Thursday, March 7, 2013

The Formation of Adventitious Root: New concepts, New Possibilities (to be continiued)


REVIEW
PROSES PEMBENTUKAN AKAR ADVENTIF ;  SEBUAH KONSEP BARU
GEERT-JAN DE KLERK, 1WIM VAN DER KRIEKEN, JOKE C.  DE JONG

Pusat Penelitian Kultur Jaringan, PO Box 85, 2160 AB Lisse, The Netherland (G, -J. d. K.); Pusat Penelitian Agro Biologi dan Kesuburan Tanah (AB-DLO), PO Box 14, 6700 AA Wageningen, The Netherland (W. v. d. K., J. C. d. J.)

(Diterima 26 Juni 1998; disetujui 27 Oktober 1998; Rditor T.A. Thorpe)


Diterjemahkan oleh :

Freddy Pangaribuan, SP
dari Judul asli :
The Formation of Adventitious Root: New concepts, New Possibilities
GEERT-JAN DE KLERK, 1WIM VAN DER KRIEKEN, JOKE C.  DE JONG




TREE IMPROVEMENT
Plant Tissue Culture Laboratory Unit
PT Wirakarya Sakti-Sinarmas Forestry
Jambi Region
2013
Abstract/Summary
Perkembangan yang nyata telah terjadi pada saat ini dalam hal pemahaman tentang pembentukan akar adventif menggunakan studi fisiologis.  Telah diketahui secara umum bahwa pembentukan akar merupakan suatu proses yang terdiri dari fase-fase yang jelas, yang masing masing memiliki kebutuhan khusus.  Pada review ini, proses yang berkelanjutan dalam pembentukan akar diuraikan dan kemungkinan fungsi senyawa yang berhubungan dengan pembentukan luka, auxin, etilen dan senyawa fenol dalam fase spesifik tersebut akan didiskusikan.  Hasil terakhir akan membantu pengembangan perlakuan untuk pembentukan akar yang lebih maju..  Studi molekuler pada proses pembentukan akar sedang dilaksanakan dan akan sangat penting dalam mengungkapkan mekanisme yang mendasari pembentukan akar adventif.

Kata kunci : pembentukan akar adventif; auksin; siklus aktivasi sel;etilen, faktor non auksin, fenolic, fase perakaran, senyawa yang berhubungan dengan luka


Pendahuluan

                Dalam hortikultur, pertanian, dan kehutanan, perbanyakan vegetative digunakan secara luas untuk memperbanyak tanaman elit yang diperoleh dari program pemuliaan atau yang berasal dari seleksi dari populasi di alam (Hartmann et al., 1990).  Di negri Belanda, yang merupakan salah satu produsen tanaman induk yang besar, menghasilkan, 6 milliar tanaman setiap tahun yang dihasilkan melalui cutting/stek setiap tahun yang  setara dengan  500 Juta USD.  Pembentukan akar adventif merupakan merupakan satu langkah kunci dalam perbanyakan vegetatif.  Kerugian terjadi karena sering cutting/stek tidak menghasilkan akar (sebuah estimasi  menunjukkan di angka 25% untuk tanaman di Nursery dan 5% pada tanaman hias terjadi di Belanda).  Kerugian tambahan terjadi akaibat kualitas system perakaran dari tanaman, yang dapat disebabkan oleh auksin yang digunakan dalam perlakuan.  Lebih jauh lagi, akibat perakaran yang lambat dan kurang baik, penggunaan fungisida menjadi dan bakterisida menjadi sering dibutuhkan untuk melindungi cutting dari serangan jamur dan bakteri.  Adalah sulit untuk melakukan estimasi kerugian yang diakibatkan oleh kekurangan dalam proses pembentukan akar, akan tetapi estimasi kasar mungkin menunjukkalah angka 50 juta USD pertahun untuk Belanda.
              Oleh karena kepentingan ekonomi, para peneliti telah berusaha mengembangkan metode perlakuan rooting yang baru.  Secara spesifik, pengaruh dari semua jenis  zat pengatur tumbuh (ZPT) telah dipelajari (Haissig dan Davies, 1994).  Selain dari upaya-upya tersebut, dalam operasional  komersil  perlakuan rooting baru belum muncul (Hartman et al., 1990):  cutting masih dirooting dengan pencelupan beberapa detik ke dalam larutan auksin konsentrasi tinggi atau pencelupan kedalam rooting powder (auksin dengan talk sebagai carrier).  Kedua metode tersebut berasal dari sepuluh tahun yang lalu setelah penemuan auksin.  Dalam perbanyakan vegetatif, perbaikan telah dilakukan, akan tetapi , mereka lebih memberikan penekanan kepada tanaman induk dan penyesuaian rumah kaca dan kondisi tanah setelah penanaman (Hartmann et al, 1990).  Akhir-akhir ini, perkembangan yang nyata telah terjadi pada penelitian rooting.  Pertama, banyak peneliti mengetahui bahwa rooting bukanlah satu proses tunggal melainkan suatu proses perkembangan yang terdiri dari langkah-langkah yang berbeda, yang masing-masing memiliki syarat atau kebutuhan  tertentu  ( Kevers et al., 1997).  Kedua, banyak studi dasar tentang rooting sedang dilaksanakan secara in vitro.  Hal ini memiliki beberapa keuntungan: kondisi kultur jaringan dapat memfasilitasi pelaksanaan perlakuan auksin dan senyawa lain, menghindari degradasi oleh mikroba dari senyawa yang diaplikasikan, dan memperbolehkan penambahan nutrisi an organic dan karbohidrat (sehingga penyebab sekunder dari pembentukan akar yang lemah, seperti kapasitas fotosisintesis yang rendah dari cutting dapat dicegah) dan memperbolehkan percobaan dengan eksplan yang kecil dan sederhana, seperti irisan batang (Van der Krieken et al., 1993).  Ketiga, metode molekuler sekarang telah diaplikasikan dalam studi tentang rooting.  Walaupun sedikit hasil yang masih diperoleh, akan tetapi studi tersebut sangat penting untuk mengungkapkan mekanisme dasar yang melatar belakangi proses pembentukan akar adventif.  Ke empat, memahami mekanisme  proses lain yang sangat cepat berkembang, yang terutama sangat nyata adalah dua proses regenerasi yaitu embryogenesis dan pembentukan nodul.  Kemungkinan, mekanisme serupa terjadi dalam rooting (De Klerk et al., 1997b).  Dalam review ini, kita akan menekankan studi fisiologis dan, dalam jangkauan lebih, yaitu dari segi molekuler.

