkan
satu bagian akar Phalaenopsis dalam
wadah yang lembab dan mendapatkan tanaman darinya. Tidak ada detil lain yang tersedia. Akan tetapi,
telah diketahui bahwa akar Phalaenopsis
dapat menghasilkan tunas dan tanaman
baru (untuk review, lihat Churchill et al. 1972). Metode ini merupakan sisa peninggalan dalam
mikro propagasi dan dapat dipandang sebagai sebuah bagian dari pra sejarah
anggrek (atau semua tumbuhan) yang di mikro propagasi (Arditti dan Krikorian
1996) dan bioteknologi.
Jika metode tersebut telah diketahui dan banyak diberi
perhatian, metodenya dan penemunya (petani anggrek Inggris yang belum diketahui
siapa) bisa menjadi sebuah tanda sebagai jalan penting yang mengarah kepada
Kultur jaringan tumbuhan dan mikro propagasi.
Faktanya akan lebih jelas karena
·
Relevan sebagai “pendahuluan”
·
Berhubungan dengan kultur jaringan
·
Mirip dengan mikro propagasi
Dibandingkan dengan observasi dan tulisan yang
mengagung-agungkan (yang sepertinya kelihatan sebagai chuvinistic) dari
Seigneur du Monceau et de Vrigny, Henry-Louis Duhamel du Monceau dari Prancis
(Gautheret 1985; Gambar. 74)
Mikro propagasi anggrek yang pertama
Sejarah modern mikro propagasi anggrek (dan sebenarnya mikro
propagasi umumnya) bermula ketika sebuah :
1.
Metode baru (kultur jaringan) yang
praktis dan sederhana untuk perbanyakan vegetatif [klonal] untuk [anggrek]
dikembangkan di Universitas Cornell “ lima tahun (Rotor 1949) sebelum laporan
pertama tentang kultur pucuk anggrek diterbitkan. Media yang digunakan Rotor untuk
mengkulturkan ruas batang Phalaenopsis
adalah media Knudson C (KC), sebuah larutan yang diformulasikan oleh Lewis
Knudson (1884-1958; Gambar.50), Professor Fisioloigi Tumbuhan dari Universitas
Cornell (lihat Arditti 1990 untuk biografinya) untuk perkecambahan asimbiotik
biji anggrek. Media Knudson yang
pertama, yaitu media Knudson B (KB) merupakan modifikasi larutan Pfeffer yang
diformulasikan oleh ahli fisiologi Jerman Wilhelm Pfeffer (1845-1920; Gambar.
46). Knudson memperbaiki media KB tahun
1946 menjadi larutan C (Knudson C, KC; Knudson 1946a,b) yang menjadi media yang
berguna untuk perkecambahan anggrek.
Sekarang ini, media KC digunakan secara luas untuk perkecambahan biji
anggrek (Arditti et al. 1982) dan mikro propagasi beberapa jenis anggrek (Arditti
dan Ernst 1993a; Yam dan Arditti 2007; Arditti 2008)
2.
Seorang ahli pembibitan Jerman
menyatakan bahwa kultur pucuk dapat digunakan untuk mikro propagasi (Thomale
1956, 1957).
Gavino Rotor Jr. (1917-2005; Gambar. 75) dilahirkan di Manila
dan mendapatkan gelar B.S. pertanian dari University of the Pilippines tahun
1937. Dia datang ke Amerika Serikat
tahun 1946, mendapatkan gelar M.S. dari Universitas Cornell tahun 1947 dan
gelar Ph.D tahun 1952 dengan dissertasi respon anggrek terhadap temperatur dan
panjang hari (day length). Dalam sebuah
surat (kepada J.A.), Dr. Rotor menulis bahwa dia mendapatkan ide perbanyakan
anggrek ketika mengikuti kuliah dari Knudson tentang peranan gula dalam
pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, dia
tidak melengkapi detil bagaimana kuliah tentang gula membawanya pada ide kultur
tangkai ruas bunga anggrek Phalaenopsis. Dia
memotong tangkai bunga dalam ruas-ruas dan memasukannya kedalam media KC dan
berharap tunasnya berkembang menjadi tumbuhan lengkap. Tunas tadi menghasilkan daun dalam 14-60
hari. Dan akar terbentuk setelah
terbentuk 2-3 daun (Gambar. 76). Dari 65
tunas yang dikulturkan, hanya 7 yang gagal menghasilkan tanaman baru (Rotor
1949). Dalam suratnya, Rotor menulis
bahwa mata Knudson menjadi cerah ketika [Rotor] menunjukannya sukses mikro
propagasi yang pertama…dan memberitahunya bagaimana dia mendapatkan ide
tersebut dari kuliah Knudson (Arditti 1990)
Melaksanakan kultur tangkai bunga Phalaenopsis, tidak ada keraguan bahwa
Dr. Gavino Rotor adalah penemu bukan saja mikro propagasi anggrek tetapi juga perbanyakan
klonal tumbuhan secara in vitro (i.e., mikro propagasi). Metodenya menggunakan:
·
Media kultur yang tepat
·
Teknik aseptik
·
Eksplan
Dan dia menarik perhatian terhadap potensi metode
perbanyakannya. Dapat dikatakan bahwa
metode Rotor bukanlah mikro propagasi dalam istilah yang kita pahami sekarang
dikarenakan;
·
Eksplannya hanya menghasilkan satu
shoot per eksplan
·
Eksplannya sudah mengandung pre-eksis
tunas
·
Pembentukan kalus atau perluasan
tidak terjadi
Akan tetapi, argumen seperti itu akan membuat atau memicu
perdebatan karena produksi atau penggandaan planlet dari satu eksplan,
ketiadaan bakal tunas dan perluasan kalus bukan juga merupakan bagian definisi
dari mikro propagasi atau juga merupakan suatu kebutuhan untuk perbanyakan
klonal secara in vitro. Roger Gautheret meniadakan relevansi historis dari
penemuan Rotor ketika salah seorang dari kami (J.A.) menginformasikannya
tentang hal tersebut. Dia melakukan hal
tersebut mungkin karena usaha menghargai teman, rekan kerja, dan sebangsa, yaitu
Georges Morel (hal ini tidak mengejutkan).
Metode perbanyakan Rotor hampir tak dikenal, digunakan, atau
diapresiasi pada saat itu. Ini mungkin
dikarenakan fakta bahwa laporan itu diterbitkan dalam sebua majalah untuk
kalangangan hobbyist anggrek, American
Orchid Society Bulletin (AOSB, sekarang disebut Orchids) , yang bukan merupakan jurnal ilmiah. Pekebun anggrek yang membaca AOSB mungkin
saja tergoda oleh prosedurnya dan mungkin gagal mengapresiasi akan pentingnya
metode tersebut. Ilmuwan dan peneliti
anggrek yang telah membaca metode tersebut mungkin dapat mempraktekannya dengan
lebih baik, akan tetapi mereka mungkin tidak membaca AOSB. Meteode tersebut menjadi terlupakan. Ketika kemudian metode tersebut ditemukan,
klaim yang dimiliki bahwa Prof Georges Morel sebagai penemu pertama telah
menjadi sebua legenda.
Juga pada tahun 1940-an, Professor John T. Curtis (1913-1961;
Gambar.62) dan rekan kerjanya di Departemen Botani Universitas Wisconsin
menerangkan pembentukan titik tumbuh berganda (multiple growing points) pada
proliferasi bibit-yang diperoleh dari kallus Cymbidium dan Vanda
(Curtis dan Nichol 1948). ‘Calloid’
adalah istilah yang dibuat untuk pembengkakan yang berkembang dalam
perkecambahan asimbiotik setelah mendapatkan pengaruh dari barbiturates. Mereka juga melaporkan bahwa kumpulan
jaringan tersebut memiliki kapasitas untuk tumbuh (Curtis dan Nichol 1948),
mengapresiasi potensi yang dimiliki, dia menulis: “kemampuan praktis untuk
menghasilkan jenis klon dalam jumlah
yang tak terhingga akan merupakan sebuah hasil yang jelas dalam banyak tipe
genetik dan pekerjaan produksi tanaman.”
Perlu dicatat disini bahwa dalam laporan awal mereka, yang hampir terlupakan Hans
Thomale (Thomale 1954, 1956, 1957; Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti 2001;
Easton 2001) dan selebriti yang tak sah Geoges Morel (1960) juga tertarik pada
potensi temuan tersebut, tetapi itu mereka lakukan setelah Rotor.
Kultur Pertama anggrek yang
menggunakan shoot tip (pucuk) atau kultur aseptik kedua dari eksplan anggrek.
Pelargonium zonale
dan Siklamen, Cyclamen
persicum, ditumbuhkan oleh Lucie Mayer (Gambar. 77) pada media yang relatif
sederhana (Mayer 1956) sebelum formulasi media
dan Murashige dan Skoog. Mayer
tertarik pada pekerjaan Hans Thomale (1919-2002; Gambar. 78), seorang pemilik
nursery dari Jerman. Mayer dan Thomale
menggabungkan kekuatan untuk kultur pertama dari ruas (“Teilstucken” atau “Pflanzenteile”),
jaringan, (“Gewebe”) dan ujung dari anggrek (Thomale 1956,pp. 89-90, gambar.39;
Gambar. 79).
