Kultur Jaringan Tumbuhan dan Bioteknologi- Sebuah Terobosan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Ketahanan Terhadap Stress Lingkungan dan Kehutanan
Arie Altman*
Institut Robert H.
Smith - Ilmu Tumbuhan dan Genetika Pertanian
Universitas Hebrew-
Jerusalem
P.O. Box 12, Rehovot
76-100, Israel
Didedikasikan kepada
Jeff Schell-Ilmuwan yang hebat, kepribadian yang unik, dan teman yang baik
(Diterima tanggal 9
April 2002; editor T.A. Thorpe)
Diterjemahkan oleh : Freddy Pangaribuan
Plant Tissue Culture Research-Sinarmas Forestry
Ringkasan
Bioteknologi tumbuhan - khususnya regenerasi
secara in vitro dan biologi sel, manipulasi DNA dan rekayasa biokimia - telah
mengubah pertanian dalam 3 wilayah utama
yaitu : pengaturan pertumbuhan tanaman, melindungi tanaman terhadap stress
abiotik, dan produksi bahan makanan khusus, biokemikal dan bahan farmasi. Bioteknologi tumbuhan menghadapi beberapa
tantangan yang besar dalam dekade mendatang antara lain : menghindari bahaya
dari stress abiotik (khususnya salinitas, kekeringan, dan suhu ekstrim),
memperbaiki pengendalian hama penyakit, mempertahankan dan memperbaiki lingkungan,
memperbaiki kualitas makanan dan perancangan/ design ‘makanan khusus’
menggunakan rekayasa biokimia, dan produksi material biologis. Pendekatan dua penelitian secara paralel akan
selalu berjalan secara simultan dalam masa yang akan datang: pendekatan secara
transgenik (ekspresi gen-gen khusus, promoter spesifik dan faktor transkripsi)
dan pendekatan non transgenik (penemuan gen, marker assisted selection, mutasi
efektif, dan klonal forestry/agriculture.
Kekeringan dan salinitas adalah ancaman yang paling serius terhadap
pertanian dan terhadap lingkungan di banyak bagian dunia. Meskipun pemuliaan secara molekuler telah umum dilaksankan dalam pertanian, pada species
tanaman kehutanan telah ketinggalan jauh.
Akan tetapi, permintaan yang meningkat terhadap kayu dan produk kayu dan
berkurangnya hutan yang dapat dipanen telah membawa pada pengenalan beberapa
alat molekuler dan bioteknologi dalam penelitian dan pemuliaan species
pohon dalam kehutanan. Salah satu diantaranya adalah perbanyakan
secara invitro, identifikasi dengan molekuler marker, dan rekayasa genetik
untuk sifat spesifik. Pencapaian pada
saat ini dalam bioteknologi telah melampaui harapan terdahulu. Pencapaian dan dampak dari perkembangan baru
tergantung bukan hanya pada keberhasilan riset yang terus menerus serta inovasi
dan aktivitas pengembangan, akan tetapi juga pada iklim regulasi yang mendukung
dan penerimaan publik. Ilmuwan tumbuhan
sekarang memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Start 6 sept 2012
Pendahuluan
‘Who
ever make two ears of corn or two blade of grass to grow upon a spot of ground
where only one grow before, would deserve better of mankind, and do more
essential service to his country, than the whole race of politician put
together.’ Jonathan Swift (1667 – 1745)
‘There
is nothing so remarkable about it: all one has to do is hit the right key in
the right time, and the instrument plays itself. Johann Sebastian Bach (1685-1750)
Ketika
Gotlieb Haberlandt mengatakan pada tahun 1902 bahwa ‘adalah mungkin secara
prinsip untuk mengisolasi sel tumbuhan dan menumbuhkannya dalam media kultur
buatan,,,’, dia mungkin belum dapat membayangkan dampaknya terhadap
bioteknologi 80 tahun kemudian. Pada
tahun 1983, sebuah music dimainkan : tanaman transgenik pertama diciptakan
ketika Jeff Schell dan koleganya (Marc van Montagu) dan Mary-Dell Chilton dan
koleganya, mengumumkannya secara berurutan pada Symposium musim dingin di
Miami. Banyak peristiwa besar terjadi
dalam kultur jaringan terjadi diantara dua tanggal tersebut, termasuk penemuan
utama seperti perpanjangan (prolonged) kultur sel secara invitro, jaringan dan
organ, proliferasi dan differensiasi sel dan jaringan, kontrol dan regenerasi
kimiawi dan hormonal, aspek dasar dan terapan dari organogenesis dan somotik
embryogenesis, teknik mikro propagasi, produksi tanaman bebas virus,
pertumbuhan dan regenerasi protoplast dan mikrospora yang memungkinkan kontrol
pada hibridisasi somatik dan produksi tumbuhan haploid, produksi skala
besar kultur sel melalui bioreaktor dan produksi
metabolit sekunder. Akan tetapi, kedua
peristiwa tersebut, yang pertama tahun 1902 dan yang kedua tahun 1983, dapat
dianggap sebagai dua batu penjuru dalam perjalanan panjang menuju pencapaian
saat ini di bidang revolusi bioteknologi pertanian dan tumbuhan.
