SENYAWA YANG BERHUBUNGAN DENGAN LUKA (WOUNDING RELATED COMPOUND)
Ketika
cutting diambil, cutting tersebut dipotong dari pohon induk (mother plant). Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa luka
dan meskipun akar juga kadang-kadang bisa diinduksi pada batang yang utuh
(intact), luka pada umumnya dibutuhkan untuk mendapatkan rooting. Pelukaan jaringan tumbuhan menghasilkan
kerusakan dari kompartemen sel (vakuola, vesikel, periksom, dan plastid) yang
mengarah kepada sintesis dan/atau pelepasan enzim katabolisme (glukonase,
peroksidase, phospolipase, lipoxygenase) yang ada dalam organel sel. Enzim tersebut mendegradasi dinding sel dan
membran sel. Produk hasil pecahan dari struktur
sel tersebut disebut senyawa yang berhubungan dengan luka (WRC: wounding related compound).
Senyawa tersebut diketahui terlibat dalam system proses pertahanan
tumbuhan dan bersifat elicitor (untuk review lihat Lyon et al., 1995).
Gambar 7. Pengaruh beberapa WRC terhadap pengaruh IBA
pada inisiasi akar irisan batang. Sebanyak
20 kelompok irisan batang apel dikulturkan secara triplicate selama 1 hari
dalam medium yang mengandung 3.2 µM
IBA dan konsentrasi yang meningkat dari WRC.
Irisan tersebut kemudian di transfer ke media bebas hormone. Semua SE kurang dari 9% dari semua rata-rata.
Kami
menemukan bahwa WRC dan senyawa yang berhubungan dengannya memainkan peran yang
penting dalam rooting (Van der Krieken et al., 1997). Sendiri, senyawa tersebut tidak dapat
menginduksi perakaran dalam irisan batang apel (hasil tidak ditunjukkan), akan
tetapi mereka memacu pertumbuhan akar ketika diaplikasikan bersama dengan kosentrasi IBA yang sub optimal (Gambar . 7). Rooting dipacu dengan pemecahan produk yang
berasal dari membran sel (elicitor yang
aktif secara lokal), jasmonic acid ( wounding/stress induced plant hormone),
enzim yang mendegradasi struktur sel (selulosa, pektinase), phytoalexin (digitoxin),
dan pythium atau ekstrak ragi ( secara umum dianggap sebagai pengindungsi
system pertahanan tumbuhan yang kuat).
Pembentukan etilen dipicu oleh luka (Meyer et al., 1984). Pengaruh hormon dipelajari secara lebih detil
dan hasilnya dibahas dalam bagian berikutnya.
Gambar. 8. Pengaruh nonanoic acid terhadap pengambilan
dan metabolism IBA. Sebanyak 20 irisan batang diinkubasikan secara triplicate
selama 24 jam pada media nonanoic atau media tanpa elicitor. Kemudian ditransfer selama 2 jam ke media
dengan 14 C-IBA dan
setelahnya ke media 10 µM IBA tanpa
label. Setelah bebrapa periode, IBA dan
metabolitnya diektraksi dan dianalisa dengan TLC. IAA diperoleh dari konversi IBA. Semua SE lebih kecil dari 8% dari seluruh
rataan. Garis tegas, adalah control
tanpa nonanoin acid, garis titik-titik, dengan nonanoic acid.
Kami
juga mempelajari mode of action dari
WRC. Kemungkinan WRC meningkatkan
pengambilan auksin, atau mengurangi konjugasi atau oksidasi dari auksin yang
diaplikasikan. Adalah diketahui bahwa,
WRC tidak mempengaruhi pengambilan dan metabolisme 14 C-IBA (Gambar.
8). Kami juga mempelajari pengaruh WRC
terhadap sintesis dari IAA endogen.
Setelah inkubasi irisan apel selama I hari dalam medium dengan WRC,
tingkat IAA endogen ditentukan dengan kromatografi gas-analisis
spektrometri. Tidak terdapat pengaruh
terhadap tingkat IAA endogen yang diamati (data tidak ditunjukkan). Penjelasan lain terhadap aksi dari WRC adalah
mereka memacu kompetensi dari jaringan untuk merespon terhadap hormone
tumbuhan. Penjelasan ini sepertinya
dapat diterima, karena kami juga mengamati bahwa, applikasi berlanjut dari WRC
dan auksin menghasilkan respon akar yang lebih tinggi daripada aplikasi yang
simultan (data tidak ditunjukkan).
Sehingga, disarankan bahwa WRC memainkan peran yang utama dalam fase dedifferensiasi.