Hans Thomale lahir di Herne, Westphalia, Jerman, dibesarkan
di Cologne dan tinggal dan menanam anggrek di Lemgo bertahun-tahun. Dia mulai mempelajari kimia dan pengobatan
sebelum perang dunia kedua dimulai, dan dia masuk wajib militer dan
menghentikan studinya. Setelah perang,
dia menanam kentang dan menikah dengan Dr. Liselotte Kuhlman, putri dari
pemiliknya. Ketika dia mulai tertarik
pada perkecambahan anggrek, Thomale mempelajarinya sendiri dengan menggunakan
buku Prof. Hans Burgeff (1883-1976; Gambar. 44), Samenkeimung der Orchideen. Tahun 1946, dia membuat sebuah
laboratorium untuk mengecambahkan dan memperbanyak secara klonal anggrek tropis
dan species asli Jerman.
Tanggal 23 September 1956, Thomale melaporkan pada sebuah
pertemuan Deutsche Orchideen Gesselschaft (DOG; German
Orchid Society) bahwa eksplan Dactylorhiza
(Orchis) maculata (Gambar. 79) dan bebererapa anggrek tropis menghasilkan
tunas dalam botol. Thomale mengingat,
agak samar bahwa Mr Lecoufle dari perusahaan anggrek Prancis Vacherot (lihat
dibawah) hadir dalam pertemuan tersebut.
Dia juga menyertakan sebuah foto dari kultur Orchis maculata (Gambar. 79) dalam buku edisi keduanya Orchideen (Thomale 1957). Thomale segera menyadari potensi
penemuannya. Dia menulis (Arditti dan
Ernst 1993a, b; Haas-von Schmude et al. 1995):
“Perlu diketahui bahwa usaha-usaha untuk menemukan metode
perbanyakan untuk anggrek daratan Eropa, berdasarkan hasil pekerjaan Dr. L.
Mayer [Mayer 1956], melalui kultur eksplan steril dari anggrek pada media
agar-agar telah berhasil. Dan diketahui
bahwa bagian vegetative, misalnya, tangkai bunga dari Phalaeonopsis [Rotor, 1949], yang memiliki sedikitnya satu tunas
adventif [Catatan dalam Arditti dan Krikorian 1996: tunas tersebut adalah tunas
lateral pada tangkai bunga, dan tidak harus bersifat adventif, setidaknya dalam
konteks kata-kata], dapat menghasilkan shoot/tunas ketika ditanam pada media agar-agar. Akhir-akhir ini adalah mungkin mengkulturkan
jaringan yang belum terdifferensiasi pada media tertentu untuk memghasilkan
akar dan tunas dari jaringan tersebut.
Berhubung karena detil yang belum mencukupi ketika bukunya diterbitkan
[edisi kedua yang diterbitkan tahun 1957; edisi pertama diterbitkan tahun
1954], adalah mungkin untuk tumbuhan lengkap dapat dihasilkan dari jaringan
eksplan sebesar satu cm3. Ini merupakan bentuk perbanyakan vegetatif
yang potensinya tidak dapat diabaikan”[fokus lebih besar]!
Buku Thomale dan pernyataannya tentang penggunaan eksplan dan
kultur in vitro sebagai metode perbanyakan massal diterbitkan (Thomale 1957)
sebelum laporan pertama tentang kultur “meristem” Cymbidium (Morel 1960; Wimbler 1963), akan tetapi perhatian yang
terbatas diberikan padanya. Thomale bersikap secara profesional dan
etis dengan menggunakan pekerjaan Rotor sebagai referensi (Thomale 1956,
1957). Andaikata dia tidak melakukannya
Thomale dapat memberikan kesan yang salah bahwa dia adalah orang yang pertama
yang menciptakan konsep perbanyakan in vitro.
Thomale tidak menjelaskan tekniknya secara detil. Sebaliknya, dia merujuk pada prosedur yang
diciptakan Mayer. Dr. Lucie Mayer
mengambil bagian dalam usaha Thomale untuk mengkulturkan eksplan anggrek (Haas-von
Schmude et.al. 1995; pers com dari E. Lucke dan Dr.N. Haas-von Schmude,
Wettenberg, Jerman). Setelah pensiun
dari dan pindah ke Medeira, Portugal, Dr. Mayer mengingat (dalam sebuah surat
kepada salah satu dari kami, J.A.) bahwa dia dan Thomale juga mengiris dan
mengkulturkan pucuk [tunas] Cymbidium. Hasil pekerjaan Thomale tidak menjadi dikenal
karena bebrapa alasan:
·
Laporannya diterbitkan dalam bahasa
Jerman untuk penggemar anggrek yang sebagian besar hanya diketahui di Jerman
(Thomale 1956)
·
Penerbitan kedua juga di Jerman dalam
sebuah buku kecil (Thomale 1957, edisi kedua buku Thomale1954) ditulis sebagian
besar untuk hobbiest dan pengusaha anggrek komersil
·
Beberapa Ilmuwan membaca hasil kerja
Thomale. Penanam anggrek amatir yang
membaca buku tersebut mungkin akan bingung dengan tekniknya, tidak bisa
mengartikannya dan tidak pernah menggunakannya (ada sebuah paralel antara
publikasi Rotor dan Thomale).
Georges Morel (19161973; Gambar. 60) yang sebenarnya tidak
pantas, akan tetapi sering diberikan pujian sebagai seorang yang pertama sekali
mengkulturkan eksplan anggrek secara in vitro (Arditi dan Arditti 1985;
Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti dan Krikorian 1996; Easton 2001; Arditti
2001) mengetahui tentang laporan Thomale setidaknya pada awal 1965 (Gambar.
80). Akan tetapi, dia tidak mengutipnya
hampir selama 10 tahun. Ketika Morel
mengutipnya, dalam sebuah bab yang ditulis untuk Carl. L. Withner
The Orchids-Scientific Studies
(Withner 1974), terjadi 14 tahun setelah dia menjadi selebriti dalam bidang
anggrek sebagai salah satu fakta yang sudah terbangun (Morel 1974; Haas-von
Schmude et al. 1995). Pada masa itu,
Thomale hanya dikenal untuk medianya GD untuk perkecambahan biji Paphiopedilum (Thomale 1957). Bahkan ketika dia mengutip Thomale dan
menerbitkan fotonya [dengan memberi label “sesudah Thomale” yang kurang
mengindikasikan bahwa Hans Thomale menyediakan sebuah copy karena Morel
memintanya (Gambar. 80), Morel menghilangkannya dengan menambahkan pernyataan
syarat seperti berikut :
·
“Bagian dari bulb Orchis maculata, secara aseptik
ditumbuhkan pada media nutrisi, segera menghasilkan batang dan akar…” dan pada
keterangan gambar “regenerasi akar dan shoot terjadi pada sepotong eksplan
tuber dari Orchis maculata.” Kata yang digunakan (“batang dan akar”)
meminimalkan pencapaian Thomale dengan memberi kesan bahwa apa yang dihasilkan
bukan tumbuhan lengkap. Morel seharusnya
menyatakan “…yang kemudian menghasilkan tumbuhan lengkap.”
·
“[Kasus seperti ini] adalah sangat
jarang.” Tentu saja tidak! Terlepas
dari, Thomale berhak mendapatkan pujian atas prestasinya, bukan penghinaan.
Hans Thomale akhirnya diberi pengakuan yang memang dia layak
dapatkan ketika dia masih hidup dengan usaha dari empat individu yang percaya
pada kelayakan (Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti dan Krikorian 1996;
Arditti 2001). Akan tetapi, secara total
(sebenarnya tak berhak) pengakuan untuk penemuan diberikan kepada Morel. Salah satu alasan untuk ini mungkin
dikarenakan posisi Morel yang memiliki status sebagai ahli tumbuhan yang
berkelas internasional. Dan
rekan-rekannya yang banyak yang secara berulang-ulang menulis dan membicarakan
namanya merupakan alasan yang lain.
Perjalanannya yang luas dan kuliah yang sering dia berikan adalah alasan
yang ketiga karena dia menggunakannya untuk publikasi pribadi. Alasan yang ke empat adalah ahli anggrek yang
tidak mengetahui sejarah yang benar, mengidolakan hobbiis dan pengusaha anggrek
komersil yang menempatkan Morel pada batu menara sebagai satu-satunya
penemu. Perlawanan terhadap pengetahuan
baru (Gaffron 1969) dan/atau revisi terhadap fiksi yang telah terbentuk adalah
alasan ke lima. Contohnya adalah:
·
Catatan yang menandai ulang tahun
Thomale yang ke 75 (Lucke 1994) yang bahkan tidak menyebutkan penemuannya
karena pernyataan tentang hal tersebut di edit oleh editor Orchidee (Dr.
Norbert Haas-von Schmude, Wettenberg, Jerman, pers com)
·
Sebuah artikel yang menandai ulang
tahun ke 25 dari “mericloning” (Arditti dan
1985) yang “direvisi” mengikuti saran dari reviewer.
·
Bagian sejarah dalam sebuah buku
tentang mikro propagasi anggrek (Arditti dan Ernst 1993a) yang diedit dengan
ketat dalam usaha tidak menyerang orang-orang yang lebih menyukai legenda Morel
sebagai penemu tunggal.
Sekarang, sejak hasil kerja Hans Thomale dan prediksinya yang
akurat tentang mikrpropagasi telah diketahui,
sudah tidak tepat lagi menyatakan bahwa “…Georg[e] Morel yang pertama sekali menyadari menyadari
multiplikasi anggrek dengan menggunakan ujung batang (tunas/picuk) secara
kultur in vitro. Dr. (sic) Thomale
sepertinya tidak paham dengan sejarah kultur jaringan (R.J. Gautheret, Paris,
dalam sebuah surat kepada J.A.).
