1. PENDAHULUAN
Biaya pemupukan tanaman kelapa sawit berkisar antara 40-60 % dari
biaya pemeliharaan tanaman secara keseluruhan atau 15-20 % dari biaya
produksi. Agar sasaran pemupukan dapat tercapai dan efisiensi pemupukan
dapat ditingkatkan maka manajemen pemupukan kelapa sawit perlu dibina
dan dimantapkan serta terus menerus disempurnakan sehingga biaya
pemupukan yang sudah begitu besar tidak menjadi sia-sia.
2. MANFAAT PUPUK BAGI TANAMAN
2.1. MANFAAT PUPUK TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH
Memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur.
Memudahkan dalam pengolahan tanah.
Mengikat butiran-butiran tanah yang lepas (pada tanah pasir)
Mengurangi erosi pada permukaan tanah karena pupuk berfungsi sebagai pengikat butiran-butiran tanah.
2.2. MANFAAT PUPUK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH
Menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman.
Mengganti kehilangan unsur hara seperti N, P dan K yang diakibatkan
oleh penguapan, aliran air permukaan (run off) atau diserap oleh
tanaman.
Memperbaiki keasaman tanah.
Menambah aktivitas mikroorganisme tanah.
3. JENIS, BENTUK DAN WARNA PUPUK
3.1. JENIS PUPUK BERDASARKAN CARA APLIKASI
Berdasarkan cara aplikasi di lapangan, pupuk digolongkan menjadi dua
jenis, yaitu : pupuk akar dan pupuk daun. Pupuk akar adalah pupuk yang
diberikan pada tanaman
melalui akar atau tanah. Sedangkan Pupuk daun adalah pupuk yang diberikan pada tanaman melalui daun dengan cara disemprotkan.
3.2. JENIS PUPUK BERDASARKAN KOMPONEN UTAMA PENYUSUN PUPUK
Berdasarkan komponen utama penyusun pupuk, pupuk dapat digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu : pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik adalah pupuk yang berasal dari tanaman dan mahluk hidup lain
yang telah mengalami proses pembusukan (dekomposisi) oleh
mikro-organisme pengurai sehingga warna, rupa, tekstur dan kadar airnya
tidak serupa dengan bahan aslinya. Sedangkan Pupuk anorganik adalah
pupuk yang dibuat dari bahan mineral atau senyawa kimia melalui proses
industri.
3.3. JENIS PUPUK BERDASARKAN BENTUKNYA
Berdasarkan bentuknya pupuk dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk padat dapat dibedakan lagi menjadi
pupuk berbentuk serbuk, butiran, tablet dan kapsul. Sedangkan pupuk cair
dibedakan dari kekentalan dan konsentrasinya.
3.4. JENIS PUPUK BERDASARKAN WARNANYA
Warna hitam : pupuk organik (mengandung humus tinggi)
Warna abu-abu : pupuk TSP, SP-36 & RP (dari batuan phosfat)
Warna putih bersih : pupuk Urea, ZA, Borat dan lain-lain.
Warna agak merah : pupuk MOP, NPK 15-15-6-4
3.5. JENIS PUPUK BERDASARKAN KANDUNGAN UNSUR HARA
Pupuk Tunggal : pupuk yang hanya mengandung satu unsure hara saja (misalnya Urea, RP, MOP, Kieserit)
Pupuk Majemuk : pupuk yang mengandung lebih dari satu unsure hara (misalnya NPK 12 : 12 : 17 : 2 + E, dll)
Secara ringkas penggolongan pupuk sebagai berikut :
PENGGOLONGAN PUPUK BERDASARKAN :
Cara Aplikasi Komponen Utama Kandungan Unsur Hara Bentuk Warna
a. Pupuk akar
b. Pupuk daun
a. Pupuk Organik
b. Pupuk Anorganik c. Pupuk Tunggal
d. Pupuk Majemuk a. Pupuk Padat
- Serbuk
- Butiran
- Tablet
- Kapsul
b. Pupuk Cair
- Kekentalan
- Konsentrasi a. Berwarna
- Hitam
- Abu-abu
- Merah
b. Tidak Berwarna
4. SIFAT PUPUK
Pupuk-pupuk Nitrogen seperti Amonium Sulphat dan Urea tidak
dianjurkan untuk dicampur dengan pupuk alkalin seperti Rock Phosphate
(RP), TSP dan Abu Janjang. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi
dampak penguapan Nitrogen. Begitu juga dalam aplikasi di lapangan tidak
boleh bersama-sama. Selang waktu aplikasi antara pupuk alkalin dan
Nitrogen tidak boleh kurang dari 4 minggu.
Untuk menghindari sifat antagonis antara pupuk K dan Mg, serta K
dan B, pupuk MOP tidak boleh dicampur dengan Kieserit/Dolomite atau
Boron. Pupuk-pupuk tersebut tidak boleh diaplikasi secara bersama-sama.
Selang waktu aplikasi antara pupuk MOP dan Kieserite atau antara MOP dan
Dolomite atau antara MOP dan HGFB tidak boleh kurang dari 4 minggu.
Selang waktu antara dua rotasi pemupukan masing-masing jenis pupuk
(contoh Urea atau MOP) tidak boleh kurang dari 4 minggu.
Urea dan RP cenderung menurunkan/mengurangi penyerapan Cu oleh
tanaman. Jadi, pupuk Copper Sulphate (Cu) tidak boleh diaplikasikan
segera setelah aplikasi Urea atau RP. Selang waktu aplikasi kedua pupuk
tersebut tidak boleh kurang dari 4 minggu.
5. PERANAN DAN GEJALA KEKURANGAN UNSUR HARA
5.1. NITROGEN (N)
A. Peranan Nitrogen
Nitrogen (N) diserap dalam bentuk NO3 – dan ion NH4+. Nitrogen
berperan sebagai salah satu komponen pembentukan klorofil (zat hijau
daun), pembentukan lemak, asam nukleat, enzim, protein (asam amino) dan
persenyawaan lainnya, memacu pertumbuhan tanaman terutama pada fase
vegetatif.
B. Gejala Defisiensi Nitrogen (Yellow Frond)
Pada tanaman di pembibitan yang masih muda sekali, daun menunjukkan
warna hijau pucat. Warna pucat diikuti dengan warna kekuningan dan
jaringan daun sangat kekurangan N sehingga menunjukkan gejala nekrosis.
Pelepah daun yang sangat kekurangan N akan menghasilkan anak daun yang
berwarna kuning. Tulang anak daun dan helaian anak daun mengecil serta
bergulung ke dalam.
Pada tanaman di lapangan, mula-mula daun berwarna hijau pucat dan
berangsur-angsur kuning. Pada tingkatan yang lebih lanjut warna berubah
menjadi coklat atau merah lembayung dan akhirnya jaringan mati mulai
dari pinggir anak daun.
Gejala lainnya, terutama pada tanaman yang lebih muda ialah anak daun
dari pelepah yang muncul belakangan menjadi lebih sempit sehingga
tanaman nampak tegak dan kaku serta luas permukaan daun berangsur
menurun.
C. Penyebab Defisiensi Nitrogen
Gejala defisiensi N umumnya terjadi jika :
Tanaman kelapa sawit menderita kompetisi yang berat dari gulma
seperti Alang-alang (Imperata cylindrica) dan Mikania (Mikania
micrantha).
Tanah dengan drainase jelek dan akar berada dalam kondisi anaerobik
dan tanah-tanah yang berasal dari bahan induk berwarna pucat, dari
batuan asam atau batuan sedimen.
Hara N yang tersedia dalam tanah sangat rendah.
Sifat fisik tanah, misalnya kandungan liat tinggi, tergenang air
sebelumnya, lapisan tanah dangkal, berbukit dan tanaman tumbuh pada
tanah yang berbatu-batu.
Antagonisme (saling tolak atau saling tarik dengan unsur hara lainnya).
Peremajaan yang sudah sering dilakukan akan menurunkan persediaan unsur hara Nitrogen di dalam tanah.
Pemupukan N yang tidak mencukupi.
Tersedianya hambatan mineralisasi N yang disebabkan rendahnya pH tanah yang menghambat aktivitas mikroba tanah.
D. Pencegahan Defisiensi Nitrogen
Selama periode tanaman belum menghasilkan tindakan pencegahan
sebaiknya dilaksanakan dengan melakukan kombinasi antara pemindahan yang
dilakukan secara hati-hati, pemupukan N, dan pembangunan penutup tanah
leguminosa yang tumbuh cepat.
Pada Tanaman Menghasilkan (TM) pemupukan N diperlukan untuk mempertahankan N daun sekitar 2,5-2,8 %.
Perbaikan sistem drainase tanah harus juga dilakukan pada tanah-tanah
yang selalu jenuh air dan pada tanah-tanah dengan permukaan air yang
tinggi.
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Nitrogen
Pada tanaman berumur 2-3 tahun cukup dilakukan pemupukan dengan
dosis 0.25-0.75 kg N/pkk/thn (± 0.5-1.5 kg urea/pkk/thn). Untuk tanaman
berumur 5-10 tahun perlu dipupuk dengan dosis 1.0-1.5 kg N/pkk/thn (±
2-3 kg/urea/ pkk/thn).
Pemupukan N terutama Urea cenderung hilang melalui proses
volatilisasi, karena itu penaburan Urea pada saat tanah kering tidak
dianjurkan.