FUNGSI UTAMA AUKSIN

                Sejarah awal auksin sebagai agent  perangsang akar telah laporkan oleh Van der Lek (1941) dan Haissig dan Davis (1994).  Segera setelah penemuan indole-3-acetic acid (IAA), aktivitas perangsangan akarnya telah dilaporkan (Thimann dan Went, 1934).  Pada awalnya, peneliti beranggapan bahwa auksin hanya dapat diaplikasikan dalam metode yang semi alami, viz. melalui transport basipetal.  Aplikasi praktis dari auksin untuk perakaran dari cutting menjadi feasible ketika ditemukan bahwa auksin juga dapat malaksanakan perannya ketika ditambahkan melalui permukaan cutting, i.e., melalui bekas potongan bagian bawah (Hitchcock dan Zimmerman, 1936).  Dalam periode yang sama, indole-3-butyric acid (IBA) dan -napthaleneacetic acid (NAA) telah disintesa secara kimiawi, dan kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan akar ditemukan (Zimmermann  dan Wilcoxon, 1935), dan tepung talk diperkenalkan sebagai carrier untuk auksin (Grace, 1937).  Di Belanda, perusahaan yang pertama memproduksi rooting powder, Rhizopon, didirikan tahun 1939.
                Pada banyak species, applikasi auksin eksogen dibutuhkan untuk menghasilkan akar (Diaz-Sala et al.,  1996; Blazkova et al., 1997).  Beberapa tumbuhan menghasilkan akar secara spontan, tetapi, dalam tumbuhan tersebut, auksin endogen dihasilkan pada pucuk dan ditransportasikan secara basipetal ke bekas potongan yang berperan sebagai pemicu : penghilangan pucuk mengurangi tingkat auksin endogen pada bagian bawah cutting dan jumlah akar yang dihasilkan (Nordstrom dan Eliason, 1991).  Lebih jauh lagi, pada tumbuhan tersebut, applikasi auksin secara nyata meningkatkan jumlah akar (Nordstrom et al., 1991; Liu dan Reid, 1992a).
                IBA adalah yang paling umum digunakan untuk rooting dalam skala komersial (IBA mencakup lebih kurang 85% dari jumlah auksin yang dijual oleh Perusahaan Rhizopon, K. Eigenraam, pers. Com.).  Jenis auksin lain yang digunakan secara komersial adalah IAA dan NAA.  Banyak senyawa analog yang telah disintesa dan diteliti untuk sifat seperti auksin (Jonsson, 1961), akan tetapi tidak ada diantara mereka yang telah digunakan dalam skala besar untuk rooting.  Pengamatan perbedaan aktivitas dalam efektivitas antara beragam auksin bisa jadi terletak pada senyawanya (daya tarik/affinitas terhadap reseptor auksin yang terlibat dalam rooting, cf.  Libbenga dan Mennes, 1995) atau pada konsentrasi dari auksin bebas yang dapat menjangkau sel ‘target’.  Yang kedua ini tergantung pada beberapa faktor : penyerapan, tranportasi, dan konversi dari senyawa yang ditambahkan, dan jumlah auksin yang disintesa oleh tumbuhan itu sendiri.
                Auksin dapat diaplikasikan untuk beberapa hari atau minggu pada konsentrasi yang rendah (micro molar range) (Hartmann et al., 1990).  Pencelepun dalam waktu yang singkat duapplikasikan dalam makro propagasi, dimana cutting dirangsang pertumbuhan akarnya dengan mencelupkannya pada larutan auksin pekat atau pada rooting powder dengan talk base.  Sepertinya, auksin dilepas dengan cepat dari tepung talk akan tetapi hal ini belum pernah diteliti.  Cutting yang dihasilkan dalam kultur jaringan (mikro cutting) juga dapat diberi perlakuan singkat dengan auksin, dan kemudian ditanam ex vitro.  Ketika mikro cutting masih sangat kecil, adalah lebih disenangi untuk merootingnya secara in vitro dalam konsentrasi auksin yang rendah dan menanamnya dalam tanag ketika akar telah terbentuk: selama rooting in vitro, ukuran mikro cutting semakin besar dan kuat.

No comments:

Post a Comment