Patriotisme, nasionalisme dan dedikasi kepada “…late collaborator…” (Gautheret,
pers com), teman dan rekan sebangsa bukan merupakan alasan yang benar untuk
mengaabaikan fakta sejarah dan gaya Orwell (i.e., 1984) dalam membuat
sejarah. Orang yang sebenarnya tidak
menyadari sejarah kultur jaringan adalah Gautheret.
Penyakit tanaman dan ujung tunas (shoot tip)
Konsep bahwa ujung batang (stem tips),
potongan akar, dan bahkan daun dapat digunakan untuk menghasilkan klon tanaman
hortikultur telah berumur lebih dari 60 tahun (lihat Krikorian 1982; North 1953
untuk pustaka). Semasa Perang Dunia ke
II, Arthur W. Dimock (1908-1972) menerbitkan sebuah metode untuk menghasilkan
klon tanaman krisan yang bebas Verticillium
menggunakan potongan ujung batang yang diambil sepanjang 4-6 inchi (ca. 10-15
cm) yang menunjukkan sifat bebas penyakit (Dimock 1943a, b). Metode ini kemudian diperbaiki dan digunakan
untuk membebaskan tanaman dari penyakit lain (Brierly 1952; Dimock 1951b). Metode tersebut juga digunakan untuk
menghasilkan krisan yang bebas penyakit (Dimock 1943a, b, 1951b; Forsberg 1950;
Andreasen 1951; Guba 1952, Helmers 1955; Thammen et al. 1956). Bahkan adalah mungkin untuk mengatakan
bahwa mereka-mereka yang menemukan metode tersebut adalah orang-orang yang
menggunakan istilah “kultur” (Forsberg 1950) dan “mengkulturkan” (Dimock
1951a,; Guba 1952) dalam hubungan menghasilkan tumbuhan yang bebas penyakit.
Observasi bahwa ujung akar
dari akar yang terinfeksi virus dapat dibebaskan dari virus telah dilakukan 75
tahun yang lalu (White 1934a, b, 1943).
Sebelumnya, virus atau “ketidak normalan” tidak kelihatan pada ujung
batang tembakau, tomat dan Solanun
nodiflorum (Sheffiel 1933, 1942; Clinch 1932). Virus bercak layu (spotted wilt virus)
dihilangkan dari Dahlia dengan
menggunakan stek ujung batang (stem tip cutting) (Holmes 1948a, b, 1955). Metode ini juga digunakan untuk menghilangkan
bercak daun pada ubi jalar, Ipomea
batatas, yang dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh tanaman ini,
(Holmes 1956a) sebagaima dengan virus
aspermy (Holmes 1956b) dan berbagai virus lain (Brierly dan Olson 1956) pada
krisan.
Eliminasi penyakit bercak
layu pada Dahlia (Holmes 1948a, b) menggunakan stek ujung batang meninggalkan
sedikit atau tidak ada keraguan bahwa meristem pucuk (apical) adalah bebas
virus. Konfirmasi dari hal tersebut
diperoleh dari hasil penelitian dengan tembakau yang diinfeksi oleh TMV
(Tobacco Mozaic Virus), varietas Samsun (Limasset dan Cornuet 1949)
Gambar. 82-83 Virologis
tumbuhan.82 Pierre Limasset 83 Pierre Cornuet. (Catatan: gambar tersebut
diatas dimasukkan setelah proses editing terakhir pada artikel dan dimasukkan
disini walaupun kualitas fotonya kurang bagus karena hanya itulah foto yang
bisa ditemukan.
Temuan tersebut tidak konsisten dengan informasi yang ada
sekarang bahwa apical meristem tidak selalu bebas virus. Ketidak konsistenan ini adalah sebab mengapa
sulit membebaskan banyak klon dan kultivar dari virus (Kassanis 1967). Juga, bahkan jika apical meristem adalah
bebas virus adalah tidak selalu mungkin mendapatkan tumbuhan yang bebas
patogen. Dan sebenarnya “dalam industri
anggrek…Sebelum ‘mericloning’ virus anggrek merupakan masalah kecil…Akan tetapi
sekarang menjadi umum, tersebar luas dan memakan biaya” (Langhans et al. 1977)
karena kultur yang sembarangan menyebar dibanding mencegah atau menghilangkan
virus (Tousaint et al. 1984).
Infeksi virus pada jenis kentang tertentu dan kultivar Dahlia
merupakan masalah yang dihadapi bidang hortikultur di Prancis ca. 1950
(Lecoufle 1974a, b). Kultur ujung batang
menyediakan suatu metode untuk membebaskan tumbuhan tersebut dari virus dengan
pandangan apa yang telah diketahui tentang Dahlia (Holmes 1948a, b) dan
tembakau (Limasset dan Cornuet 1949). Pierre Limasset (1911-1988; Gambar. 82) dan
Pierre Cornuet (b. 1925; Gambar. 83) “menyarankan kepada koleganya Georges
Morel dan Claude Martin untuk mengkulturkan meristem pucuk dari tanaman yang
terinfeksi virus” (Gautheret 1983, 1985).
Morel dan Martin mengikuti sarannya. Usaha mereka berhasil dan dahlia bebas virus
(Morel dan Martin 1955a, b; Morel dan Muller 1964; Gautheret 1983, 1985)
merupakan tanaman yang dihasilkan dari tanaman yang terinfeksi.
“George Morel merupakan penanam anggrek amatir [yang ]
memiliki Cymbidium Alexaderi
‘Westonbirt’…Cymbidium yang paling
terkenal segala waktu di green housenya, yang sedihnya terinfeksi oleh
Cymbidium mosaic virus” (Vacherot
2000). Sukses dengan dahlia, kentang dan
tumbuhan lain (Morel dan Martin 1955b; Morel 1964a, b) membawa Morel “[untuk]
mengaplikasikan teknik yang sama seperti yang digunakan untuk kentang terhadap
Cymbidium [dan] menghasilkan protocorm [sic]” (Morel 1960; Vacherot 2000;
Gambar. 60B) dan kemudian satu tanaman (Gambar. 60C). Sebagaimana diindikasikan diatas, upaya ini
diberi penghargaan dalam berbagai kuliah dan publikasi. Satu katalog menyatakan bahwa “satu hal yang
indah terjadi pada anggrek ketika mereka mengoperasinya pada kentang yang sakit
[karena] Dr. Georges Morel, ahli botani Prancis yang terkenal, menemukan bahwa
proses meristem anggrek ketika dia sedang memikirkan bagaimana cara untuk
mencegah virus pada kentang” (Orchids Orlando 1968). Kurang lebih sama nadanya, tetapi juga
ungkapan dan pujian yang kurang akurat literatur ilmiah, hortikultur dan
majalah hobby (contohnya adalah: Bertsch 1966, 1967; Marston dan Vourairai
1967; Vacherot 1966, 1977; Boriss dan Hiibel 1968; Vanseveren dan Freson 1969;
Hahn 1970; Kukulczanka dan Sarosiek 1971; Lecoufle 1971; Lucke 1974; Allenberg
1976; Champagnat 1977; Rao 1977; Loo 1978; Murashige 1978; Goh 1983; Hetherington
1992). Versi sejarah yang benar adalah
jarang (arditti 1977a, b, 2001; Haas-von Schmude et al. 1995;Arditti dan
Krikorian 1996; Easton 2001; Yam dan Arditti 2007; Arditti 2008). Akurasi dikorbankan dengan seketika dibawah
tekanan editor (Arditti dan Arditti 1985; Lucke 1994; Dr. Norbert Haas-von
Schmude, Wettenberg, Jerman, pers com) atau dalam usaha untuk menjaga
kepentingan tertentu dan pandangannya (Arditti dan Ernst 1993a)
Kultur aseptik yang ketiga dari
eksplan anggrek
“The secret of originality is hiding
your sources”
Banyak artikel tentang mikro propagasi bermula dengan kutipan
atau setidaknya menyebutkan artikel Morel tentang kultur pucuk Cymbidium (Morel 1960). Pernyataan bahwa “aplikasi pertama [dari
mikro propagasi] yang berhubungan dengan perbanyakan anggrek (Morel 1960)”
ditemukan dari catatan sejarah oleh salah seorang penemu kultur jaringan
(Gautheret 1983, 1985). Review tersebut
sangat berpengaruh karena dibaca secara luas dan dikutip atau diulang dalam
penerbitan lanjutan. Sebagai hasilnya,
sebuah legenda menjadi mendunia (walaupun tidak benar). Ketika hal ini terjadi, kekuatan yang
menentang pengetahuan yang berusaha mempertahankan status quo dan juga
mempertahankan legenda (Gaffron 1969, 1985; Arditti 2004).
