REVIEW
PROSES PEMBENTUKAN AKAR
ADVENTIF ; SEBUAH KONSEP BARU
GEERT-JAN DE KLERK, 1WIM
VAN DER KRIEKEN, JOKE C. DE JONG
Pusat Penelitian
Kultur Jaringan, PO Box 85, 2160 AB Lisse, The Netherland (G, -J. d. K.); Pusat
Penelitian Agro Biologi dan Kesuburan Tanah (AB-DLO), PO Box 14, 6700 AA
Wageningen, The Netherland (W. v. d. K., J. C. d. J.)
(Diterima 26 Juni
1998; disetujui 27 Oktober 1998; Rditor T.A. Thorpe)
Diterjemahkan oleh :
Freddy Pangaribuan,
SP
dari Judul asli :
The Formation of Adventitious
Root: New concepts, New Possibilities
GEERT-JAN DE KLERK, 1WIM
VAN DER KRIEKEN, JOKE C. DE JONG
TREE IMPROVEMENT
Plant Tissue Culture Laboratory Unit
PT Wirakarya Sakti-Sinarmas Forestry
Jambi Region
2013
Abstract/Summary
Perkembangan yang nyata telah
terjadi pada saat ini dalam hal pemahaman tentang pembentukan akar adventif
menggunakan studi fisiologis. Telah
diketahui secara umum bahwa pembentukan akar merupakan suatu proses yang
terdiri dari fase-fase yang jelas, yang masing masing memiliki kebutuhan
khusus. Pada review ini, proses yang
berkelanjutan dalam pembentukan akar diuraikan dan kemungkinan fungsi senyawa
yang berhubungan dengan pembentukan luka, auxin, etilen dan senyawa fenol dalam
fase spesifik tersebut akan didiskusikan.
Hasil terakhir akan membantu pengembangan perlakuan untuk
pembentukan akar yang lebih maju.. Studi
molekuler pada proses pembentukan akar sedang dilaksanakan dan akan sangat
penting dalam mengungkapkan mekanisme yang mendasari pembentukan akar adventif.
Kata kunci : pembentukan akar
adventif; auksin; siklus aktivasi sel;etilen, faktor non auksin, fenolic, fase
perakaran, senyawa yang berhubungan dengan luka
Pendahuluan
Dalam
hortikultur, pertanian, dan kehutanan, perbanyakan vegetative digunakan secara
luas untuk memperbanyak tanaman elit yang diperoleh dari program pemuliaan atau
yang berasal dari seleksi dari populasi di alam (Hartmann et al., 1990). Di negri Belanda, yang merupakan salah satu
produsen tanaman induk yang besar, menghasilkan, 6 milliar tanaman setiap tahun
yang dihasilkan melalui cutting/stek setiap tahun yang setara dengan 500 Juta USD.
Pembentukan akar adventif merupakan merupakan satu langkah kunci dalam
perbanyakan vegetatif. Kerugian terjadi
karena sering cutting/stek tidak menghasilkan akar (sebuah estimasi menunjukkan di angka 25% untuk tanaman di
Nursery dan 5% pada tanaman hias terjadi di Belanda). Kerugian tambahan terjadi akaibat kualitas
system perakaran dari tanaman, yang dapat disebabkan oleh auksin yang digunakan
dalam perlakuan. Lebih jauh lagi, akibat
perakaran yang lambat dan kurang baik, penggunaan fungisida menjadi dan
bakterisida menjadi sering dibutuhkan untuk melindungi cutting dari serangan
jamur dan bakteri. Adalah sulit untuk
melakukan estimasi kerugian yang diakibatkan oleh kekurangan dalam proses
pembentukan akar, akan tetapi estimasi kasar mungkin menunjukkalah angka 50
juta USD pertahun untuk Belanda.
Oleh
karena kepentingan ekonomi, para peneliti telah berusaha mengembangkan metode
perlakuan rooting yang baru. Secara
spesifik, pengaruh dari semua jenis zat
pengatur tumbuh (ZPT) telah dipelajari (Haissig dan Davies, 1994). Selain dari upaya-upya tersebut, dalam
operasional komersil perlakuan rooting baru belum muncul (Hartman
et al., 1990): cutting masih dirooting
dengan pencelupan beberapa detik ke dalam larutan auksin konsentrasi tinggi
atau pencelupan kedalam rooting powder (auksin dengan talk sebagai
carrier). Kedua metode tersebut berasal
dari sepuluh tahun yang lalu setelah penemuan auksin. Dalam perbanyakan vegetatif, perbaikan telah
dilakukan, akan tetapi , mereka lebih memberikan penekanan kepada tanaman induk
dan penyesuaian rumah kaca dan kondisi tanah setelah penanaman (Hartmann et al,
1990). Akhir-akhir ini, perkembangan
yang nyata telah terjadi pada penelitian rooting. Pertama, banyak peneliti mengetahui bahwa
rooting bukanlah satu proses tunggal melainkan suatu proses perkembangan yang
terdiri dari langkah-langkah yang berbeda, yang masing-masing memiliki syarat
atau kebutuhan tertentu ( Kevers et al., 1997). Kedua, banyak studi dasar tentang rooting
sedang dilaksanakan secara in vitro. Hal
ini memiliki beberapa keuntungan: kondisi kultur jaringan dapat memfasilitasi
pelaksanaan perlakuan auksin dan senyawa lain, menghindari degradasi oleh
mikroba dari senyawa yang diaplikasikan, dan memperbolehkan penambahan nutrisi
an organic dan karbohidrat (sehingga penyebab sekunder dari pembentukan akar
yang lemah, seperti kapasitas fotosisintesis yang rendah dari cutting dapat
dicegah) dan memperbolehkan percobaan dengan eksplan yang kecil dan sederhana,
seperti irisan batang (Van der Krieken et al., 1993). Ketiga, metode molekuler sekarang telah
diaplikasikan dalam studi tentang rooting.