5.2. PHOSPHOR (P)
A. Peranan Phosphor
Phosphor diserap dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO42-. Peranan
Phosphor dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, pembentukan
asam nukleat (DNA dan RNA), sebagai bahan dasar protein (ATP dan ADP),
membantu asimilasi dan respirasi, merangsang pembelahan sel, mempercepat
proses pembungaan dan pembuahan serta pemasakan biji dan buah, dapat
mengurangi aborsi bunga.
B. Gejala Defisiensi Phosphor
Gejala defisiensi P pada tanaman kelapa sawit sebenarnya tidak
mudah terlihat, tetapi batang tanaman dapat menunjukkan bentuk piramid,
kerdil, dan pelepah yang pendek, perkembangan akar terhambat, gejala
pada daun sangat beragam beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua
mengkilap yang tidak normal.
Pematangan buah terlambat serta perkembangan bentuk dan warna buah buruk.
Tanaman kelapa sawit yang berada pada ekosistem yang kekurangan P ditunjukan oleh tanda-tanda berikut :
Ukuran daun kacangan (seperti Pueraria phaseoloides) kecil, abnormal
dan sulit berkembang. Hara P sangat tinggi untuk menunjang proses
fiksasi N2 secara biologis pada tanaman penutup tanah leguminosa.
Daun lalang (Imperata cylindrica) berwarna keungu-unguan, munculnya
suksesi Melastoma malabahtricum dan Dicranopteris linearis.
C. Penyebab Defisiensi Phosphor
Kadar P tersedia di dalam tanah sangat rendah (< 15 mg P/kg, Bray II).
Tanaman kelapa sawit ditanam pada lahan yang lapisan atas tanahnya sudah tererosi (kerap kali terjadi di puncak-puncak bukit).
Dosis P yang diberikan tidak mencukupi untuk menunjang produktivitas tanaman yang tinggi.
Terikatnya P oleh senyawa kimia lainnya, sehingga hanya 1 % saja yang
tersedia untuk tanaman padahal ketersediaan di alam cukup melimpah.
Keasaman tanah (pH). Tanah dengan pH rendah, P akan bereaksi
dengan ion Besi dan Aluminium dan membentuk Besi Phosphat dan Aluminium
Phosphat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh
tanaman. Sedangkan pada pH tanah yang tinggi (basa) P akan bereaksi
dengan Kalium dan membentuk Kalium Phosphat yang sukar larut dalam air.
Aerasi. Ketersediaan oksigen di dalam tanah diperlukan untuk meningkatkan pasokan P lewat proses perombakan bahan
organik oleh mikroorganisme tanah. Pada tanah yang padat atau tergenang air, penyerapan P akan terganggu.
Suhu atau temperatur. Pada temperatur relatif hangat ketersediaan P
akan meningkat karena proses perombakan bahan organik juga meningkat.
Ketersediaan P menipis di daerah yang bersuhu rendah.
Bahan organik. Sebagian P yang mudah larut diambil oleh
mikroorganisme tanah untuk pertumbuhannya. Phosphor ini akhirnya diubah
menjadi humus, karena itu untuk menyediakan cukup P, kondisi tanah yang
menguntungkan untuk perkembangan mikroorganisme perlu diperhatikan.
Unsur hara lain (Fe, Al, Mn dan Ca). Tercukupinya jumlah unsur hara
lain dapat meningkatkan penyerapan P. Amonium yang berasal dari
Nitrogen dapat meningkatkan penyerapan P. Kekurangan hara mikro dapat
menghambat respon tanaman terhadap pemupukan P.
D. Pencegahan Defisiensi Phosphor
Pembangunan tanggul-tanggul erosi akan mengurangi kehilangan pupuk P
yang ditabur di atas tanah. Jika pupuk P diberikan dalam jumlah cukup,
maka perkembangan akar akan meningkat dan akan memperbaiki serapan
unsur N, Mg dan K.
Aplikasi P pada tanaman belum menghasilkan (TBM) lebih dianjurkan
menggunakan superphosphat sedangkan untuk tanaman dewasa menggunakan
rock phosphat.
Pemupukan P untuk tanaman kelapa sawit berumur 6 tahun keatas
diberikan di luar piringan dimana kandungan bahan organiknya lebih
tinggi. Untuk tanaman yang mempunyai nilai kemasaman (pH) kurang dari 4,
pemberiannya tetap dilakukan di dalam piringan.
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Phosphor
Jika dijumpai gejala defisiensi pada tanaman penutup tanah dan gulma
lainnya maka diperlukan pemupukan P dengan dosis yang lebih tinggi lagi
yakni 0.5-0.175 kg P2O5 per tanaman (kira-kira 1-2 kg TSP atau SP-36).
5.3. KALIUM (K)
A. Peranan Kalium
Kalium (K) diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Kalium sangat
berperan dalam metabolisme, diantaranya translokasi (pemindahan) gula
pada pembentukan pati dan protein, juga membantu proses membuka dan
menutup stomata (mulut daun).
Peranan lainnya adalah memperluas pertumbuhan akar, memperkuat tubuh
tanaman (daun, bunga dan buah) tidak gampang rontok, memperbaiki ukuran
dan kualitas buah pada masa generatif, mengatur tata air tanaman,
membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan
tanaman dan membentuk antibodi tanaman terhadap penyakit serta
kekeringan.
B. Gejala Defisiensi K
Defisiensi K ada dua macam, yaitu Confluent Orange Spotting (COS) dan Mid Crown Yellowing (MCY).
B.1. Confluent Orange Spotting (COS)
Umumnya Confluent Orange Spotting (COS) dijumpai pada anak daun,
pelepah daun yang lebih tua, karena K dapat berpindah dari daun tua ke
daun muda. Bercak-bercak berukuran kecil yang biasanya dimulai dari
bentuk segi dan berwarna hijau pucat mula-mula timbul pada helaian daun
dan berubah menjadi warna orange yang cerah. Bercak-
bercak tersebut kadang-kadang mengalami nekrosis dan mungkin menjadi tempat invasi patogen sekunder sebelum daun mengering.
COS dapat dibedakan dari bercak berwarna orange yang disebabkan sifat
genetis tanaman dan bercak yang disebabkan algae yang tumbuh di daun
dengan cara pemeriksaan daun dengan mempergunakan cahaya matahari yang
kuat. Bercak yang disebabkan COS dapat meneruskan cahaya.
B.2. Mid Crown Yellowing (MCY)
Gejala awal dari Mid Crown Yellowing (MCY) adalah berkembangnya
gejala klorosis dengan warna coklat kekuningan yang tidak cerah dan
coklat kekuningan yang pucat pada pelepah muda yang terletak dibagian
atas tajuk. Pelunturan warna dari pelepah dan posisinya pada tajuk
merupakan petunjuk adanya kelainan. Bercak kecil yang menderita
klorosis berkembang keluar yang dimulai dari bercak awal dan menutupi
keseluruhan daun. Selanjutnya berbentuk pita yang jelas di sekitar
pinggiran helaian daun yang berwarna kuning.
Ukuran pelepah daun dapat mengecil dan bercak hitam mungkin timbul
pada pelepah yang lebih tua tetapi yang sudah menderita MCY. Bercak
hitam tersebut mungkin disebabkan invasi mikroorganisme yang tidak dapat
menembus jaringan daun yang masih sehat. MCY kerap kali terjadi secara
simultan dengan Confluent Orange Spotting (COS) jika defisiensi K
terjadi lebih berat.
C. Penyebab Defisiensi Kalium
C.1. Penyebab Defisiensi K (Confluent Orange Spotting)
Kadar K tertukarkan (exchangeable) di dalam tanah sangat rendah (< 0,15 cmol/kg).
Kelapa sawit ditanam pada tanah gambut, tanah berpasir dengan bahan
induk granit, dan pada tanah-tanah bereaksi masam dengan kapasitas tukar
kation (KTK) rendah.
Pemupukan K yang tidak cukup untuk menunjang produktivitas tanaman
yang tinggi atau tanaman kelapa sawit yang ditanam pada tanah dengan
kandungan K yang rendah.
C.2. Penyebab Defisiensi K (Mid Crown Yellowing)
Kadar Kalium tertukarkan (exchangeable) di dalam tanah sangat rendah (< 0,15 cmol/kg).
Tanaman kelapa sawit ditanam pada tanah yang sangat masam dan berpasir
atau pada lahan gambut yang lapisan bawahnya tanah berpasir.
Tanaman menderita kekeringan untuk suatu periode tertentu.
Pemupukan yang tidak cukup untuk menunjang produktivitas tanaman
yang tinggi atau tanaman kelapa sawit ditanam pada tanah dengan
kandungan K yang rendah.
C.3. Antagonisme Unsur Hara
Unsur Kalium merupakan hara yang bersifat antagonis dengan unsur
Kalsium dan Magnesium. Unsur Kalium ketersediaannya dipengaruhi oleh
pengikatan koloid tanah karena makin kuat terikat koloid tanah makin
susah tersedia untuk tanaman.
D. Pencegahan Defisiensi Kalium
Gejala COS maupun MCY dapat timbul jika K daun < 1,0 % tetapi
gejala COS yang lebih berat dapat terjadi jika K daun < 0,75 % dan
gejala MCY yang lebih berat terjadi jika K daun 1 bulan.