Mempertanyakan pandangan umum dapat membawa kepada interaksi
yang kurang menyenangkan (Arditti 1085; Torey 1985a, b). Tuntutan untuk merevisi dokumen menjadi
syarat untuk publikasi (Arditti dan Arditti 1985; Lucke 1994). Akan tetapi,
catatan sejarah yang ada diperiksa ulang kembali secara kritis dan fakta-fakta
ditempatkan pada perspektif yang akurat (Arditti dan Krikorian 1996). Hasil review (Arditti dan Krikorian 1996)
adalah salah satu sumber utama yang digunakan untuk penulisan bab sejarah pada
edisi kedua buku tentang mikro propagasi anggrek (Arditti 2008) sebagaimana
tulisan yang ada sekarang dan 2 tulisan yang sebelumnya (Arditti 2004; Yam dan
Arditti 2007). Malangnya, menyampaikan
catatan sejarah yang akurat dapat menciptakan kesan yang tidak akurat juga
karena [mengutip dari seorang ahli fisika Ernst Mach (1838-1916) sebagaimana
dikutip oleh ahli fisiologi tumbuhan Hans Gaffron tahun 1969; adalah hampir tak
mungkin untuk menyampaikan kebenaran secara kuat tanpa menimbulkan
ketidakadilan bagi orang lain”]. Hal
tersebut cukup nyata terjadi karena ketidak akuratan sangat besar terjadi di
dalam literatur anggrek.
Georges Morel (1916-1973; Gambar. 60), masuk di ‘l Institut
de Chemie di Paris dimana dia belajar pertanian dan patologi tumbuhan. Setelah itu dia bergabung dengan L’Institut
National de la Recherce Agronomique (INRA), Institut Penelitian Pertanian
Prancis (Gautheret 1977), dimana dia menjadi sangat berpengaruh (Vacherot 2000)
dan “chef de travaux” tahun
1941. Tahun 1943, Morel bergabung dengan
Laboratorium Gautheret (Lecoufle 1974a, b) dan bekerja disana untuk mengambil
gelar doktornya. Disamping banyak
kesulitan yang disebabkan oleh pendudukan NAZI (Paris dibebaskan tahun 1944),
Morel berhasil dalam penelitiannya.
Morel menerima gelar doktornya tahun 1948, dan berangkat ke
Amerika pada tahun yang sama dan bekerja sampai tahun 1951 dengan Professor W.
Wetmore (1892-1989; Gambar. 81) di laboratorium Biologi Universitas
Harvard. Mereka bekerja pada kultur
jaringan tanaman monokotil (Morel dan Wetmore 1951b). Setelah kembali ke Paris,
Morel ditunjuk sebagai Maitre de
recherches (tahun 1951 atau 1952) dan tahun 1956 sebagai Direktur Pusat Riset Fisiologi Tanaman Sayuran Pusat
Penelitian Agronomi Nasional, Kementrian Pertanian (Lecoufle 1974a, b).
Selain mendapatkan ketenaran dalam dunia anggrek, laporan
Morel tentang Kultur Shoot tip dari Cymbidium
(Morel 1960) kurang lebih sebagai berita dari pada sebuah laporan penelitian. Laporan tersebut kurang dari segi detil,
berupa garis besar dan menyatakan bahwa eksplannya ditanam dalam media yang
tidak ada, yang dia sebut “Knudson III.”
Kesimpulan Morel adalah “bahwa relatif mudah untuk membebaskan Cymbidium dari virus mozaik…setiap
kuncup akan menghasilkan beberapa tanaman sehingga stock/jumlah varian anggrek
yang jarang dan mahal dapat bertambah…[dan] percobaan serupa sedang dijalankan
untuk…Cattleya, Odontoglossum, dan Miltonia,
yang terkontaminasi oleh virus yang berbeda” (Morel 1960). Kontribusi yang utama adalah mengenalkan
istilah baru dalam dunia istilah anggrek yaitu, “protocorm-like body” (PLB)
untuk menggambarkan “semacam pembengkakan tuber yang mirip seperti [sebuah]
protocorm”, (Gambar. 80B) yang dihasilkan dari kultur eksplan pucuk Cymbidium
(untuk sejarah istilah “protocorm”,
lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996, Arditti 2008).
Mungkin akan sulit bagi orang lain untuk mengulangi pekerjaan
Morel karena kurang cukup detilnya.
Untuk merekonstruksi prosedurnya dan medium atau media yang digunakan
Morel adalah perlu untuk mempelajari dengan teliti hasil kerja Morel sebelumnya
termasuk laporan yang agak kurang jelas tentang kentang (Morel dan Martin
1955a) dan yang kurang sedikit terkenal “parasites
obligatoires et de tissus vegetaux” (Morel 1948) dan juga 2 laporan yang
tidak mudah ditemukan oleh pengarang Belanda, satu mengenai Iris (Baruch dan Quak 1966) dan satu
lagi tentang kentang (Quak 1961).
Sebagai tambahan, mungkin penting untuk mengasumsikan bahwa laporan
tentang kentang dan Iris adalah
relevan. Akan tetapi mengapa mangaggapnya
relevan? Bahkan jika peneliti anggreknya
dapat menemukan komposisi media kentang dan Iris,
tidak ada indikasi bahwa media tersebut sesuai untuk anggrek. Bahkan, kenyatannya media kentang sangat
berbeda jauh dengan yang digunakan untuk anggrek oleh Morel. Dan pengusaha anggrek dan penggemar anggrek
tidak dapat diharapkan untuk sampai pada pencarian pustaka seperti ini.
Dan yang menarik, Vacherot dan Lecoufle (V&L) ‘La Tuilarie’,
Boissy-Saint Leger (Seine-et-Oise), sebuah perusahaan anggrek Prancis telah
memiliki informasi yang cukup untuk memulai mikro propagasi komersil dari anggrek yang “jarang dan mahal” sebelum ada
perusahaan lain. Mereka bergerak cukup
cepat untuk mengklon anggrek Vuylstekeara Rutiland ‘Colombia” yang
mekar di bulan Desember 1965 (Vacherot 1966; Lecoufle 1967), akan tetapi
laporan terakhir menyatakan bahwa tumbuhan pertama yang mereka kulturkan adalah
“beberapa [dari] Cymbidium terbaik
mereka” (Vacherot 2000).
Sebuah laporan bahwa “…di ‘La Tuilerie’ meriklon kami yang berbunga
pertama kali [adalah]…Vuylstekeara
Rutiland ‘Colombia’…pada bulan Desember 1965…”(Lecoufle 1967) menyarankan bahwa
“merikloning” mulai di V&L sebelum atau kira-kira bersamaan waktunya dengan
Laporan penelitian Morel diterbitkan karena”…akan membutuhkan waktu yang sama
lamanya untuk menanam tanaman dari jaringan meristem dengan dari biji hibrid”
(Scully 1964).
Meriklon mungkin telah
dimulai awal 1956, yang kelihatannya seperti penundaan penerbitan Morel tahun
1960 dan laporan berikutnya (Morel 1963, 1964a, b, 1965a, b, 1970, 1971a, b, c,
1974; untuk detil sejarah yang lebih lengkap dan diskusi dan spekulasi tentang
alasan penundaan penerbitan dan kurangnya detil, lihat Arditti dan Krikorian
1996; Arditti 2008).
Kurangnya kutipan pustaka dalam laporan penelitian Morel
perlu dipertimbangkan. Loo dan Ball
(yang tekniknya dia gunakan), Limasset (Gambar. 82) dan Cornuet (lihat Gambar.
83; yang menyarankan penggunaan kultur pucuk), Rotor (peneliti pertama yang
mengklon anggrek secara in vitro), Thomale dan Mayer (yang pertama
mengkulturkan shoot tip), dan bebrapa yang lain tidak dikutip. Hal ini tidak sejalan dengan metode yang
standar oleh ilmuwan. Dua orang
pengunjung ke Laboratorium Morel pada pertengahan tahun 1960an (seorang
mahasiswa dan yang lain peneliti yang sedang studi banding) menyarankan untuk
berdiskusi dengan salah satau dari kami (J.A.) kurang lebih 25 tahun yang lalu
bahwa
·
Kurangnya kutipan pustaka bukanlah
hal yang aneh diantara peneliti Prancis, akan tetapi kami telah melihat dan membaca
banyak hasil penelitian oleh ilmuawan Prancis dengan daftar pustaka yang banyak
·
Morel tidak banyak menghabiskan
waktunya di Perpustakaan, akan tetapi dia jelas tahu akan pekerjaan Thomale
(Gambar. 80), dan banyak laporan darti laboratoriumnya yang memiliki daftar
pustaka yang cukup detil (sebagai contoh kami mengutip, i.e. Morel 1948, 1950,
1963, 1964a,b, 1970, 1971a, b, 1974; Morel dan Wetmore 1951a, b; Morel dan
Martin 1952, 1955a, b; Morel dan Muller 1964; Champagnat et al. 1966,
Champagnat et al. 1968; Champagnat dan Morel 1969, 1972; Champagnat et al.
1970; demikian juga dari mitranya, Champagnat 1965, 1971, 1977). Dia juga memberikan komentar pada salah satu
laporan kami (Churchill et al. 1971a, b) sesaat setelah diterbitkan, sebuah
fakta yang mengindikasikan bahwa dia membaca literatur tersebut.
Ketika ditanya oleh salah satu dari kami (J.A.) setelah
sebuah kuliah yang dia berikan pada World Orchid Conference di Sydney tahun
1969 mengenai kontribusi Ball pada pekerjaannya, jawaban Morel adalah kurang
enak “Ah, Ball.” Balasan yang bukan jawaban ini dan sugesti dari seseorang yang
mengenalnya bahwa Morel menyukai keutamaannya mengatakan bahwa dia tidak
mengutip apa yang seharusnya dia kutip dalam sebuah usaha untuk mengklaim
penemuan tersebut untuk dirinya sendiri.