Saya
telah diberi penghargaan sebagai Presiden International Association for Plant
Tissue Culture (IAPTC) selama periode 1994-1998 dan melalui bersama, dengan
kolega saya Meira Ziv (Editor Jurnal IAPTC) dan almarhum Abed Watad
(Sekretaris-Bendahara), pertumbuhan dan perkembangannya menjadi International
Association for Plant Tissue Culture and Biotechnology (IAPTC&B), dan
transformasi Jurnal lama menjadi sebuah jurnal independen tentang Kultur
Jaringan dan Bioteknologi. IAPTC&B
merayakan kongres internasionalnya yang ke IX di Jerusalem tahun 1998 dan tahun
2002 di Orlando, dengan bioteknologi sebegai tema pusatnya.
Dalam
fitur artikel ini, saya ingin menyampaikan beberapa pemikiran tentang revolusi
bioteknologi tumbuhan, dan menggali lebih dalam secara lebih spesifik dua topik,
yang mana keduanya merupakan tema utama dari penelitian saya selama sepuluh
tahun terakhir yaitu : Toleransi Terhadap Stress Abiotik dan Bioteknologi Kehutanan. Keduanya, saya percaya, akan menjadi tantangan
utama untuk bioteknologi tumbuhan untuk
dekade berikutnya : toleransi terhadap kekeringan dan salinitas karena relevansinya yang ekstrim
terhadap pertanian dan produksi makanan di seluruh dunia, dan kehutanan karena
kepentingan utamanya dalam menjaga keseimbangan ekologi dan mempertahankan
keselamatan planet kita.
REVOLUSI
BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN PERTANIAN :
TANTANGAN DAN ISU KEAMANAN BIOLOGIS (BIOSAFETY)
Diantara
Asia Barat, dimana saya ada, dan Asia Selatan dan Timur , terus sampai ke
Amerika- Timur dan Barat- terhampar dunia dimana kita hidup.
Kami para ilmuwan telah membuat janji kepada miliaran penduduk dunia ini;
bahwa kesempatan menciptakan dunia yang
lebih baik dan menghasilkan makanan yang lebih banyak dan lebih baik. Dan kami menghasilkannya dengan nama revolusi
bioteknologi tumbuhan.
Janji
ini adalah suatu kebutuhan: karena
Bioteknologi akan diartikan sebagai revolusi yang lain pada perjalanan panjang
umat manusia dari pengumpul makanan dan berburu menjadi manusia yang
tinggal dalam bangunan dengan makanan yang cukup, sehat dan masyarakat yang
sejahtera. Domestikasi tumbuhan dan
binatang peliharaan berawal kira-kira 12 000 tahun lalu, dan dikombinasikan
dengan perubahan berkala terhadap sifat kualitatif dan kuantitatif sebagai
hasil dari proses pemuliaan secara terus menerus pada sifat-sifat yang
bermanfaat, merupakan salah satu ciri dari pertanian. Domestikasi dan produksi yang meningkat
diikuti oleh kebutuhan akan penyimpanan makanan, dan akibatnya dengan
pertumbuhan mikro organisme, lahirlah proses fermentasi makanan klasik yang
merupakan applikasi bioteknologi yang pertama untuk produk makanan seperti keju, anggur, roti dan banyak
lagi (Meiri dan Altman, 1998).