Pada pembibitan awal (Pre Nursery) digunakan pupuk 15-15-6-4 dalam
konsentrasi 0,15–0,30 % dengan pemberian sekali seminggu dan diberikan
dalam bentuk cair.
Pada pembibitan utama (Main Nursery) unsur hara Kalium diberikan dalam
pemberian pupuk majemuk yaitu 15-15-6-4 dan 12-12-17-2 masing-masing
sesuai umur bibit.
Pada tanaman belum menghasilkan rekomendasi didasarkan jenis tanah dan ada tidaknya vegetasi penutup tanah leguminosa.
Pada tanaman menghasilkan pemupukan memiliki standar tertentu akan
tetapi mengikuti rekomendasi pemupukan yang ditetapkan untuk
masing-masing kebun.
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Kalium
Tanaman kelapa sawit yang menderita COS maupun MCY yang berat
memerlukan pemupukan koreksi sebanyak 3-4 kg KCl/pkk/tahun. Enam bulan
setelah pemupukan KCl harus diikuti dengan penganalisaan daun dan
inspeksi tajuk tanaman untuk mengetahui apakah gejala defisiensi K sudah
hilang dan apakah K daun sudah meningkat.
Pada tanah-tanah berpasir harus juga diberikan perlakuan sebanyak
35 ton janjang kosong/ha/tahun sebagai mulsa. Aplikasi dengan dosis
lebih tinggi mungkin diperlukan pada tanah gambut dan areal replanting
jika pada tahun-tahun sebelumnya pupuk K hanya diberikan dengan dosis
rendah.
5.4. MAGNESIUM (Mg)
A. Peranan Magnesium
Magnesium (Mg) diserap dalam bentuk Mg 2+. Peranan Mg adalah membantu
pembentukan klorofil daun dan senyawa lain seperti karbohidrat, lemak
dan minyak, berperan penting dalam regulator (pengaturan) dalam
penyerapan unsur Fosfat dan Kalium pada tanaman dan aktivator berbagai
jenis enzim tanaman.
B. Gejala Defisiensi Mg (Orange Frond)
Umumnya Orange Frond dijumpai pada daun-daun pelepah tua karena Mg
dapat bergerak dari daun tua ke daun muda. Gejala awal adalah timbulnya
warna hijau kekuningan yang berubah menjadi warna pucat kekuningan
dibagian ujung lembaran daun yang berumur lebih tua, terutama yang
langsung terkena cahaya matahari. Pada kondisi yang semakin berat, warna
daun berubah menjadi coklat kekuningan sampai kuning cerah dan akhirnya
mengering.
Bagian-bagian daun yang menunjukkan gejala klorosis pada tahap
berikutnya mungkin akan diinvasi oleh jamur sekunder (misalnya
Pestalotiopsis gracillis) yang menimbulkan warna ungu pada pinggiran dan
ujung lembaran daun.
Sifat yang khas dari kekurangan Mg adalah adanya pengaruh dari
perlindungan. Anak daun yang terlindung dari sinar matahari warnanya
tetap hijau walaupun kekurangan Mg. Faktor curah hujan berpengaruh pada
munculnya gejala kekurangan Mg.
Pada tahun dengan curah hujan relatif rendah gejala defisiensi Mg
kurang tampak dan pada tahun dengan curah hujan tinggi gejala kekurangan
Mg terlihat jelas.
C. Penyebab Defisiensi Magnesium
Kadar Mg tertukarkan (exchangeable) dalam tanah sangat rendah (< 0,2 cmol/kg)
Sifat antagonisme diantara unsur hara dimana ketersediaan unsur hara Magnesium dengan Kalium.
Pemberian unsur hara lain yang terlalu berat, terutama Nitrogen dan Kalium.
Minimalnya tindakan pengawetan tanah mengingat unsur hara Mg mudah tercuci.
Tanaman kelapa sawit ditanam pada tanah bertekstur ringan (pasir) dan
bersifat masam yang lapisan tanah atasnya sudah tererosi. Pada tanah
yang berat (liat) umumnya kandungan Magnesium cukup tinggi.
Pemupukan Mg tidak mencukupi untuk mendukung produktivitas tanaman
yang tinggi atau tanaman yang tumbuh pada tanah dengan kandungan Mg yang
sangat rendah.
Bahan induk tanah, dengan bahan induk granit dan kwarsa mengandung unsur Magnesium yang rendah.
D. Pencegahan Defisiensi Magnesium
Mengatur keseimbangan antara Mg dan K. Ketidakseimbangan tersebut
terjadi pada tanaman kelapa sawit yang tumbuh di tanah yang berkadar Ca
tinggi (misal tanah-tanah vulkanis).
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Mg
Pada tanah-tanah bereaksi masam, Dolomit dapat digunakan untuk
keperluan pupuk Mg secara rutin. Akan tetapi jika defisiensi Mg dijumpai
sangat nyata maka pemupukan dengan dosis 2-3 kg Kieserit/pokok/tahun
mungkin diperlukan. Respon tanaman terhadap pupuk Mg dapat ditingkatkan
jika kepada tanamannya juga diberikan janjang kosong terutama jika tanah
lapisan atas sudah tererosi.
5.5. TEMBAGA (CUPRUM = Cu)
A. Peranan Tembaga
Tembaga (Cu) diserap tanaman dalam bentuk ion Cu3+. Peranan Tembaga
(Cu) bersama-sama dengan Besi bagi tanaman adalah sebagai pendorong
proses pembentukan klorofil daun dan sebagai komponen dalam pembentukan
enzim tanaman yang berperan pada proses perombakan karbohidrat dan
metabolisme Nitrogen. Cu juga sebagai aktifator enzim dalam proses
penyimpanan cadangan makanan
B. Gejala Defisiensi Tembaga (Peat Yellows)
Kelainan Peat Yellows banyak dijumpai pada tanah gambut sebagai
akibat dari defisiensi dan ketidakseimbangan hara Cu. Selain itu terjadi
juga pada tanah-tanah berpasir.
Gejala awal ditandai dengan adanya perubahan warna hijau pucat ke
kuning keputihan pada lembaran anak daun yang telah menunjukkan
garis-garis klorosis pada daun muda yang sudah terbuka penuh.
Garis-garis klorosis berkembang dari pinggiran daun kira-kira 5-8 cm.
Tulang daun pada lembaran daun terlihat sangat kontras terhadap
garis-garis klorosis yang disebabkan oleh pembentukan klorofil yang
lebih banyak pada jaringan daun yang lebih dekat ke tulang daun (mid
rib). Pada tahap berikutnya bintik-bintik kuning kadang-kadang
berkembang di dalam garis-garis klorosis dan menghasilkan warna kuning.
Pelepah daun yang terkena gejala ini memendek, warna daun berubah
menjadi orange pucat dan daun akhirnya akan kering dan mati.
Pada tanaman di pembibitan yang mengalami defisiensi Cu terlihat
sangat kerdil. Gejala awal adalah terjadinya klorosis pada daun muda
yang sudah terbuka dan warna anak daun yang menderita defisiensi Cu
berubah menjadi kuning yang dimulai dari ujung daun dan diikuti dengan
gejala nekrosis dan akhirnya kering.
C. Penyebab Defisiensi Tembaga
Kadar K tanah rendah (< 0,15 cmol/kg).
Kadar Cu tanah rendah (< 5 mg/g) sedangkan kadar Cu daun rendah
(< 3 μg/g), daun yang sehat berkadar Cu antara 5-8 μg/g.
Pemupukan Mg diberikan dalam dosis yang cukup tinggi.
Pelepasan N yang cukup tinggi sebagai hasil mineralisasi bahan organik pada tanah gambut karena membaiknya sistem drainase.
Pemupukan N dengan dosis yang cukup tinggi.
Pemupukan P yang cukup tinggi tanpa pemberian K yang mencukupi.
Seiring dengan meningkatnya pH tanah ketersediaan Cu akan menurun.
Jika pH tanah dibawah 4,5 jumlah Cu terlarut sangat banyak, sehingga
menjadi racun.
Pada tanah yang berpasir, berkapur dan gambut sering terjadi kekurangan Cu (karena Cu terikat sangat kuat).
D. Pencegahan Defisiensi Tembaga
Pemupukan N dan P yang berlebihan akan memperberat terjadinya defisiensi Cu. Sebaliknya KCl dapat memperbaiki serapan Cu.
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Tembaga
Bibitan kelapa sawit yang menderita gejala defisiensi Cu akan
efektif jika disemprot dengan cairan 200 μg Cu/ml yang dibuat dengan
cara melarutkan bahan 100 g CuSO4 dalam 200 lt air.
Pada tanah mineral, defesiensi Cu dapat dikoreksi dengan penambahan
40 g CuSO4/tanaman. Pada tanah gambut, pemberian Cu melalui akar tidak
efisien karena Cu dalam bentuk CuSO4 akan segera mengalami proses
immobilisasi dalam tanah.
Salah satu cara yang dapat dilaksanakan adalah pemupukan dengan
20-25 g CuSO4/ pokok yang dimasukkan ke dalam bola-bola tanah lumpur
(mud balls) yang dapat dengan mudah dibuat dan murah. Cu di dalam mud
balls akan dilepas ke dalam tanah secara pelan-pelan (slow release)
selama bertahun-tahun.