Ada juga pandangan lain. Morel
dikatakan Professor John Torrey dari Harvard University sebagai (1)…salah
seorang perintis dalam studi kultur meristem dan juga yang memulai manfaat
praktisnya dalam perbanyakan tanaman bebas virus…tertarik dalam pertukaran
informasi pengetahuan dan penemuan [yang]’tidak mengambil paten karena saya
merasa bahwa seorang ilmuwan seharusnya tidak melakukannya…’” (Torrey 1985b),
dan (2) orang yang sangat baik dan sederhana.
Innovators
“Good artist copy; great artist
steal”
Pablo Picasso
Dalam pandangan banyak orang, hasil kerja Morel sangat
orisisinil dan sangat inovatif, tetapi analisis secara imparsial terhadap
fakta-fakta sejarah membawa pada kesimpulan yang berbeda. Tidak satupun hasil kerja Morel tentang kentang,
dahlia dan anggrek bersifat orisinil.
Media untuk kultur jaringan secara umum dan ujung batang anggrek secara
khusus telah diformulasikan (Knop 1884; Loo 1945a, b, c; Knudson 1946a, b;
Rotor 1949; Mayer 1956, Thomale 1956, 1957) sebelum Morel merancang medianya
sendiri dengan memodifikasi media yang sudah ada. Sejumlah eksplan (tunas, ruas dan shoot tip)
dari beberapa tumbuhan monokotil (Robbins 1922a, b; Segelitz 1938; Kikuta dan
Paris 1941) dan anggrek secara khusus (Rotor 1949; Thomale 1956, 1957) telah
dikulturkan sebelum morel melakukannya (Morel dan Wetmore 1951a). Beberapa metodenya telah diterbitkan sebelum
metode yang dia gunakan dipublikasikan.
Tumbuhan telah dibebaskan dari infeksi virus melalui kultur shoot tip
atau rooting sebelum Morel dengan kentang, dahlia, dan anggrek. Dan pekerjaan Morel pada kentang dan dahlia
juga berdasarkan saran dari orang lain, yaitu P. Limasset dan P. Cornuet
(Gautheret 1983, p. 402, 1985, p. 42)
Hasil kerja George Morel yang pertama yang dikenal orang adalah
produksi protocorm-like bodies (PLB) yang
dapat di subkultur. Hal ini membuat
mikro-(perbanyakan klonal massal) dengan anggrek menjadi mungkin. Morel mencapai ini dengan secara pintar
menggabungkannya dalam satu applikasi baru yang berguna. Pencapaiannya yang kedua adalah publikasi
yang dibutuhkan. Morel mendapat
penghargaan untuk secara cerdas mengaplikasikan metode yang ada dan informasi
menjadi sebuah teknologi baru. Akan
tetapi, dia seharusnya tidak diberikan penghargaan yang biasa diberikan pada
individu yang menyampaikan ide baru, mendapatkan penemuan dasar, dan menghasilkan
prinsip-prinsip baru (Easton 2001; Arditti 2001, 2004, 2008; Yam dan Arditti
2007).
Roger Gautheret, salah satu peneliti kultur jaringan awal,
menulis bahwa “Ball adalah Bapak dari Metode mikro propagasi yang sebenarnya”
(Gautheret 1985, pp. 16-17), akan tetapi argumentasi yang sama dapat juga
dibuat tentang La Rue dan Loo (La Rue 1936; Loo 1945a, b, 1946a, b, c; Ball
1946). Adalah mungkin bahwa Gautheret
menghargai Ball karena dia mendemonstrasikan bahwa adalah mungkin untuk
mengkulturkan ujung batang secra in vitro.
Akan tetapi LaRue dan Loo melakukan hal yang sama tanpa mendapat
penghargaan dari Gautheret. Ball (yang
bekerja sama dengan kami dalam masa kerjanya di UCI) mungkin tidak
mengapresiasi implikasi praktis dari hasil kerjanya, atau jika dia
menyadarinya, dia tidak menyampaikannya dalam bentuk publikasi (Ball
1950). Hal yang sama juga berlaku untuk
yang lain (La Rue 1936; Loo 1945a, b, 1946c; Krikorian 1982; Arditti dan Ernst
1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Penghargaan
Ball, La Rue dan Loo tertarik dalam ilmu dasar
tentangpertumbuhan dan perkembangan meristem.
Oleh karena itu, mereka bukan lah seperti “bapak” dari mikro propagasi,
lebih dekat sebagai “paman”. Morel juga
bukan sebagai “bapak” karena Gavino Rotor Jr. merupakan orang yang pertama
kalimemperbanyak anggrek secara klonal, atau tumbuhan lain secara in
vitro.
Hans Thomale adalah orang yang pertama kali mengkulturkan
eksplan shoot tip (tunas ujung batang) dan menarik perhatian terhadap potensi
mikro propagasi dari kultur tersebut.
Dan orang yang pertama menerbitkan laporan yang detil dari shoot tip
kultur dalam format kaporan yang scientific adalah Professor Donald Wimber
(1930-1977) dari Universitas Oregon (Wimber 1963, 1965)
Laporan pertama yang diterbitkan tentang metode kultur jaringan dari eksplan
steril dari ujung batang (shoot
tip) anggrek.
Perusahaan Anggrek Dos Pueblos (DP) di Goleta (dekat Santa
Barbara), California dimiliki oleh seorang pengusaha minyak bernama Samuel
Mosher (1893-1970; Gambar. 84).
Fasilitas tersebut digambarkan waktu itu sebagai “fasilitas terbesar di
dunia untuk pemuliaan dan pertanaman anggrek Cymbidium” (Anonymus, n.d).
Sebuah laboratorium modern yang lengkap peralatannya merupakan bagian
dari fasilitas DP. Seorang ahli
sitogenetika bernama Dr. Donald E. Wimber (1930-1997; Gambar. 85) bekerja dan
mendalami kromosom dan perkecambahan biji.
Observasi dari bibit dan tumbuhan muda membawa Wimber kepada kultur
jaringan. Usahanya yang pertama mendahului Thomale dan Morel, tetapi tidak
pernah di publikasikan. Hak tersebut
melibatkan produksi PLB dari daun muda dan irisan melintang dari shoot aksis
dari Cymbidium lowianum yang
dikulturkan pada media Vacin dan Went (surat bertanggal 13 Desember 1976 kepada
J.A.). Bagian daripada PLB ini
menghasilkan shoot ketika ditanam pada media agar.
Mosher dan manager DP, Kermit Hernlund, tidak terkesan
dikarenakan pertumbuhan yang lambat dari jaringan tersebut. Wimber mengapresiasi metode baru dalam
produksi planlet tersebut: “Saya tahu bahwa saya memiliki sesuatu, akan tetapi
agak takut bahwa semacam perubahan kromosom terjadi sehingga reproduksi yang
sama dengan tetuanya tidak sama terjadi”.
Maka, jika saja sang ahli sitogenetik pada Wimber sedikit lebih
persuasif maka sang propagator mungkin bisa menjadi orang yang mendapat
penghargaan dengan penemuan perbanyakan klonal, massal dan cepat dari anggrek”
(Arditti 2008).
Wimber menerbitkan laporan pertamanya tentang perbanyakan
klonal Cymbidium tahun 1963 (Wimber
1963). Seperti laporan Morel yang
pertama tentang kultur shoot tip dari Cymbidium,
laporan tersebut juga dipublikasikan dalam American
Orchid Society Bulletin. Akan tetapi
laporannya sangat berbeda dengan laporan Morel.
Tidak seperti Morel, Wimber menulis laporan penelitian yang mencakup
semua informasi untuk siapa saja yang ingin mengulangi pekerjaan tersebut. Laporan
lanjutan dibuat untuk melengkapi prosedur awal (Wimber 1965). Wimber juga menarik perhatian terhadap
kemungkinan perbanyakan yang terdapat pada kultur shoot tip. Hal tersebut diluar kenyataan bahwa dia
mengembangkan metodenya ketika bekerja pada kepentingan perusahaan dimana perusahaan berhak menyimpan detilnya secara
rahasia. Siapa saja dengan latihan
yang cukup dapat secara mudah mengulangi pekerjaan Wimber setelah membaca
laporannya. Karena Wimber adalah ilmuwan
sejati (bahkan tanpa adanya peer review) terhadap laporannya (Wimber 1963), daripada
dengan berita ringkas yang kurang detil
pada bulletin (Morel 1960), maka adalah masuk akal mengatakan bahwa Prof. Donald Wimber adalah orang yang
pertama sekali menerbitkan propagasi anggrek dengan menggunakan kultur shoot
tip (ujung batang).
Siapakah para pioneer?
Dr. Gavino Rotor dengan penemuannya pada tahun 1949 dapat
dilacak sampai kepada Prof. Lewis Knudson melalui pengajarannya dan media
Knudson C. Pendekatannya tidak
didasarkan pada pekerjaan sebelumnya yang mirip dan karenanya sangat
orisinil. Disisi lain, dia tidak
memotong eksplannya (i.e., dia tidak membuang tunas dari tangkai bunga) dan
hanya mendapatkan satu tanaman per eksplan.
Juga metode yang digunakan menggunakan media yang paling sederhana.
Secara kronologis, penemu yang ketiga adalah Dr. Donald
Wimber, menjadi sumber ide kultur shoot tip sebagai hasil penelitiannya sendiri
pada protocorm anggrek dan bibit. Dia dekat
dengan Rotor dalam segi keaslian ide karena pekerjaannya didasarkan pada
observasi yang dia buat sendiri.