Pada
masa 1970an, telah menjadi nyata bahwa pertumbuhan populasi telah menggerogoti cadangan
makanan, setidaknya di banyak negara berkembang di Asia Tenggara dan di banyak
tempat di Afrika. Populasi dunia akan
mencapai 7 milliar dalam 20 tahun, dan lebih dari 10 milliar di tahun 2050,
sementara pertumbuhan produk pertanian tumbuh pada kecepatan yang lambat. Produksi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jumlah akan tetapi
juga kualitas telah menjadi isu yang sangat mendesak. Cadangan makanan dan malnutrisi sangat
berkaitan erat dengan kesehatan manusia: lebih dari 2 milliar orang di dunia
menderita di awal millenium ke tiga yang disebabkan oleh ancaman defisiensi
nutrisi. Hal ini disebkan oleh 2 hal
yaitu kurangnya asupan nutrisi ‘minor’ utama seperti Vitamin A, Jodium, besi
dan beberapa asam amino, dan protein-serta kekurangan makanan penghasil energi tubuh.
Saat ini, 86 negara dikategorikan sebagai Negara dengan kekurangan
makanan. Oleh karena kekurangan makanan
ini tidak dapat diatasi dengan pertanian tradisional, pemuliaan melalui
bioteknologi adalah suatu keharusan.
Apa
yang kami janjikan? Apa yang telah dihasilkan oleh oleh revolusi bioteknologi
pertanian? Apakah prospek dari memenuhi
banyak harapan-harapan tersebut? Dimanakah
kita kehilangan arah dan harus menggabungkan kekuatan dan melakukan lebih
banyak lagi? Dalam catatan berikutnya,
sebagian dari check list dari harapan dan pencapaian, dan juga kegagalan akan didiskusikan.
Pencapaian
Utama dari Bioteknologi Tumbuhan Saat Ini
Bioteknologi
tumbuhan – terutama regenerasi in vitro dan biologi sel, manipulasi DNA, dan
rekayasa biokimia – telah mengubah wacana pertanian dalam tiga bidang utama
(Altman, 1998, 1999) :
(1) Pengendalian
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (pertumbuhan vegetative, perkembangan
generative, dan perbanyakan klonal). Hal ini disebabkan oleh
beberapa penemuan utama : (a)
totipotency dan kemampuan regenerasi dari sel dan jaringan tumbuhan sebagai
mana yang telah ditunjukkan oleh kultur sel dan mikro propagasi; (b) penjelasan
gen-gen yang berfungsi untuk produksi hormon dan aktivasinya pada tumbuhan; dan
(c) penelitian terhadap bagian gen yang bertanggung jawab pada pengaturan
siklus sel, fungsi meristem, pembungaan, pertumbuhan, dan penguraian beberapa jalur
penyampaian sinyal
(2) Perlindungan
tanaman terhadap ancaman stress biotic yang meningkat.
Applikasi genetika molekuler dan transformasi tumbuhan sampai kepada
diagnose dan pengendalian hama dan penyakit telah menjadi salh satu kisah
sukses utama dari bioteknologi tumbuhan pada dekade belakangan. Ketersediaan tanaman transgenik yang resisten
terhadap serangkaian serangga, virus dan herbisida, sebagaimana beberapa fungi
patogen dan nematoda, telah berhasil pada skala percobaan di laboratorium dan
lapangan.
(3) Produksi bahan makanan tertentu, biokimia, dan
farmasi. Hal ini mencakup dua kategori
bahan biomaterial : (a) perbaikan dan modifikasi komponen penyusun endogen
tumbuhan; termasuk bebrapa hasil metabolism primer seperti karbohidrat,
protein, minyak dan lemak, dan juga komponen
penyusun tumbuhan lain yang jumlahnya sedikit akan tetapi sangat penting
untuk memperbaiki kulaitas makanan (mis vitamin dan mineral), atau komponen non
makanan yang memiliki nilai tinggi pada aplikasi industri; dan (b) produksi senyawa non tumbuhan pada
tumbuhan, yang sebagian besar dilaksanakan dengan rekayasa jalur metabolisme
dan modifikasi berbagai zat penyusun tumbuhan yang digunakan pada makanan,
kimia dan industri energi.
Tantangan
ke Depan
Bioteknologi
tumbuhan menghadapi 6 tantangan utama pada dekade berikut :
(1) Menghindari
bahaya stress abiotik, yang terutama salinitas, kekeringan, dan temperature
ekstrim. Pada
saat bioteknologi tumbuhan telah diaplikasikan dengan sukses untuk menghadapi
banyak organism pengganggu tanaman, hal yang sama tidak berlaku untuk stress
abiotik seperti kekeringan, salinitas, suhu ekstrim, racun kimia dan stress
akibat oksidasi. Tantangan besar
tersebut akan dihadapi secara terpisah berikut ini.