5.6. BORON (B)
A. Peranan Boron
Boron diserap tanaman dalam bentuk BO32-. Boron (B) berperan dalam
proses fisiologi tanaman, membantu sintesis protein, mengatur kebutuhan
air didalam tanaman, membentuk serat dan biji, merangsang proses penuaan
tanaman sehingga jumlah bunga dan hasil panen meningkat, membawa
karbohidrat ke seluruh jaringan tanaman, mempercepat penyerapan unsur
Kalium, berperan pada pertumbuhan tanaman khususnya di bagian yang masih
aktif (mengalami deferensiasi) pembentukan sel, dan meningkatkan
kualitas produksi.
B. Gejala Defiiensi Boron
Gejala awal defisiensi Bo adalah memendeknya ukuran daun muda yang
menunjukkan kondisi khas, yaitu flat top (rata bagian atas).
Daun-daun yang menderita defisiensi Bo warnanya hijau gelap, rapuh dan
berbentuk keriput. Selain itu menunjukkan gejala yang disebut sebagai
hooked leaf, fish bone leaf dan blind leaf yang mudah diidentifikasi di
lapangan.
C. Penyebab Defisiensi Boron
Tanaman kelapa sawit dipupuk dengan N, K, dan Ca dalam dosis yang berlebihan.
Kadar Bo tersedia dalam tanah sangat rendah (misalnya yang terjadi pada tanah-tanah berpasir dan tanah-tanah gambut).
Keasaman (pH) tanah 7,5.
Peningkatan pengambilan Bo dalam tandan sawit disebabkan perbaikan
penyerbukan oleh Elaedobius kamerunikus, yang tidak diimbangi dengan
pemupukan Bo.
Dosis Bo yang tidak mencukupi untuk mendukung peningkatan
produktivitas yang tinggi atau tanaman kelapa sawit yang tumbuh pada
tanah dengan kadar Bo yang rendah.
D. Pencegahan Defisiensi Boron
Kadar Bo daun optimum adalah 12-25 μg/g. Akan tetapi tanaman yang
dipupuk dengan Bo dalam jumlah yang mencukupi kadang-kadang berkadar Bo
dalam daun di luar selang angka tersebut. Sodium Borate (Na2B4O7.10H2O)
merupakan pupuk Bo yang sangat umum dipakai dan pemupukan dengan dosis
100-200 gr Sodium Borate/pokok/ tahun diperlukan sebagai anjuran umum.
E. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Boron
Tanaman kelapa sawit yang menderita defisiensi Bo yang berat perlu dipupuk dengan 200 g Sodium Borate/pokok/tahun.
Pupuk Bo ditabur di piringan pokok tetapi harus dekat ke bagian
pangkal batang. Pemupukan Bo di ketiak daun kurang dianjurkan karena
penyebaran Bo dalam jaringan tanaman tidak merata, bahkan mungkin akan
menimbulkan keracunan Bo bagi tanaman.
5.7. SENG (ZINCUM = Zn)
A. Peranan Seng
Seng (Zn) diserap dalam bentuk Zn2+ dan berperan sebagai katalisator
dalam pembentukan protein, mengatur pembentukan asam indoleasetik (asam
yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh tanaman) dan berperan aktif
dalam transformasi karbohidrat.
B. Gejala Defiiensi Seng
Gejala awal defisiensi Zn diantaranya ruas pada bagian pucuk lebih
pendek sehingga membentuk gejala roset (saling bertumpuk pada satu titik
tumbuh), pembentukan bakal buah terhambat atau tanaman sama sekali
tidak dapat berbuah, pembentukan warna kuning diantara tulang daun pada
daun muda kemudian diikuti kematian jaringan di antara tulang daun dan
ukuran daun menjadi lebih kecil, sempit dan melebar.
C. Penyebab Defisiensi Seng
Pada tanah yang mengandung kadar Phospat tinggi.
Daerah yang bersuhu rendah misalnya pegunungan.
Keasaman (pH) tanah 6 –9 ketersediaan Zn semakin menurun dan pada pH 9 Zn tidak dapat lagi diserap oleh tanaman.
D. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Seng
Pemberian pupuk lewat tanah sebaiknya dilakukan saat tanaman masih muda, sebelum gejala kekurangan Zn terlihat.
5.8. BESI (FERRUM = Fe)
A. Peranan Besi
Besi (Fe) diserap dalam bentuk Fe2+ dan berperan sebagai aktivator
dalam proses biokimia di dalam tanaman, seperti fotosintesis dan
respirasi. Selain itu Fe berperan dalam pembentukan beberapa enzim
tanaman.
B. Gejala Defisiensi Besi
Dapat terlihat lebih awal pada daun muda, karena unsur ini tidak dapat ditranslokasikan ke organ lain.
Gejala awal yang muncul adalah warna kuning diantara tulang daun,
tetapi tulang daunnya tetap berwarna hijau. Gejala lanjutannya berupa
warna daun menjadi putih, pertumbuhan terhenti, daun gugur dan bagian
pucuknya mulai mati.
C. Penyebab Defisiensi Besi
Kekurangan Fe di dalam tanah disebabkan oleh kadar Ca, P atau Mn di dalam tanah yang terlalu tinggi akibat pemupukan.
Ketersediaan Fe akan turun seiring dengan meningkatnya pH tanah.
Dalam kondisi normal, Fe tidak mudah tercuci dari zona perakaran,
tetapi pada tanah dengan aerasi buruk penyerapan Fe terhambat.
5.9. MANGAN (Mn)
A. Peranan Mangan
Mangan (Mn) diserap dalam bentuk ion Mn2+. Mangan berfungsi sebagai
aktivator berbagai enzim yang berperan dalam proses perombakan
karbohidrat dan metabolisme Nitrogen. Mangan bersama Besi membantu
terbentuknya sel-sel klorofil. Terkadang juga berperan dalam sintesis
berbagai vitamin.
B. Gejala Defiiensi Mangan
Gejala kekurangan Mn hampir sama dengan gejala kekurangan Fe. Daun
muda akan berwarna kuning, tetapi tulang daunnya masih berwarna hijau.
C. Penyebab Defisiensi Mangan
Ketersediaan Mn di dalam tanah akan menurun seiring dengan
meningkatnya pH tanah. pH tanah di atas 6,5 maka Mangan tidak dapat
diserap oleh tanaman.
Jika pH tanah dibawah 4,5 jumlah Mn yang terlarut sangat banyak dan akan berakibat meracuni tanaman.
Tanah dengan aerasi yang buruk juga akan memicu berkurangnya kandungan Mn.
5.10. MOLIBDENUM (Mo)
A. Peranan Molibdenum
Molibdenum (Mo) diserap dalam bentuk ion MoO42-. Molibdenum berfungsi
dalam penyerapan N, pengikatan (fiksasi) N, asimilasi N, dan secara
tidak langsung berperan dalam produksi asam amino dan protein. Unsur Mn
juga berfungsi sebagai aktivator beberapa jenis enzim.
B. Gejala Defisiensi Molibdenum
Gejala kekurangan Mo hampir mirip dengan gejala kekurangan Nitrogen,
yaitu ditandai dengan munculnya warna kuning di antara tulang daun.
Gejala lainnya adalah daun menggulung, keriput dan mengering.
C. Penyebab Defisiensi Mo
Pada tanah berpasir dan tanah ber-pH rendah sangat mungkin mengalami kekurangan Mo karena terjadi pencucian.
Tidak seperti unsur hara mikro yang lain, ketersediaan Mo justru meningkat seiring dengan peningkatan pH.
D. Perlakuan Pada Tanaman Defisiensi Mo
Program pengapuran yang tepat dapat mengoreksi kekurangan unsur Mo dalam tanah.
5.11. KHLOR (Cl)
A. Peranan Khlor
Khlor (Cl) diserap dalam bentuk ion Cl-, dan berperan dalam
pengaturan tekanan osmosis di dalam sel tanaman. Unsur Cl juga berperan
dalam proses fotosintesis.
B. Gejala Defisiensi Khlor
Kekurangan unsur Cl sangat jarang dijumpai karena ketersediaan di
alam sangat melimpah. Dari hasil percobaan kekurangan unsur Cl akan
menekan pertumbuhan akar, daun layu dan berwarna kuning serta muncul
bercak-bercak kuning dipermukaan.
C. Penyebab Defisiensi Khlor
Kebutuhan Cl relatif sedikit dibandingkan unsur lainnya.
6. PERSIAPAN SEBELUM APLIKASI DI LAPANGAN
6.1. PERSIAPAN PUPUK
a. Jenis dan jumlah pupuk yang diperlukan harus tersedia di kebun
pada waktunya. Untuk itu permintaan pupuk dari kebun ke Departemen
Logistik harus dilakukan minimal 3 bulan sebelum aplikasi pemupukan
dilakukan.
b. Untuk memastikan bahwa pupuk yang diterima adalah pupuk
berkualitas baik sesuai dengan spesifikasi dalam transaksi pembelian,
maka perlu dilakukan pengambilan contoh pupuk dan dikirim ke
laboratorium untuk dianalisis oleh Departemen Riset (R & D). Sebelum
hasil analisis diterima dengan spesifikasi yang diharapkan maka pupuk
yang telah berada di kebun tersebut belum bisa diaplikasikan.
c. Stok pupuk lama dan pupuk yang karung goninya rusak harus digunakan lebih dahulu (prinsip FIFO : first in first out).
d. Pupuk yang membatu/menggumpal harus dikeluarkan dari karungnya dan
dihancurkan untuk kemudian diuntil dengan disertai label jenis pupuk
dan ditimbang beratnya.
e. Karena sistem aplikasi pupuk dilakukan dengan teknik untilan, maka
stok pupuk yang keluar dari gudang sentral sudah harus berupa untilan
yang jenis dan berat pupuknya disesuaikan dengan rencana areal yang akan
dipupuk dan kemampuan penabur pupuk.