Metodenya melibatkan eksplan (i.e., irisan ujung batang) dan
menghasilkan planlet yang banyak.
Hans Thomale (secara kronologis adalah penemu kedua) dan
Georges Morel (penemu yang ke empat dan yang terakhir) dapat dilacak ke
Haberlandt, Loo, dan Ball. Seorang
praktisi hortikultur. Thomale
mengembangkan metodenya setelah membaca artikel Dr. L. Mayer. Prosedur Morel memiliki beberapa sumber: (1)
Penelitian Ball dan Loo, (2) Media Knudson dan Knop, dan (3) saran dari
Limasset dan Cornuet. Dikarenakan
didasarkan pada pekerjaan sebelumnya, dengan cara yang sama hanya berbeda
tumbuhannya, Metode Thomale dan Morel adalah yang paling kurang orisinil.
Gambar. 84-91 Penanam anggrek
dan ilmuwan tumbuhan. 84 Samuel
Mosher (1893-1970). 85
Donald E. Wimber (1930-1997) dan salah satu kulturnya. 86 James F. Bonner (1910-1996). 87
Robert Ernst (b.1916). 88 Fredrick C.
Steward sendiri (a) dan dengan Russel C. Mott dan sebuah tanaman Cymbidium yang ditumbuhkan dari sebuah
sel (b). 89 Marion O. Mapes (1913-1981). 90 Kathryn Mears. 91 Yoneo Sagawa
Metode Rotor digunakan secara sporadis untuk sementara. Hal tersebut tidak terlalu berhasil atau
praktis dan akhirnya diabaikan dan dilupakan.
Metode Thomale nampaknya tidak pernah digunakan. Metode Wimber dan Morel adalah yang paling
praktis berguna (segera setelah publikasinya)
Rotor dan Thomale tidak pernah menerima penghargaan untuk
penemuan mereka. Hasil penelitian mereka
jarang disebutkan dalam literatur.
Wimber mendapatkan penghargaan jauh lebih kecil dari yang seharusnya.
Morel mendapatkan penghargaan yang lebih, ketenaran, dan materi yang lebih dari
yang seharusnya.
Rotor mengindikasikan dalam surat menyurat pribadi (kepada
J.A.) bahwa kurangnya pengakuan tidak terlalu mengganggunya. Thomale dan Mayer menyampaikan terima kasih
(juga dalam surat) ketika kontribusi mereka dibuat menjadi kelihatan. Wimber tidak merasa terganggu (dalam satu
diskusi dengan J.A) dengan kurangnya penghargaan. Melihat usaha Morel dalam mengejar ketenaran,
adalah dapat dikatakan bahwa dia senang dengan ke terkenalannya (untuk detil
tambahan, lihat Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Kutipan langsung berikut (Arditti 2008) adalah salah satu
pandangan tentang alokasi penghargaan untuk penemuan mikro propagasi:
1.
“Dr. Gavino Rotor Jr. untuk
mengembangkan metode perbanyakan klonal kultur jaringan (atau in vitro) pada
anggrek atau tumbuhan lain meskipun dia tidak menggunakan eksplan sebagai mana
istilah yang dgunakan sekarang. Departemen
Hortikultur Universitas Cornell dalam websitenya melaporkan bahwa dia meninggal
pada up date tanggal 12 April 2002.
2.
Hans Thomale untuk metode perbanyakan
klonal anggrek yang melibatkan tunas atau ujung eksplan, dan (2) yang memberi
saran yang jelas bahwa kultur jaringan memiliki potensi digunakan untuk
perbanyakan klonal secara massal.
3.
Prof. Donal W. Wimber untuk menjadi
orang yang pertama sekali menerbitkan laporan yang detil dan metode yang dapat
diulangi (reproducible) pada perbanyakan anggrek melalui kultur eksplan shoot
tip
4.
Dr. Georges Morel untuk: (1)
menyarankan (setelah diberi masukan oleh Limasset dan Cornuet) atas kemungkinan
bahwa kultur shoot tip dapat digunakan untuk membebaskan anggrek dari virus,
(2) membangkitkan publikasi yang berarti untuk perbanyakan klonal dan massal
melalui kultur jaringan, (3) menarik perhatian penanam anggrek komersil untuk
menggunakan metode tersebut, (4) menetapkan istilah “protocorm-like body”
5.
Perusahaan Vacherot dan Lecoufle
untuk penggunaan komersil pertama pada kultur shoot tip untuk perbanyakan
massal dan klonal (dengan atau tanpa masukan dari Dr. Georges Morel dan/atau
Dr. Walter Bertsch).
Kultur Akar
Professor Lewis knudson yang bekerja pada tannic acid (Knudson 1913a, 1913b),
sebelum menjadi tertarik pada gula (Knudson 1915, 1916), menggunakan kultur
akar aseptik untuk meneliti sekresi enzim dan metabolisme karbohidrat (Knudson
1917; Krikorian dan Berquam 1969; Krikorian 1975, 1982; Arditti 1990). Dia juga mempelajari sel tudung akar dan
mendemonstrasikan bahwa sel tudung akar gugur ketika masih hidup dan dapat
dipertahankan hidup selama bebrapa minggu dalam kultur. Akan tetapi, sel-selnya tidak membelah dan
mati (Knudson 1919; Gautheret 1985) mungkin disebabkan faktor alamiah dan
karena auksin dan sitokinin belum ditemukan dan digunakan oleh Knudson. Kultur akarnya dan penelitian tentang
metabolisme karbohidrat menyebabkan Knudson membaca literatur tentang
perkecambahan biji anggrek. Hal ini
membawanya pada biji anggrek dan penemuan metode perkecambahan asimbiotik biji
anggrek (Knudson 1921, 1922a, b)
W. J. Robbins (1890-1979) menjalani langkah yang
berbeda. Tujuannya adalah menguji
hipotesa yang diusulkan oleh Jaques Loeb tahun 1917 bahwa hormon yang
diproduksi oleh akar memiliki efek pada bintil daun dari Bryophyllum (Krikorian dan Berquam 1969). Untuk melaksanakan pengujiannya dia
memutuskan untuk membandingkan pertumbuhan irisan ujung akar dalam larutan gula
larutan garam tanpa gula (Loeb 1917; Krikorian dan Berquam 1969). Dia berpikiran bahwa pertumbuhan dalam media
yang mengandung gula “…akan menunjukkan bahwa gula adalah ‘hormon’ yang
dihasilkan oleh daun dan dibutuhkan untuk pertumbuhan akar pada bintil daun”
(Robbins 1957, dikutip oleh Krikorian dan Berquam 1969). Setelah itu dia mengembangkan suatu metode
untuk kultur jangka panjang akar jagung (Robbins 1922a, b; Krikorian dan
Berquam 1969; Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1983, 1985).
Pada waktu yang sama, W. Kotte (1893-1970), dan pada satu
waktu direktur Pfanzenschhutzamtes di Freiburg dan juga bekerja di laboratorium
Haberlandt, berhasil mengkulturkan eksplan ujung akar dari jagung dan kacang
pada media modifikasi Knop yang terdiri dari beberapa jenis glukosa, alanin,
asparagine dan ekstrak daging dari Justus Liebig (Kotte 1922a, b; Krikorian
1975, 1982; Gautheret 1983, 1985). Dia
ingin mempelajari pertumbuhan jaringan meristem karena “…jaringan meristem yang
diisolasi belum ada yang dikulturkan “ (Kotte 1922a, diterjemahkan oleh Krikorian
dan Berquam 1969).
Beberapa peneliti lain berusaha mengkulturkan ujung akar akan
tetapi hanya mendapatkan pertumbuhan yang terbatas. P. R. White adalah orang yang pertama
berhasil dengan “pertumbuhan kultur ujung akar tomat yang “tidak terbatas”
tahun 1934 (White 1934a). Dia di dukung
oleh penerima Nobel Wendell Stanley Sr. yang membutuhkan sebuah sistem study
untuk pertumbuhan dan penggandaan virus pada tumbuhan. Tiga tahun kemudian, James F. Bonner
(1910-1996; Gambar. 86) dan Robbins dan White mendemonstrasikan (secara
terpisah dan independen) akan pentingnya thiamin dan atau komponennya thiazole
dan pyrimidine dalam kultur akar (Bonner 1937; Robbins dan Bartley 1937; White
1937; Gautheret 1985). Sebuah keterangan
tambahan pada laporan ini berasal dari Frank B. Salisbury dalam sebuah biografy
tentang James Bonner dikutip disini secara penuh: “Philip White telah mengkulturkan
akar melalui bebrapa ulangan transfer dengan menambahkan ekstrak ragi kepada
sebuah media yang mengandung mineral esensial dan sukrosa sebagai sumber
energi. James berusaha mengetahui apa
yang ada pada ekstrak ragi yang dapat membantu pertumbuhan irisan akar
tomat. Dia mendapatkan beberapa vitamin
B1 (Thiamin), yang baru saja disintesa, dan membuat akar kacang tanah tumbuh
dengan baik, walaupun pertumbuhan melambat setelah transfer ke enam sampai ke
delapan. James sangat gembira dengan penemuannya ini, dan
menulis surat kepada Philip White untuk ‘memberi tahu kabar gembira ini’ White
tidak pernah membalas, akan tetapi dia melaksanakan eksperimen serupa dengan segera
dalam Proceeding of the National Academy
of Sciences. Tulisan James ditulis
pertama kali, akan tetapi hanya muncul kemudian dalam Science, dengan artikel yang lebih panjang dalam American Journal of Botany. Kesimpulan James: ‘Hati-hati bagaimana anda
menyampaikan kabar gembira’ “(http://www.nap.edu/readingroom/book/biomems/ibonner pdf).