(2) Memperbaiki
pengendalian hama dan penyakit. Terlepas dari aplikasi
praktis yang lebih luas dari teknik pengendalian hama dan penyakit yang ada
sekarang, pertanyaan yang paling mendasar didepan adalah : (a) perbaikan
ekspresi dari gen target dalam tumbuhan, khususnya, spatial and kontrol temporer;
(b) penggunaan spektrum luas dan target gen alternative untuk mengatasi masalah
resistensi hama penyakit; dan (c) meningkatkan integrasi kontrol biologis melalui
penggunaan mikro organisme dengan potensi kontrol biologis.
(3) Perbaikan
lingkungan baik skala luas dan terbuka dan kondisi ekologi yang unik- seperti hutan, padang rumput dan savanna. Apakah kita akan membangun pertanian dalam
masa mendatang, menggunakan cara tradisional atau dengan bioteknologi yang
baru, semuanya harus secara aktif mengupayakan cara-cara yang tidak hanya
memelihara, akan tetapi juga memperbaiki, sumberdaya alam baik tanah, air dan udara.
(4) Memperbaiki kualitas makanan - yang
berasal dari tumbuhan dan binatang, darat dan perairan – dan mendesain makanan
khusus (atau makan sehat), menggunakan rekayasa bioteknologi. Disamping produksi yang tinggi, masih
merupkan prioritas utama, tidak kalah penting adalah kualitas makanan yang
dihasilkan, yang mengandung beberapa komponen pendukung kesehatan seperti yang
telah disebutkan diatas.
(5) Produksi Biomaterial. Setelah fase pertama dari bioteknologi
selesai, maka pada fase kedua secara bertahap menjadi jelas : yaitu pergeseran dari produksi makanan
dengan harga murah dan banyak, menjadi produk turunan tumbuhan yang khusus dan
bernilai tinggi. Terutama penggunaan
tanaman sebagai bioreactor untuk produksi senyawa lain yang bukan berasal dari
tumbuhan, yang mungkin mendapatkan momentumnya dan mungkin pada akhirnya akan
membawa kepada tipe pertanian alternatif.
Hal ini mencakup, sebagai contoh : produksi peptide bioaktif, vaksin,
antibody, dan serangkaian enzim-sebagian besar untuk tujuan industri farmasi
(6) Adaptasi teknik lama dan baru. Sebuah penjabaran tentang mekanisme
pengaturan molekuler pada teknik pemuliaan masa kini mungkin dapat menghasilkan
aplikasi yang baru untuk pemuliaan tanaman.
Seperti misalnya pada apomiksis dan regenerasi embrio seksual dari biji,
dan pemulian dengan mutasi untuk klon baru, khususnya untuk tanaman hortikultur
Revolusi
Bioteknologi Pertanian Abad 21
Produksi
makanan dalam hal jumlah dan kualitas, sebagaimana pada produk tanaman baru di
negara berkembang dan Negara maju, tidak dapat tergantung hanya pada pertanian
klasik. Kelangsungan hidup manusia vis a
vis pertumbuhan dan peningkatan produktivitas pertanian tergantung pada penggabungan yang efektif pada pemulian
klasik dengan bioteknologi tumbuhan modern dengan segala kelengkapannya. Revolusi hijau yang berhasil telah
diekploitasi sampai kepada batas maksimum, dan solusi alternatif sangat
dibutuhkan. Bioteknologi tumbuhan, yang
berintegrasi dengan pemuliaan klasik, sedang berada pada sisi dalam penciptaan
‘evergreen revolution’. Potensi untuk
meningkatkan produktivitas sebagian
besar tergantung pada bioteknologi DNA yang baru sedang dikembangkan dan
biological marker dan genomic. Teknik
ini memungkinkan seleksi genotip yang berhasil, isolasi yang lebih baik, karakterisasi
dan kloning sifat-sifat yang diinginkan, dan pembentukan organisme transgenik
yang penting untuk pertanian (Altman, 1998, 1999).