6.2. PERSIAPAN DAN ORGANISASI PENGUNTILAN
A. Alat-alat yang Perlu Dipersiapkan dalam Penguntilan
Takaran besar untuk memasukkan pupuk ke eks goni pupuk. Besarnya
takaran ini adalah kelipatan dari dosis pupuk per pokok dan mudah
memasukkannya ke dalam goni. Takaran besar tersebut dibuat dari papan
tipis dan diberi label yang jelas yang mencantumkan jenis pupuk, dosis
per pokok dan berat total per untilan.
Lembaran eks karung pupuk yang telah dijahit satu sama lain untuk
dipakai sebagai alas. Usahakan agar dapat menampung berpuluh-puluh goni
pupuk, dengan ukuran minimal 5 x 5 m2 dan dibuat rangkap dua.
Alat untuk meratakan pupuk di dalam takaran besar.
Alat pemecah pupuk yang menggumpal. Dapat digunakan pemukul yang dibuat dari broti/kayu bulat dengan alas papan yang tebal.
Sebuah timbangan untuk mengontrol secara random apakah berat per until sesuai dengan yang telah ditentukan.
Takaran pupuk berbentuk kubus atau lingkaran sesuai dengan dosis per
pokok yang telah ditentukan di buku program pemupukan. Jenis dan dosis
harus tertulis pada setiap takaran. Takaran tersebut dibuat dari
tripleks atau pipa paralon.
Papan tulis dimana tercatat jumlah untilan yang perlu disediakan untuk
tiap jenis pupuk, tiap blok, tiap afdeling dan rencana pemupukan yang
akan dilaksanakan.
B. Organisasi Penguntilan Pupuk di Gudang
Tentukan blok mana yang akan dipupuk besok hari dan apa jenis pupuk serta dosisnya. Contoh :
Afdeling : I
Blok : A 20 (Tahun Tanam 1986 = 30 ha = 4.057 pkk)
Pupuk : Urea = 8.114 kg = 162,3 zak
Dosis : 2 kg/pokok
Jumlah pupuk/until : 7 atau 8 pkk, ditentukan atas dasar bahwa kg/until adalah 14 kg (7 x 2 kg) atau 16 kg (8 x 2 kg)
Kg/until : 14 kg, menggunakan takaran @ 7 kg, sehingga 1 until = 2 takaran, atau takaran @ 14 kg per until
Jumlah untilan : 8.114/14 = 579,6 = 580 until
Goni untuk untilan digunakan eks goni pupuk sebelumnya, tidak boleh
menggunakan goni yang baru dibuka. Hal ini perlu karena jumlah goni
bukaan baru adalah merupakan kontrol apakah jumlah kg atau zak yang
dibuka sama dengan jumlah yang sudah diuntil.
Untilan disusun (ditumpuk) sedemikian rupa sehingga mudah menghitungnya, sebaiknya antara 5-10 until per tumpuk.
Kepala Kebun, Askep, Asisten dan Mandor I setiap saat harus
melakukan penimbangan secara random dari untilan yang telah disusun,
apakah benar beratnya sesuai dengan kg yang telah ditentukan.
Tiap tumpukan harus diberi label (etiket) untuk menghindari kekeliruan sebelum diangkut ke lapangan.
Pupuk yang sudah diuntil harus segera ditabur besok harinya agar tidak terjadi proses penggumpalan.
Norma prestasi pekerja = 1-2 ton pupuk per HK, tergantung jenis dan dosis yang digunakan.
Agar petugas penguntil dan Pemupukan dapat lebih
dipertanggung-jawabkan dianjurkan agar menggunakan tenaga tetap, dengan
nama yang tercatat oleh petugas gudang.
6.3. PERSIAPAN LAPANGAN
a. Piringan tanaman kelapa sawit harus dalam keadaan bersih, lebar 2
meter, dan bebas dari genangan air. Efisiensi pupuk akan meningkat jika
pupuk (terutama urea) segera terserap oleh akar tanaman kelapa sawit.
b. Sarana lain seperti jalan dan jembatan pada main road dan
collection road, pasar pikul dan titi pasar pikul (titi panen) harus
betul-betul dipastikan dapat menunjang kelancaran transportasi dan
pelaksanaan aplikasi pupuk dilapangan.
c. Di setiap blok selalu ada parit atau batas-batas alamiah/ buatan
lainnya. Buat peta detail per blok dan bagi menjadi beberapa petak
menurut batas-batas tersebut dan isi data jumlah pokok per petak.
d. Buat rencana pengeceran pupuk untuk setiap perlakuan pada peta
detail tersebut, sehingga pada waktu pelaksanaan pemupukan sudah ada
pedoman yang pasti.
e. Sediakan pancang untuk tempat peletakan/pengeceran pupuk (TPP).
f. Blok yang akan dipupuk sebaiknya telah ditunas (untuk tahun yang sedang berjalan).
g. Jadwal urutan penaburan diusahakan pada tanaman baru, kemudian TBM seterusnya TM. Pemupukan harus dilakukan blok per blok.
7. WAKTU APLIKASI
a. Pada TBM, frekuensi aplikasi adalah sebagai berikut :
TBM umur 1 tahun : 4 kali aplikasi/tahun.
TBM umur 2 tahun : 3 kali aplikasi/tahun.
Waktu pemupukan : pada TBM selain ditentukan oleh umur (bulan setelah tanam) juga harus diperhatikan curah hujan.
b. Pada TM, frekuensi aplikasi adalah sebagai berikut :
TM umur 3-10 tahun : 1-2 kali aplikasi/tahun.
TM umur > 10 tahun : 1 kali aplikasi/tahun.
c. Untuk pemupukan TM agar selalu diusahakan untuk memupuk menjelang
akhir musim hujan untuk aplikasi pertama dan pada awal musim hujan untuk
aplikasi kedua. Aplikasi pupuk sudah harus selesai di bulan September
pada setiap tahun berjalan.
d. Pada prinsipnya pemupukan dengan Urea, TSP, MOP dan Kieserit
diusahakan agar dapat sekaligus diselesaikan per blok/kompleks. Jangan
melakukan sistem pemupukan seluruh afdeling/kebun dengan satu jenis
pupuk saja sampai selesai kemudian disusul dengan jenis pupuk yang
kedua, ketiga dan seterusnya. Hal demikian akan mengurangi efisiensi
pupuk.
e. Apabila pada saat pelaksanaan pemupukan terjadi periode hujan yang
lebat maka agar dipilih pemupukan TSP, RP atau Dolomit yang praktis
tidak tercuci (leaching).
f. Aplikasi pupuk saat musim hujan dengan curah hujan lebih dari 300
mm/bulan harus dihindari. Pupuk jenis Urea tidak dianjurkan untuk
ditaburkan pada bulan kering (curah hujan kurang dari 60 mm/bulan). Hal
ini untuk menghindari terjadinya kehilangan yang berlebihan akibat
penguapan Amonia.
g. Pupuk harus dipesan lebih awal sehingga aplikasi pupuk dapat mengikuti jadual yang telah direkomendasikan oleh R & D.
h. Pada TBM dan TM umur 1-5 tahun, Kapur Pertanian dan Dolomit dapat
diberikan setiap waktu namun harus diperhatikan bahwa selang waktu
pemberiannya dengan pupuk Urea ± 2 bulan. Pemberian Kapur Pertanian dan
Dolomit tidak mempengaruhi jadwal pengambilan sampel daun LSU untuk
penyusunan rekomendasi pemupukan karena kelarutannya yang sangat rendah.
Pada TM umur ≥ 6 tahun, Kapur Pertanian, Dolomit atau Abu Janjang
dapat diberikan setiap waktu, karena pupuk-pupuk tersebut disebar diluar
piringan. Jadi aplikasinya tidak tergantung dari waktu aplikasi pupuk
Urea yang disebar di dalam piringan.
8. APLIKASI PEMUPUKAN SECARA UMUM
Dalam aplikasi pupuk di lapangan, hal penting yang perlu diperhatikan
adalah jenis tanaman yang akan dipupuk dan jenis pupuk yang akan
digunakan. Secara garis besar aplikasi pemupukan dapat dibedakan
berdasarkan aplikasi pupuk padat dan aplikasi pupuk cair.
8.1. JENIS TANAMAN YANG AKAN DIPUPUK
A. Tanaman yang Akan Dipupuk
Nilai ekonomis tanaman dan luas areal tanam.
Umur tanaman. Pupuk untuk tanaman di lapangan yang masih kecil dapat
diberikan dengan cara menugal. Pada tanaman yang sudah besar, pupuk
dapat diberikan dengan cara larikan atau tabur (broadcast).
Tipe perakaran. Tanaman yang berakar tunggang, sebaiknya pupuk
ditempatkan bawah biji agar dapat digunakan langsung oleh tanaman.