Satu intrik tambahan yang berhubungan dengan hasil pekerjaan
ini adalah tuduhan bahwa teknisi Bonner mengarang hasilnya dan berhenti setelah
laporannya diterbitkan. Dia bekerja
pada sebuah perusahaan yang menjual sediaan vitamin B1 untuk hortikultur dan pekebun
menggunakan laporan penelitian Bonner sebagai bukti bahwa vitamin B1
mempercepat pertumbuhan. Ketika ditanya
tentang itu, Bonner menggunakan alasan humoris untuk tidak menjawab (salah satu
dari kami J.A., mengenal Bonner). Banyak
peneliti selanjutnya mempelajari kultur akar: H. E. Street adalah yang paling utama
diantaranya (Street 1973, 1977, 1979; Krikorian 1982; Gautheret 1983, 1985).
Penemuan yang mirip dengan penemuan Bonner pada akar tomat
dibuat pada eksperimen dengan bibit Cymbidium
di California Institure of
Technology (dimana Bonner menghabiskan seluruh karir ilmiahnya) oleh seorang
mahasiswa pada Laboratorium Prof. Frits W. Went, sang penemu auxin. Data-data mentah belum diolah selama
bertahun-tahun dalam sebuah buku , hingga Went mengunjungi Universitas
California, Irvine, dan memberi tahu (J.A.) tentang penelitian tersebut. Hasil dari perbincangan tersebut, dia (Went) mengirim buku catatan tersebut kepada
J.A. un ditambahkan utuk menginterpretasikan datanya dan menulis sebuah artikel
berdasarkan catatan tersebut (Hijner dan Arditti 1973). Went menolak dimasukkan sebagi co author
diakibatkan kebijakannya sendiri yang
tidak mau namanya ditambahkan pada karya tulis mahasiswanya. Akan tetapi dia berkeras agar J.A masuk
sebagai co author.
Laporan pertama bahwa akar anggrek dapat dikulturkan lebih
merupakan sekedar teori daripada penemuan dari sebuah hasil penelitian (Beechey
1970). Kami memulai sebuah penelitian
yang melibatkan kultur ujung akar Epidendrum
dan pada saat yang sama. Mary Ellen
Farrar (kemudian Churchill), seorang mahasiswa, memodifikasi sebuah medium yang
sebelumnya digunakan untuk kultur ujung akar gandum (Ojima dan Fujiwara 1962)
untuk menumbuhkan akar tersebut. Akar
tersebut memanjang, menjadi lebih kurus, tetap hidup untuk waktu yang lama,
akan tetapi kehilangan klorofil setelah 2 tahun (Churchill et al. 1972). Akar Phalaenopsis,
yang kadang-kadang menghasilkan planlet secara spontan di alam (Anonymus 1885;
Reichenbach Fil 1885; Fowlie 1987) membuktikan sulit untuk dikulturkan pada awalnya,
akan tetapi pada akhirnya tumbuh (Tanaka et al. 1976). Akar dari Neottia
nidus-avis (Champagnat 1971) dan anggrek lain (untuk review, lihat
Churchill et al. 1973) yang juga menghasilkan tunas dan/atau planlets di alam,
tampaknya belum dikulturkan. Ujung
rhizome dan akar berbagai macam anggrek telah dikulturkan selama 20 tahun
terakhir (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan selama 20 tahun
terakhir dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian
1996; Arditti 2008).
Kultur Daun
Sejumlah usaha awal untuk mengkulturkan sel tumbuhan dan
jaringan oleh Haberlandt dan yang lain dibuat dengan menggunakan eksplan
daun. Usaha ini gagal karena sel
tersebut telah berdiferensiasi (Krikorian dan Berquam 1969; Krikorian 1975,
1982; Steward dan Krikorian 1975; Gautheret 1983, 1985). Akan tetapi, usaha untuk mengkulturkan
parenkim palisade tanaman yang berdiferensiasi
berhasil (Joshi dan Ball 1968, b).
Stek daun dapat dibuat pada Restrepia sp (Webb 1981).
Akan tetapi hal ini tidak membawa kepada pengembangan kultur jaringan
dengan prosedur untuk eksplan daun.
Kecenderungan untuk daun yang muda pada protocorm untuk menghasilkan
Planlet-like bodies membawa pada
pengembangan metode mikro propagasi menggunakan kultur jaringan tangkai daun
(leaf bases) (Champagnat et al. 1970).
Sebuah klaim bahwa prosedur ini telah dikembangkan bahkan lebih awal
(Morel 1960, 1965a, b, 1966, 1970) tidak didukung oleh bukti yang tersedia (“Keine Angabe vorliegend”, yang berarti
“tidak ada pernyataan yang tersedia” dalam Zimmer 1978a, b).
Laporan yang tidak kabur dan terdokumentasi dengan baik bahwa
daun dapat menghasilkan protocorm-like bodies dihasilakan pada kultur yang
diperoleh dari shoot tip Cymbidium (Wimber
1965). Observasi yang lebih awal tahun
1955 bahwas daun embrionik dari Cymbidium
lowianum yang ditanam pada media Vacin dan Went menghasilkan plb tidak
dipublikasikan (pers com dari Prof. Donald E. Wimber; Arditti 1977a).
Ujung daun pertama sekali digunakan untuk perbanyakan anggrek
(Epidendrum dan Laeliocattleya) sebagai hasil dari usaha yang tidak berhasil untuk
mengkulturkan eksplan daun (foliar) seperti yang diambil dari kacang tanah (Joshi
dan Ball 1968a, b). Setelah eksplan
tersebut gagal tumbuh, kami berusaha mengkulturkan ujung daun dan berhasil
dengan seketika
Salah
satu kelebihan dari kultur ujung daun adalah pengambilan eksplan tidak
membahayakan tumbuhan donor. Oleh karena
itu, penanam anggrek dan orang yang memperbanyak anggrek tertarik pada metode
ini. Untuk membuat metode ini tersebar
luas, cara tersebut diterbitkan dalam berbagai jurnal dan beberapa bahasa
(Arditti et al. 1971; Churchill et al. 1971a, b, 1972; Ball et al. 1971).
Untuk
berhasil dengan metode ini, eksplan harus diambil sebelum ujung daun
berdifferensiasi penuh dan tak lagi memiliki kemampuan menghasilkan kalus. Tahapan yang paling tepat adalah ketika ujung
daun masih runcing dan belum terbentuk takik (notch). Jika ini tidak dilakukan, ekplan akan mati
ketika ditanam di media. Oleh karena
itu, metode ini membutuhkan perhatian pada detil dan tidak dapat di reproduksi
dengan mudah. Beberapa kegagalan untuk
mengulanginya membawa beberapa pertanyaan pada publikasinya. Keraguan tersebut diselesaikan dengan laporan
beberapa daun jenis anggrek yang dikulturkan dengan berhasil (untuk review,
daftar anggrek yang telah dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst
1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Batang
Kultur
potongan batang Arundina pertama
sekali dilaporkan pada Konferensi ke 5
Anggrek Dunia di Long Beach California,tahun 1966, akan tetapi hanya sedikit
informasi yang disajikan pada saat itu (Bertsch 1966; untuk review, lihat
Zimmer 1978a). Detilnya menjadi ada
dalam sebuah laporan yang melaporkan kultur benih, ujung batang, irisan batang
dari jenis anggrek ini (Mitra 1971).
Ruas Dendrobium dikulturkan
tahun 1973 (Arditti et al.; Mosich et al. 1973, 1974a, b). Potongan batang dari anggrek lain juga telah
dikulturkan (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan dan
prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996;
Arditti 2008).
Kuncup bunga, bunga, segmen bunga dan organ
reproduktif.
Irisan
ovari adalah bagian bunga yang perta dikulturkan (Ito 1960, 1961, 1966,
1967). Pada laporan yang pertama, Ito
melaporkan: kultur biji Dendrobium
yang belum matang dan bibit muda (Ito 1955).
Penelitian selanjutnya diikuti oleh kultur biji yang belum matang
(sering secara salah disebut ovules) dari Vanili (Wither 1955), Phalaenopsis (Ayers 1960), Dendrobium (Niimoto dan Sagawa 1961), Vanda (Rao dan Avadhani 1964) dan Paphiopedilum (Ernst 1982, untuk review,
lihat Withner 1959a; Arditti 1977b; Rao 1977, Zimmer 1978a, b; Czerevczenco dan
Kushnir 1986). Biji yang belum masak
dari berbagai jenis anggrek telah dikulturkan sejak iti (Yam at al. 2007). Dalam beberapa kasus, ini merupakan metode
yang disukai dalam perbanyakan seksual karena menghemat waktu. Ini bukan merupakan metode perbanyakan. Ini adalah metode perbanyakan seksual
(biji). Akan tetapi, karena hal ini
melibatkan pengelupasan isi ovary adalah mungkin bahwa bebrapa planlet yang
dihasilkan dihasilkan dari jaringan ovari dan/atau sel, jadi bukan biji.