Luka
juga menginduksi stress. Oleh karena itu
senyawa yang berhubungan dengan stress diuji, viz., elicitor sistemik (aplikasi
lokal dari elicitor ini memicu reaksi pertahanan dalam seluruh tumbuhan; mis;
salicylic acid), metabolit sekunder (berhubungan pada stress, mis; shikimate,
coumaric acid), radikal bebas (stress oksidatif dapat diinduksi dengan mis,
paraquat), scavengers (pengurangan stress; vitamin C, vitamin E, senyawa
fenol), dan brassinosteroids (mereka terlibat dalam pertumbuhan dan juga
terlibat dalam respon stress). Dengan
pengecualian beberapa senyawa fenol, semuanya tidak memiliki efek penghambatan
terhadap perakaran irisan batang apel.
Senyawa
fenol telah berulang kali dinyatakan terlibat dalam pertumbuhan tumbuhan,
tetapi belum terbukti melalui eksperimen (Milborrow, 1984). Beberapa peneliti telah mengamati apakah
senyawa fenolik endogen berhubungan dengan kemampuan perakaran.
Korelasi demikian telah ditemukan (Ueda, 1989; Curir et al., 1990). Juga telah sering dilaporkan bahwa aplikasi
senyawa fenol memacu perakaran; akan tetapi; kebanyakan studi tersebut kurang
komprehensif. Sebagai contoh, biasanya
hanya satu konsentrasi dari senyawa yang diuji coba (e.g., James dan Thurbon,
1981; Kling dan Meyer, 1983).
Kami
mempelajari pengaruh dari beberapa senyawa fenolik terhadap rooting irisan
batang apel pada konsentrasi yang lebar.
Dalam eksperimen kami, ferulik acid (FA) merupakan senyawa fenolic yang
paling aktif yang telah diuji. Senyawa
tersebut memacu rooting dengan kehadiran IAA dan hanya sedikit mempengaruhi
dalam kondisi NAA ada (Gambar. 9). Hal ini menunjukkan bahwa FA mungkin dapat berfungsi sebagai penghambat
oksidasi (IAA dapat dioksidasi tetapi NAA tidak). Sesungguhnya, FA secara keseluruhan
melindungi IAA dari oksidasi. Hal ini
perlu dicatat bahwa FA melindungi oksidasi IAA dalam keadaan adanya jaringan
tumbuhan dalam keadaan gelap, dan juga foto oksidasi pada kondisi tanpa
jaringan tumbuhan (data tidak ditunjukkan).
Oleh karena itu FA bertindak sebagai anti oksidan yang kuat. Akan tetapi, aksi dari FA tidak hanya sebagai
pelindung auksin dari oksidasi. Jika
demikian, FA seharusnya menggeser kurva dosis-respon IAA ke kiri, tetapi tetap
mempertahankan bentuk dari kurva tidak berubah.
Kami menemukan, bahwa dengan senyawa fenol yang lain (e.g.,
phloroglucinol; Gambar. 10) FA memperlebar kurva respond dan dosis.
Gambar. 9.
Pengaruh ferulic acid terhadap perakaran irisan batang apel. Dalam medium, konsentrasi sub optimal dari
IAA atau NAA dan peningkatan konsentrasi IAA dan NAA dan peningkatan
konsentrasi ferulic acid. Perlu dicatat
bahwa IAA dapat dioksidasikan tetapi NAA tidak.
Setelah 120 jam dikulturkan dalam gelap pada media dengan auksin dan ferulic
acid, irisan tersebut dipindahkan ke
tempat terang dan media tanpa hormon.
Phloroglucinol
bahkan memacu perakaran pada konsentrasi auksin supra optimal (pada 100 µM IAA; lihat Gambar 10). Lebih jauh, phloroglucinol dan FA tidak
beraksi pada Hari 2-4 tetapi lebih awal, pada hari 1-2 (data tidak ditunjukkan). Kami mengemukakan bahwa senyawa fenolik
bertindak sebagai anti oksidan, dengan demikian melindungi IAA dari oksidasi dan terhadap stress oksidataif pada
jaringan tumbuhan yang diakibatkan oleh
luka.
Gambar. 10. Pengaruh dari 300 µM phloroglucinol (PG) terhadap rooting irisan batang apel pada
konsentrasi IAA yang meningkat. Catatan
bahwa PG juga merangsang akar pada konsentrasi IAA yang suboptimal. Setelah 120 jam dikulturkan dalam gelap,
irisan tersebut dipindahkan ke tempat terang dan pada media tanpa hormon.
No comments:
Post a Comment