Sedangkan untuk tanaman berakar serabut, pupuk dapat diberikan dengan
cara disebar. Jika perakaran tanaman terbatas, pupuk ditempatkan lebih
dekat dengan tanaman.
Jarak tanam dan karakter tajuk. Tanaman dalam barisan yang rapat,
dapat dipupuk dengan cara larikan pada satu sisi atau kedua sisi dari
baris tanaman. Tanaman yang ditanam berjauhan seperti kelapa sawit dapat
dipupuk dengan cara membuat lingkaran sekeliling pohon. Pada tanaman
penutup tanah (LCC), diberikan pupuk daun yang bersifat slow release.
B. Jenis Pupuk yang Akan Digunakan
Pupuk Phosphor (P) bersifat tidak mobil (mudah berpindah),
akibatnya pupuk P tetap berada di tempat semula selama musim tanam
sehingga harus diberikan sekaligus dan harus diberikan dekat dengan area
perakaran.
Pupuk Kalium (K) dan Nitrogen (N) cenderung mudah bergerak (mobil)
dari tempat asal penebarannya. Pola pergerakannya vertikal ke bawah
bersama sama air. Oleh karena itu, tidak disarankan memberikan pupuk
Nitrogen secara sekaligus karena kemungkinan terjadinya penguapan atau
pencucian sangat besar. Karena sifatnya yang mobil (mudah bergerak),
pupuk Kalium dan Nitrogen dapat ditebar di atas permukaan tanah atau di
dalam larikan.
Pupuk dengan indeks garam yang tinggi tidak boleh ditempatkan terlalu
dekat dengan akar atau benih karena dapat merusak tanaman. Pupuk dengan
butiran yang sangat halus seperti kapur umumnya ditebar di atas
permukaan tanah.
C. Dosis Pupuk
Penempatan pupuk tidak disarankan dengan dosis sangat tinggi di dalam
larikan atau di dalam tugalan karena dapat merusak tanaman. Pupuk
tersebut sebaiknya ditebar agar tidak terjadi penumpukan di satu tempat.
D. Faktor Lain
Faktor lain yang menentukan cara penempatan pupuk adalah iklim, jenis tanah dan ketersediaan air.
8.2. JENIS PUPUK YANG AKAN DIGUNAKAN
A. Aplikasi Pupuk Padat
Aplikasi pupuk padat dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
A.1. Ditebarkan Langsung ke Permukaan Tanah
Kerugian dari cara pemupukan ditebar langsung di permukaan tanah adalah :
Ø Efisiensi dan efektivitas pemupukan rendah (sebagian pupuk tidak mencapai sasaran di daerah perakaran tanaman).
Ø Pengawasan terhadap pelaksanaan pemupukan harus lebih ketat.
Ø Mempercepat pertumbuhan gulma dan rumput yang dapat menjadi pesaing bagi tanaman yang diusahakan.
Keuntungan dari cara pemupukan ditebar langsung di permukaan tanah adalah
Ø Pelaksanaan pemupukan lebih cepat selesai sehingga tidak memerlukan waktu dan biaya tenaga kerja yang tinggi.
A.2. Diberikan ke Dalam Larikan atau Barisan Antar Tanaman
Aplikasi pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk di dalam parit
kecil atau larikan diantara barisan tanaman kemudian pupuk ditutup
dengan tanah.
Kerugian dari cara pemupukan ditebar ke dalam larikan atau barisan antar tanaman adalah :
Ø Memerlukan tambahan waktu, biaya dan tenaga.
Ø Perkembangan akar harus mencapai ke tempat pupuk ditaburkan sehingga pupuk dapat diserap dengan baik.
Keuntungan dari cara pemupukan ditebar ke dalam larikan atau barisan antar tanaman adalah :
Ø Dapat menekan kehilangan pupuk yang bersifat mudah hilang karena evapotranspirasi atau erosi.
Ø Efisiensi dan efektivitas penggunaan pemupukan tercapai.
A.3. Ditempatkan Dalam Lubang
Aplikasi pemupukan dilakukan dengan menempatkan pupuk ke dalam
lubang yang dibuat melingkari tanaman kemudian pupuk ditutup dengan
tanah.
Kerugian dari cara pemupukan ditempatkan dalam lubang adalah :
Ø Memerlukan tambahan waktu, biaya dan tenaga untuk pembuatan lubang yang melingkari tanaman.
Ø Perkembangan akar harus mencapai ke tempat pupuk ditaburkan sehingga pupuk dapat diserap dengan baik.
Keuntungan dari cara pemupukan ditempatkan dalam lubang adalah :
Ø Dapat menekan kehilangan pupuk yang bersifat mudah hilang karena evapotranspirasi atau erosi.
Ø Efisiensi dan efektivitas penggunaan pemupukan tercapai.
A.4. Dicampurkan Merata dengan Tanah Pada Lahan Olah
Pupuk dicampur dengan tanah 1-2 minggu sebelum tanam.
A.5. Dibenamkan Dalam Lubang Dekat Perakaran
Kerugian dari cara pemupukan dibenamkan dalam lubang dekat perakaran adalah :
Ø Memerlukan tambahan waktu, biaya dan tenaga untuk pembuatan lubang.
Ø Perkembangan akar harus mencapai ke tempat pupuk ditaburkan sehingga pupuk dapat diserap dengan baik.
Keuntungan dari cara pemupukan dibenamkan dalam lubang dekat perakaran adalah :
Ø Dapat menekan kehilangan pupuk yang bersifat mudah hilang karena evapotranspirasi atau erosi.
Ø Efisiensi dan efektivitas penggunaan pemupukan tercapai.
A.6. Ditanam di Larikan di Sebelah Lubang Tanam
Pemupukan dengan cara ditanam di larikan di sebelah lubang tanam cocok diterapkan pada tanaman semusim.
Pupuk berada didekat tanaman sehingga lebih efisien diserap
tanaman. Pemupukan dapat dilakukan bersamaan saat tanam atau setelah
penanaman.
A.7. Dikocor di Dekat Batang Tanaman (Fertigasi)
Pemupukan dengan cara dikocor di dekat batang tanaman sangat cocok
diterapkan pada tanaman semusim. Pupuk dicampur dengan air kemudian
dikocorkan di dekat batang tanaman.
Kerugian dari cara pemupukan dikocor di dekat batang tanaman adalah :
Ø Pembuatan larutan pupuk harus tepat konsentrasinya. Konsentrasi
larutan yang tinggi apabila mengenai daun tanaman dapat menyebabkan efek
terbakar.
Ø Memerlukan tambahan waktu, biaya dan tenaga untuk pembuatan larutan pupuk.
Ø Frekuensi pemupukan lebih sering sehingga memerlukan tenaga yang intensif.
Keuntungan dari cara pemupukan dikocor di dekat batang tanaman adalah :
Ø Pupuk dapat langsung diserap oleh tanaman sehingga efisiensi dan efektivitas penggunaan pemupukan tercapai.
A.8. Dicampurkan dengan Tanah Penutup Lubang Tanam
Pupuk dicampur dengan tanah penutup lubang tanam dilakukan untuk
pemupukan dasar, misalnya bibit sawit sebelum ditanam biasanya lubang
tanam diberi pupuk dasar TSP atau Rock Phosphate.
8.3. APLIKASI PUPUK CAIR
Aplikasi pupuk cair dilakukan dengan cara disemprotkan ke daun
atau disiramkan langsung ke perakaran tanaman. Hal yang perlu
diperhatikan dalam aplikasi pupuk cair adalah :
Pada saat pengenceran pupuk cair, dapat ditambahkan bahan perekat, hormon, insektisida atau bahan pembantu lain.
Aplikasi pupuk cair dengan cara disemprotkan ke daun sebaiknya
tidak dilakukan pada kondisi terik matahari atau kelembaban rendah untuk
menghindari pengupan yang berlebihan.
Selain itu, aplikasi pupuk cair jangan dilakukan pada saat hujan untuk mengindari tercucinya pupuk di permukaan daun.
9. APLIKASI PUPUK ANORGANIK DI PERKEBUNAN.
9.1. ORGANISASI PEMUPUKAN
a. Setiap Afdeling setiap harinya hanya dibenarkan menabur satu jenis pupuk saja.
b. Kebutuhan tenaga kerja harus tepat dan sesuai dengan luas areal
yang akan dipupuk. Norma prestasi penabur adalah 2,0-3,5 Ha/HK atau
400-500 kg/HK dan tergantung dari dosis pupuk per pokok, topografi tanah
dan keterampilan penabur (profesionalisme).
c. Tenaga kerja harus terlatih dan terdiri dari satu mandoran tenaga
wanita yang tetap untuk setiap Afdeling. Diusahakan tidak terjadi
penggantian tenaga penabur.
d. Afdeling harus menyediakan takaran yang tepat dan seragam antara
penabur satu dengan yang lainnya dan jumlah takaran harus sesuai dengan
jumlah penabur.
9.2. PENGECERAN UNTILAN PUPUK KE DALAM BARISAN TANAMAN
a. Pengeceran untilan pupuk ke dalam barisan tanaman dilakukan oleh
tenaga ecer (tukang langsir). Jumlah tenaga disesuaikan dengan jumlah
pupuk dan topografi tanahnya.
b. Pengeceran dilakukan sesuai dengan rencana pada peta detail dan
dimulai dari rintis tengah blok atau batas alam seperti sungai, parit
dan lain-lain, menuju ke collection road.