Kuntum
bunga muda yang pertama sekali dikulturkan adalah Ascofinetia, Neostylis dan Vascostylis
(Intuwong dan Sagawa 1973). Eksplan yang
mirip yaitu Cymbidium (Kim dan Kako
1984; Shimasaki dan Uemoto 1991) Phalaeonopsis,
Phragmipedum (Fast 1980a, b), dan
berbagai anggrek lain yang menyusus (untuk review, daftar nama anggrek yang
dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan
Krikorian 1996; Arditti 2008).
Tangkai bunga (Inflorencences)
“Dalam
memberikan gelar ‘bapak’ dan penghargaan kepada peneliti untuk penemuan mikro
propagasi, seorang hakim yang mementingkan diri sendiri (Gautheret 1983, 1985)
tidak juga menyebutkan kultur tangkai bunga Phalaenopsis
dari Dr. Gavino Rotor “ (Arditti 2008).
Akan tetapi tidak ada keraguan bahwa penelitian Dr. Gavino Rotor telah
membuka jalan. Peneliti lain
mengikutinya dan mengkulturkan eksplan tangkai bunga dari beberapa jenis
anggrek (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan dan prosedurnya,
lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008)
Menggelapkan media kultur
Orang
yang pertama menggelapkan media perkecambahan anggrek adalah Professor John T.
Curtis (Gambar. 62) dari Universitas Wisconsin (Curtis 1943). Dia menggunakan jelaga (yang dihasilkan dari
hasil pembakaran hydrocarbon) yang memiliki warna yang sama dengan arang. Arang yang digunakan pada media anggrek Arang tersebut berasal dari residu yang
diperoleh pada produksi pulp. Residu
tersebut kemudian di karbonisasi dan kemudian dan diaktivasi untuk menghasilkan
luas permukaan yang tinggi (Weatherhead et al. 1990)
Media
tumbuh kultur anggrek yang digelapkan pertama kali dengan menggunakan arang
pertama sekali digunakan oleh Prof. Peter Werkmeister di Jerman (Werkmeister
1970a, b, 1971; kami tidak bisa menemukan tanggal kelahiran dan kematian atau
fotonya). Sebelumnya, arang digunakan
untuk menggelapkan media yang digunakan untuk mengkecambahkan spora lumut dan
menumbuhkan rambut alga (Proskauer dan Berman 1970; Krikorian 1988). Werkmeister menggelapkan media untuk
mempelajari pertumbuhan akar, gravitropisme dan proliferasi planlet yang
diperbanyak secara klonal. Dia meninggal
tak lama setelah dia menerbitkan laporannya yang terakhir tentang anggrek.
Empat
tahun setelah Werkmeister menerbitkan laporannya tentang menggelapkan media
anggrek (Werkmeister 1970a), Robert Ernst (b. 1916; Gambar. 87) merupakan orang
yang pertama kali menambahkan arang untuk media anggrek dan menemukan bahwa
bibit Paphiopedillum dan Phalaenopsis tumbuh sangat baik pada
substrat yang digelapkan dengan zat tambahan tresebut (Ernst 1974, 1975,
1976). Penemuannya menghasilkan
formulasi dan penggunaan luas akan media yang mengandung arang aktif untuk
perkecambahan anggrek, pertumbuhan bibit, dan mikro propagasi (Ernst 1974,
1975, 1976; untuk review lihat Weatherhead et al. 1990; Arditti dan Ernst
1993a, b; Arditti 2008).
Kultur Sel dan Protoplasma
Kultur
tudung akar kacang tanah dan jagung (Knudson 1919) merupakan hal yang lebih
dulu dari waktunya (ahead of it’s time).
Media kultur yang digunakan adalah air dan larutan Pfeffer, yang
dimodifikasi dengan menggantikan dibasic potassium fosfat dengan mono basic
dengan atau tanpa 0.5% sukrosa. Sel
kacang tanah dapat berkembang selama 50 hari ketika akar juga ada dalam media
kultur. Sel-selnya hidup selam 21 hari
setelah akar dipindahkan (untuk review, lihat Arditti 1990). Eksperimen Knudson menyarankan bahwa senyawa
pertumbuhan dikeluarkan oleh akar. Sel
tersebut kelihatannya membutuhkan zat tersebut, akan tetapi penelitian ini
dilkasanakan sebelum penemuan auxin dan sitokonin dan sebelum diketahui bahwa
vitamin dibutuhkan untuk kultur sel tumbuhan dan eksplan. Akan tetapi, Knudson dapat dipandang sebagai
perintis dalam kultur isolasi sel tumbuhan.
Kultur
sel yang pertama sekali berhasil adalah dari tembakau, Nicotiana tabacum, dan marigold, Tagettes erecta (untuk review, lihat Muir et al. 1954; Steward dan
Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1983, 1985).
Segera setelah itu, sel mesofil yang diisolasi dari Arachis hypogeal segera membelah dalam kultur dan menghasilkan apa
yang biasa disebut sebagai protocorm like bodies atau struktur yang mirip dengannya
(Joshi dan Ball 1968a, b).
Dengan
menggunakan peralatan pemutar kultur yang berputar lambat (1 r.p.m) pada as
horizontal, Professor Frederick Campion Steward (1904-1994; Gambar. 88a, b),
Russel C. Mott (Gambar. 88b), Marion O. Mapes (1913-1981; Gambar. 89) dan
Kathryn Mears (Gambar. 90) menghasilkan kultur suspense dari sel wortel dan
akhirnya menghasilkan tanaman darinya (untuk review, lihat Krikorian 1975,
1982, 1089; Steward dan Krikorian 1975; Gautheret 1983, 1985; Arditti dan Ernst
1993a; Arditti dan Krikorian 1996).
Kultur sel Cymbidium
dihasilkan menggunakan system yang sama.
Tumbuhan selanjutnya diregenerasi dari sel-sel tersebut (Steward dan
Mapes 1971b). Dua dekade kemudian, Phalaenopsis berhasil diregenerasi dari
emrbrioid yang diperoleh dari kalus dengan sel-sel yang longgar (Sajise dan
Sagawa 1990; Sajise et al. 1990) di Laboratorium Profesor Yoneo Sagawa (Gambar.
91) di Universitas Hawaii. Beberapa sel
anggrek yang lain juga terlah berhasil dikulturkan (untuk review, lihat Arditti
dan Ernst 1993a, b; Arditti 2008).
Preparat
pertama dari protoplas anggrek dihasilkan dari daun (i.e., sel-sel mesofil)
dari Cymbidium Ceres dan “protocorm
bebas virus dari Cymbidium pumilum, Brassica maculate, dan Cattleya schombocattleya” (Capesius dan
Meyer 1977). Protoplas digunakan untuk
mengisolasi nucleus tetapi nampaknya beluum ada usaha yang telah dibuat untuk
menghasilkan massa kallus atau meregenerasi tanaman darinya.
Produksi
protoplas anggrek dan fusi antara genera pertama sekali dilaporkan tahun 1978
(dalam sebuah majalah hobby untuk para penngemar dan pengusaha anggrek, dan
bukan jurnal yang telah melalui peer review), akan tetapi hasil akhir dari fusi
tersebut belum dijelaskan dalam literature (Teo dan Neumann 1978a, b, c). Sebagai hasilnya, masih terdapat pertanyaan
tentang laporan tersebut. Beberapa usaha
awal isolasi protoplas anggrek telah dilaporkan oleh bebrapa laboratorium (Chen
et al. 1995; untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan, lihat Arditti
dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Coda (Penutup)
Tumbuhan
yang pertama sekali diperbanyak secara in vitro melalui biji, pada awalnya
secara simbiotik pada kultur bersama dengan mikoriza dan kemudian secara a-simbiotik
pada media yang mengandung gula, adalah anggrek. Bijinya masih dikecambahkan secara in vitro
dan a-simbiotik (lihat “Bagian I”).
Anggrek
juga merupakan tumbuhan yang pertama sekali diperbanyak secara klonal melalui
teknik kultur jaringan yang sekarang disebut sebagai mikro propagasi (Yam dan
Arditti 1990). Teknik tersebut pertama
sekali dikembangkan dengan menggunakan nodus tangkai bunga Phalaenopsis
pada awal 1949 (Rotor 1949), dan shoot tip Orchis
maculata tahun 1954 (Thomale 1954).
Kultur shoot tip Cymbidium
dilaporkan kemudian (Morel 1960; Wimber 1963).
Dari semuanya, Rotor (1949) merupakan yang paling orisinil idenya. Dua metode yang lain (Thomale 1954; Morel
1960; Wimber 1963) didasarkan pada pekerjaan sebelumnya. Hans Thomale dan Don Wimber, memberi
penghargaan kepada orang yang pekerjaannya, metodenya dan idenya berasal, akan
tetapi Geoges Morel tidak. Teknik kultur
jaringan telah digunakan secara luas pada saat ini untuk memperbanyak anggrek dan
banyak tumbuhan lain dan dalam bioteknologi di Amerika Serikat (Zimmerman 1996)
dan di tempat lain.
Penemuan
lain yang berasal dari pekerjaan di bidang anggrek adalah penemuan inti sel
oleh Robert Brown dan Phytoaleksin oleh Noel Bernard (untuk review, lihat
Arditti 1992)
Dedication
I dedicate my contribution to this historical account
to Anne Westfall, Chief of Staff in the President’s Office at the University of
Southern California (USC), because of my son, Jonathan. Both Jonathan and I hold degrees from USC
(B.A. in 2008 anf Ph.D., in 1965, respectively)
Joseph
Arditti