Walaupun sedikit hasil yang masih diperoleh, akan tetapi studi tersebut
sangat penting untuk mengungkapkan mekanisme dasar yang melatar belakangi
proses pembentukan akar adventif. Ke
empat, memahami mekanisme proses lain
yang sangat cepat berkembang, yang terutama sangat nyata adalah dua proses
regenerasi yaitu embryogenesis dan pembentukan nodul. Kemungkinan, mekanisme serupa terjadi dalam
rooting (De Klerk et al., 1997b). Dalam
review ini, kita akan menekankan studi fisiologis dan, dalam jangkauan lebih,
yaitu dari segi molekuler.
FUNGSI UTAMA AUKSIN
Sejarah
awal auksin sebagai agent perangsang
akar telah laporkan oleh Van der Lek (1941) dan Haissig dan Davis (1994). Segera setelah penemuan indole-3-acetic acid
(IAA), aktivitas perangsangan akarnya telah dilaporkan (Thimann dan Went, 1934). Pada awalnya, peneliti beranggapan bahwa
auksin hanya dapat diaplikasikan dalam metode yang semi alami, viz. melalui
transport basipetal. Aplikasi praktis
dari auksin untuk perakaran dari cutting menjadi feasible ketika ditemukan
bahwa auksin juga dapat malaksanakan perannya ketika ditambahkan melalui
permukaan cutting, i.e., melalui bekas potongan bagian bawah (Hitchcock dan
Zimmerman, 1936). Dalam periode yang
sama, indole-3-butyric acid (IBA) dan ἀ-napthaleneacetic acid (NAA) telah disintesa
secara kimiawi, dan kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan akar ditemukan
(Zimmermann dan Wilcoxon, 1935), dan
tepung talk diperkenalkan sebagai carrier untuk auksin (Grace, 1937). Di Belanda, perusahaan yang pertama
memproduksi rooting powder, Rhizopon, didirikan tahun 1939.
Pada
banyak species, applikasi auksin eksogen dibutuhkan untuk menghasilkan akar
(Diaz-Sala et al., 1996; Blazkova et
al., 1997). Beberapa tumbuhan
menghasilkan akar secara spontan, tetapi, dalam tumbuhan tersebut, auksin
endogen dihasilkan pada pucuk dan ditransportasikan secara basipetal ke bekas
potongan yang berperan sebagai pemicu : penghilangan pucuk mengurangi tingkat
auksin endogen pada bagian bawah cutting dan jumlah akar yang dihasilkan
(Nordstrom dan Eliason, 1991). Lebih
jauh lagi, pada tumbuhan tersebut, applikasi auksin secara nyata meningkatkan
jumlah akar (Nordstrom et al., 1991; Liu dan Reid, 1992a).
IBA
adalah yang paling umum digunakan untuk rooting dalam skala komersial (IBA
mencakup lebih kurang 85% dari jumlah auksin yang dijual oleh Perusahaan
Rhizopon, K. Eigenraam, pers. Com.).
Jenis auksin lain yang digunakan secara komersial adalah IAA dan
NAA. Banyak senyawa analog yang telah
disintesa dan diteliti untuk sifat seperti auksin (Jonsson, 1961), akan tetapi
tidak ada diantara mereka yang telah digunakan dalam skala besar untuk
rooting. Pengamatan perbedaan aktivitas
dalam efektivitas antara beragam auksin bisa jadi terletak pada senyawanya
(daya tarik/affinitas terhadap reseptor auksin yang terlibat dalam rooting,
cf. Libbenga dan Mennes, 1995) atau pada
konsentrasi dari auksin bebas yang dapat menjangkau sel ‘target’. Yang kedua ini tergantung pada beberapa
faktor : penyerapan, tranportasi, dan konversi dari senyawa yang ditambahkan,
dan jumlah auksin yang disintesa oleh tumbuhan itu sendiri.
Auksin
dapat diaplikasikan untuk beberapa hari atau minggu pada konsentrasi yang
rendah (micro molar range) (Hartmann et al., 1990). Pencelepun dalam waktu yang singkat
duapplikasikan dalam makro propagasi, dimana cutting dirangsang pertumbuhan
akarnya dengan mencelupkannya pada larutan auksin pekat atau pada rooting
powder dengan talk base. Sepertinya,
auksin dilepas dengan cepat dari tepung talk akan tetapi hal ini belum pernah
diteliti. Cutting yang dihasilkan dalam
kultur jaringan (mikro cutting) juga dapat diberi perlakuan singkat dengan
auksin, dan kemudian ditanam ex vitro.
Ketika mikro cutting masih sangat kecil, adalah lebih disenangi untuk
merootingnya secara in vitro dalam konsentrasi auksin yang rendah dan
menanamnya dalam tanag ketika akar telah terbentuk: selama rooting in vitro,
ukuran mikro cutting semakin besar dan kuat.
No comments:
Post a Comment