9.3. CARA MENABUR PUPUK DI LAPANGAN
a. Pastikan bahwa takaran yang dibawa sesuai dengan dosis yang akan
digunakan dan sesuai dengan jumlah penabur. Asisten Afdeling agar
mengecek kembali kebenaran takaran yang akan digunakan.
b. Penaburan pupuk pada masing-masing pokok harus dimulai dari
batas/rintis tengah blok menuju collection road sesuai arah barisan
tanaman.
c. Pada TBM dan TM umur s/d 5 tahun, semua pupuk disebar didalam
piringan secara melingkar dan merata. Tidak dibenarkan menabur pupuk
terputus-putus (1/2 atau 1/3 lebar piringan).
d. Jarak penaburan pupuk dari pokok tergantung dari jenis pupuk yang akan ditabur dan umur tanaman.
e. Pada TM umur lebih dari 6 tahun, pupuk Urea disebar merata secara
melingkar mulai dari radius 1,0 m dari batang sampai batas luar
piringan. Pupuk-pupuk lainnya (TSP, MOP, Kiserit, Dolomit, Abu Janjang)
disebar diluar piringan mulai dari batas lingkaran hingga 1,5 m ke arah
luar (3,5 m dari batang).
f. Pada tanah miring dan tanaman di tepi parit hanya ditabur ½ lingkaran.
9.4. MONITORING RENCANA DAN REALISASI PEMUPUKAN
Untuk mencapai 3 tepat di dalam aplikasi pemupukan (tepat cara, tepat
waktu dan tepat dosis) maka berikut disampaikan prosedur pengisian buku
rencana dan realisasi pemupukan.
1. Pemilihan jenis pupuk yang akan ditaburkan harus disesuaikan dengan bulan rekomendasi.
2. Pada blok–blok yang sudah ditentukan akan dilakukan pemupukan,
dihitung kebutuhan jumlah pupuknya, selanjutnya dibuat permintaan ke
gudang sejumlah pupuk yang akan ditabur keesokan harinya. Permintaan
tersebut dituangkan ke dalam bentuk buku bon permintaan barang.
Saat pengebonan sudah dilakukan maka pada kotak kolom (dosis dan
jumlah pupuk) dibuat garis vertikal di sebelah kiri kotak dengan pensil
warna merah (lihat contoh 1)
3. Apabila pupuk sudah dimuat ke gudang Afdeling dan sudah dilakukan
penguntilan, maka dibuat garis horisontal/ mendatar pada kotak kolom
(dosis dan jumlah pupuk) menyambung dengan garis yang sudah dibuat pada
keterangan no. 2 dengan pensil warna merah (lihat contoh 2)
4. Apabila pemupukan pada blok tersebut sudah selesai dikerjakan maka
pada kotak kolom (dosis dan jumlah pupuk) dibuat garis penuh membentuk
kotak dengan pensil warna merah dan pada kolom realisasi pemupukan
ditulis tanggal/bulan dengan pensil warna biru (lihat contoh 3). Jumlah
pupuk yang sudah diaplikasi harus ditulis pada kolom realisasi.
Misal : Afdeling I, Blok B-21
Dosis Jlh Pupuk Dosis Jlh Pupuk Bln Dosis Jlh Pupuk
1,00 1203
1,00 1203
Mar 1,00 1203
14/3 1,00 1203
Catatan : 14/3 artinya dikerjakan pada tanggal 14 maret
10. APLIKASI PUPUK ORGANIK DI PERKEBUNAN
10.1. JANJANG KOSONG
A. Sifat dan Nilai Janjang Kosong
a. Janjang kosong (JJK) adalah sisa buah tandan sawit yang diolah di
pabrik kelapa sawit (PKS). Produksi JJK sekitar 23 % TBS (tandan buah
segar).
b. Janjang kosong adalah sumber utama hara Kalium (K). Volume 1
(satu) ton janjang kosong segar mengandung hara yang setara dengan
sekitar 5 kg Urea, 1 kg TSP, 16 kg MOP, dan 4 kg Kieserit. Janjang
kosong melapuk relatif lambat (8 bulan), hara N dan P yang terkandung
didalamnya bersifat slow-release (lambat tersedia bagi tanaman).
c. Pada tanah berpasir janjang kosong bermanfaat sebagai bahan
mulching. Disini aplikasi janjang kosong secara rutin dapat menaikkan
produksi TBS, terutama di daerah dengan iklim yang mempunyai beberapa
bulan kering.
d. Pada daerah lereng, janjang kosong bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi erosi.
B. Areal Aplikasi Janjang Kosong
a. Prioritas aplikasi janjang kosong adalah pada tanaman menghasilkan
(TM) dan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) di daerah lereng dan
tanah berpasir.
b. Blok-blok yang akan diaplikasi janjang kosong harus disurvei lebih dahulu kelayakannya. Persyaratannya sebagai berikut :
TBM dan TM yang terletak dalam radius 6 km dari PKS.
Tanah mineral, sebaiknya bertekstur ringan (berpasir).
Bukan daerah rendahan, drainase harus baik.
Sarana jalan dan jembatan berfungsi baik.
Sebaiknya tidak ada parit yang mengelilingi blok, supaya traktor dapat masuk ke dalam blok dari beberapa tempat.
Di dalam areal tidak banyak batang-batang melintang.
C. Dosis Aplikasi Janjang Kosong
a. Janjang kosong yang diaplikasi adalah janjang kosong segar yang
diangkut langsung dari PPKS dan segera diecer (diaplikasi). Janjang
kosong yang sudah lama menumpuk di lapangan sebelum diecer (lebih dari 1
minggu) akan kehilangan banyak hara terutama Kalium (hilang tercuci).
b. Berikut ini adalah program pemupukan JJK pada tanaman kelapa sawit :
Umur Tanaman Kg/Pokok/Tahun Aplikasi JJK Aplikasi Urea dan TSP
JJK Suplemen Urea Suplemen TSP Cara Waktu
TBM-1 200 0,25 + 0,50 0,30 + 0,20 piringan segera setelah tanam di atas JJK
TBM-2 225 0,50 + 0,50 0,75 + 0 piringan 1 tahun setelah aplikasi pertama di atas JJK
TBM-3 275 0,75 + 0,75 1 + 0 piringan atau gawangan mati 1 tahun setelah aplikasi kedua di atas JJK
TM-4 dan seterusnya 275 0,75 + 0,75 1 + 0 gawangan mati setiap tahun (sepanjang tahun berjalan) TSP di atas JJK Urea di piringan
D. Metode Aplikasi Janjang Kosong
a. Aplikasi satu kali per tahun (lihat tabel diatas). Janjang kosong
diberikan secara manual. Aplikasi janjang kosong di TBM diletakan di
piringan sedangkan di TM diletakan di gawangan mati (antara pokok),
masing-masing satu lapis.
b. Janjang kosong diangkut dari PPKS ke blok aplikasi dengan dump
truck atau traktor dan trailer, lalu ditumpuk di barisan pokok kedua
dari jalan, masing-masing tumpukan jumlahnya sekitar 15 ton.
c. Dari setiap tumpukan, janjang kosong diecer ke setiap pokok di
dalam blok oleh karyawan dengan menggunakan kereta sorong (angkong).
Selanjutnya janjang kosong diratakan satu lapis di areal pemberian.
E. Biaya Pengangkutan Janjang Kosong
a. Ongkos muat dan transport dari PKS ke blok aplikasi diestimasi
tidak melebihi Rp 40 per kg janjang kosong (Januari 2004). Ini merupakan
komponen biaya terbesar dalam pelaksanaan aplikasi.
b. Ongkos ecer dan aplikasi janjang kosong diestimasi tidak melebihi
8,5 HK/Ha (pada kondisi lapangan yang sulit) untuk aplikasi 37,5 ton
JJK/Ha (275 kg JJK/pokok).
F. Kesimpulan
Analisa ekonomi menunjukkan bahwa aplikasi janjang kosong pada TBM dan TM sebagai pengganti pupuk buatan adalah menguntungkan.
10.2. ABU JANJANG
A. Sifat dan Nilai Abu Janjang
a. Abu janjang adalah hasil pengabuan secara perlahan-lahan dari
janjangan kosong di dalam incinerator. Produksi abu janjang adalah
sekitar 0,5 % dari TBS.
b. Abu janjang mempunyai kandungan hara Kalium (K) yang tinggi dan
dapat dipakai sebagai pengganti pupuk MOP. Satu kg abu janjang setara
dengan 0,6 kg MOP.
c. Abu janjang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Sangat alkalis (pH = 12).
Sangat higroskopis (mudah menyerap uap air dari udara).
Mengiritasi tangan karyawan (menyebabkan gatal-gatal dan memperparah luka).
Hara yang terkandung di dalamnya amat mudah larut di dalam air.
d. Adanya sifat-sifat tersebut di atas, maka abu janjang harus cepat
diaplikasikan (tidak boleh disimpan lama). Penyimpanan harus baik
(sebaiknya dalam kantong plastik, tidak langsung dalam karung goni) dan
selalu diperlakukan dengan hati-hati.
e. Abu janjang dengan kadar air lebih dari 10 % tidak dianjurkan
untuk diaplikasikan. Aplikasi abu janjang dalam setahun tidak boleh
lebih dari satu kali.
f. Abu janjang pada dasarnya adalah pupuk K dan sekaligus sebagai
bahan pengapuran. Sasaran aplikasi lapangan terutama pada areal gambut
dan tanah masam.
g. Tujuan aplikasi abu janjang adalah :
Sebagai pengganti pupuk MOP.
Sebagai bahan pengapuran untuk menaikkan pH tanah.
B. Areal Aplikasi Abu Janjang
a. Prioritas aplikasi abu janjang adalah pada areal gambut/tanah masam.
b. Persyaratan areal aplikasi adalah :
Tanah gambut dan tanah masam acid-sulphate : diberikan tiap tahun.
Di daerah dengan tanah masam bukan acid-sulphate (pH tanah 4-5), abu
janjang hanya diberikan sekali saja dalam 5 tahun. Kalau diberikan
terlalu sering maka ada resiko kenaikan pH tanah yang terlalu tinggi
(> 5,5).
c. Pada tanah mineral, abu janjang hanya diberikan pada TM. Pada
tanah gambut, selain pada TM abu janjang juga diberikan pada TBM tahun
ke-2 dan ke-3.
C. Dosis dan Waktu Aplikasi Abu Janjang
a. Abu janjang dapat dipakai sebagai pengganti MOP dengan dosis
aplikasi 5 kg abu janjang untuk setiap 3 kg MOP (dibagi dalam 2 kali
aplikasi per tahun).
b. Pada TM, abu janjang dapat diberikan setiap waktu sepanjang tahun
dengan memperhatikan cara aplikasinya dan jadwal waktu pengambilan
sampel daun (minimal 2-3 bulan sebelum pengambilan contoh daun). Khusus
untuk TBM harus diperhatikan bahwa jarak waktu antara pemupukan Urea dan
abu janjang minimal 4-6 minggu.
D. Persiapan Aplikasi Abu Janjang
a. Abu janjang bersifat amat alkalis dan mengiritasi kulit (caustic),
karena itu harus dicegah abu janjang mengenai kulit karyawan. Jika
kulit terkena abu janjang maka harus segera dibasuh dengan air yang
banyak.
b. Karyawan penabur abu janjang harus diperlengkapi dengan :
Sarung tangan dari karet yang panjang
Pakaian kemeja kerja lengan panjang
c. Karena abu janjang amat higroskopis (menyerap uap air dari udara),
maka ukuran takaran harus dikalibrasi dengan berat abu janjang kering.
Takaran ukuran 3,3 liter misalnya akan memuat abu janjang 2 kg.
E. Cara Aplikasi Abu Janjang
a. TBM di Tanah Gambut
Abu janjang disebar merata di daerah piringan. Waktu aplikasi harus
mempunyai selang waktu minimal 4-6 minggu dengan saat aplikasi pupuk
Urea.
b. TM di Tanah Mineral atau Gambut
Abu janjang disebar merata di luar piringan, dalam lingkaran
mengelilingi pokok dimulai dari batas piringan ke arah luar (2,0-3,5
meter dari pokok).
10.3. DECANTER SOLID
A. Sifat dan Nilai Decanter Solid
a. Decanter solid (DS) adalah limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PPKS yang memakai sistem decanter.
b. Pemanfaatan sebagai bahan pengganti pupuk, decater solid basah
sebaiknya dikeringkan dahulu. Untuk itu diperlukan dryer (ongkos
investasi dan operasinya cukup besar). Kadar air tidak boleh lebih dari
15%, kalau lebih maka bahan cepat berjamur dan tidak dapat disimpan
lama.
c. Produksi decanter solid basah adalah ± 5,7 % dari TBS. Sedangkan
produksi decanter solid kering adalah ± 2 % dari TBS. Baik DS basah
maupun DS kering dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti pupuk pada
TM.
d. Decanter solid adalah bahan organik yang mengandung sejumlah hara
terutama Nitrogen (N). Kandungan hara dapat bervariasi, rata-rata 1 ton
decanter solid basah (setara dengan 0,35 ton decanter solid kering)
mengandung 17 kg Urea, 3 kg TSP, 8 kg MOP, dan 5 kg Kieserit.
e. Pemanfataan decanter solid sebagai bahan pupuk di lapangan akan
mengurangi jumlah pemakaian pupuk pabrik. Di lapangan, decanter solid
memerlukan waktu sekitar 6 minggu untuk melapuk.
f. Decanter solid terutama yang masih basah harus segera diaplikasi
ke lapangan dalam waktu 1 minggu (tidak dapat disimpan lama).
B. Areal Aplikasi Decanter Solid
a. Pemberian decanter solid dalam blok dilakukan 2 tahun berturut-turut.
b. Aplikasi decanter solid biasanya dilakukan diatas janjang kosong
(aplikasi janjang kosong). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan cross
check, mudah melapukkan JJK dan agar solid tidak mencair di piringan.
c. Areal aplikasi harus disurvei dahulu. Persyaratan areal aplikasi sebagai berikut :
TM yang terletak dalam radius 6 km dari PKS.
Tanah mineral, sebaiknya yang bertekstur ringan (berpasir).
Bukan daerah rendahan, drainase harus baik.
Blok dapat dimasuki oleh traktor dari beberapa tempat.
Sarana jalan dan jembatan berfungsi baik.
C. Dosis Aplikasi Decanter Solid
a. Ada dua kemungkinan aplikasi, yaitu aplikasi decanter solid kering atau decanter solid basah.
b. Untuk decanter solid kering (kadar air = 15 %), dosis 70 kg/pokok/tahun (9,5 ton/ha/tahun).
c. Dosis decanter solid basah adalah 200 kg/pokok/tahun (27,2 ton/ha/tahun).
d. Jumlah dosis di atas diberikan atas dasar volume. Decanter solid
kering supaya dikarungkan di PPKS dalam kemasan 35 kg sehingga dosis
aplikasi menjadi 2 karung decanter solid kering/pokok/tahun.
e. Decanter solid basah harus dilakukan kalibrasi penakar yang
sesuai, misalnya satu kereta sorong/angkong dapat mengangkut 50 kg DS
basah sehingga dosis aplikasi menjadi 4 kali isi kereta sorong DS
basah/pokok/tahun. Selain daripada itu diperlukan suplemen pupuk pabrik
sesuai dengan program pemupukan sebagai berikut :
Program Pemupukan Solid Pada Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan
Jenis Solid Kg/pokok/tahun Aplikasi Solid Aplikasi TSP dan MOP (disebar merata)
Solid TSP MOP Cara Waktu
Solid basah 200 0,5 0,75 + 0,75 gawangan mati Setiap waktu di tahun berjalan di atas solid (gawangan mati)
Solid kering 70 0,5 0,75 + 0,75 gawangan mati Setiap waktu di tahun berjalan di atas solid (gawangan mati)
Keterangan :
Pupuk MOP diberikan dalam dua kali aplikasi (dua semester)
Pupuk TSP satu kali aplikasi
Pupuk Urea dan Kieserit tidak diberikan sama sekali
D. Metode Aplikasi Decanter Solid
a. Seluruh dosis decanter solid diberikan sekaligus untuk 1 tahun
(pemberian setiap waktu). Decanter solid kering atau basah diberikan di
gawangan mati (barisan pokok) sebagai lapisan tipis.
b. Decanter solid diangkut dari PKS ke blok aplikasi dengan dump
truck atau farm tractor dan trailer. Decanter solid kering diangkut
dalam karung-karung (berat ± 35 kg/karung), sedangkan decanter solid
basah dimuatkan langsung ke dalam trailer.
c. Decanter solid kemudian ditumpuk-tumpukan di sepanjang barisan
kedua dari jalan untuk selanjutnya diecer manual ke tiap pokok di dalam
blok.
d. Decanter solid dapat diecer ke setiap pokok atau daerah gawangan mati dengan menggunakan kereta sorong.
E. Biaya Pengangkutan Decanter Solid
a. Ongkos muat dan transport dari PKS ke blok aplikasi diestimasikan
tidak melebihi Rp 40 per kg decanter solid basah (untuk decanter solid
kering lebih rendah) per Januari 2004.
b. Ongkos ecer dan aplikasi decanter solid.
Untuk aplikasi decanter solid kering diestimasi tidak melebihi 4,5
HK/ha. Untuk aplikasi decanter solid basah diestimasi tidak melebihi
8,5 HK/ha.
10.4. POME (PALM OIL MILL EFFLUENT)
a. POME (Palm Oil Mill Effluent) yang biasa disebut Effluent merupakan limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PKS.
b. Effluent mentah memiliki BOD (Biological Oxygen Demand) 25.000
ppm, sedangkan yang sudah diperlakukan (treatment) memiliki BOD sebesar
1.000-2.000 ppm (sesuai untuk aplikasi).
c. Satu ton Effluent (BOD 1.000 ppm) mengandung sekitar 0,5 kg N
(1,1 kg Urea), 0,1 kg P (0,22 kg TSP), 1,2 kg K (2 kg MOP), dan 0,3 kg
Mg (1,1 kg Kieserite).
e. Pemberian Effluent dengan cara membuat flat beds di sepanjang
gawangan mati (selang-seling dengan jalan panen/pasar pikul) dengan
ukuran (2,0 x 1,5 x 0,25) m. Effluent dialirkan melalui pipa PVC dalam
kolam limbah dengan bantuan pompa. Pengaliran antar flat beds secara
gravitasi.
No comments:
Post a Comment