Maka,
dua perlombaan parallel dalam lari jarak jauh untuk memperbaiki pemulian
tanaman akan berlangsung secra simultan dalam masa-masa yang akan datang :
- Pendekatan transgenik, yaitu ekspresi
gen unik dari beberapa sumber dan juga integrasi dari beberapa promotor
dan faktor transkripsi untuk memacu dan mengatur ekspresi gen
- Pendekatan non transgenic yaitu
genomic assisted gene discovery, Marker Assisted Selection (MAS), Mutasi
yang efisien, dan pertanian klonal
Kegagalan
dan Pemahaman yang Salah
Empat
tahun yang lalu, sebuah perang terhadap rekayasa genetik melalui senjata etika
dan hukum telah dilancarkan, yang sayangnya menggunakan sedikit masukan dari
sisi ilmiah. Perdebatan global ini telah
dipicu sebagian besar oleh karena perang ekonomi antara Negara Eropa dengan
Amerika, dimana Eropa menolak impor produk makanan dan produk pertanian dari
hasil rekayasa genetik dari Amerika Serikat.
Hal ini adalah sebuah masukan dari pertimbangan etika, pemahaman/konsep
dan filosofis. Walaupun ilmuwan tidak
terlibat secara langsung terhadap perdebatan tersebut, ilmuwan harus mengakui
bahwa mereka memiliki tanggung jawab sendiri :
(1) Sebagian besar ilmuwan tidak
mengkomunikasikan pencapaian hasil penelitian dan prospek (dan juga bahaya)
dari bioteknologi dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga
dapat dianggap sebagai arogan.
(2) Banyak diantara kita yang cenderung lupa
bhawa bioteknologi tidak dapat menyelesaikan semua masalah, sebagaimana yang
diharapkan.
(3) Beberapa ilmuwan sangat cepat dalam
mengatakan bahwa bioteknologi sebagai sebuah teknik yang paling mampu (yang
memang ada benarnya), akan tetapi tidak menekankan bahwa hal itu harus
diintegrasikan dengan program pemuliaan klasik.
Sebagai
akibatnya, keamanan biologis dari tanaman
dengan rekayasa genetic menjadi sebuah isu dalam bioteknologi pertanian
Biosafety
dan Tanaman dengan Rekayasa Genetic
Sebagaiman
telah dijelaskan sebelumnya, kita sekarang berada dalam perdebatan publik dan
politis dalam pertarungan melawan tanaman dan makanan dari rekayasa
genetika. Akan tetapi, produksi tanaman
transgenik pada tahun 2001 meningkat 15% dari tahun 2000, dengan luasan areal
125 juta acre pada akhir tahun 2001.
Selama periode 1996-2001, dunia telah menyaksikan sebuah peningkatan
yang tak terduga sebesar 30 kali lipat tanaman transgenik dengan produksi komersil
di 15 negara, dengan luasn kumulatif pada periode tersebut mencapai 400 juta
acre. Hal ini adalah salah satu alasan
yang menunjukkan bahwa rekayasa genetik ada bersama kita. Adalah benar bahwa manfaat sebenarnya akan
terus dipelajari selam 20-30 tahun dari sekarang, dan dampak terhadap
pertanian, ekonomi, dan social akan menjadi nyata pada tahun-tahun mendatang.
Dalam
hal ini, revolusi rekayasa genetik tidak ada bedanya dengan semua revolusi pertanian dan revolusi imiah
sebelumnya: awal pemuliaan tanaman ribuan tahun lalu, fertilisasi dan perbaikan
nutrisi tumbuhan 300 tahun lalu, pemuliaan menurut genetika Mendel kurang dari
100 tahun lalu, dan Revolusi Hijau 35 tahun yang lalu. Jika kita bayangkan, berapa banyak potensi
hasil produksi pertanian yang tidak dapat diperoleh, jika nenek moyang kita
dulu mencegah terjadinya perpindahan gen melalui persilangan tumbuhan dan
binatang.
Potensi
bahaya dari bioteknologi dan tumbuhan dari rekayasa genetika telah dibawa maju
sebagai alasan untuk melarang bioteknologi tanaman transgenik. Pada kenyatannya, beberapa perangkat bioteknologi
berbeda dari teknik pemuliaan sebelumnya.
Akan tetapi, alat dapat dan seharusnya dapat secara hati-hati
diteliti-seperti setiap teknik baru-dalam upaya untuk mencegah, atau
praktisnya, meminimalkan resiko. Resiko
tidak dapat secara total dihilangkan; kita selalu akan dihadapkan dengan resiko
segera sejak kita dilahirkan, akan tetapi kita tetap meneruskan kegiatan kita
sehari-hari, dan berusaha mengurangi resiko.
Banyak diantara solusi yang berhubungan dengan biosafety (keamanan
pangan dan dampak terhadap lingkungan) telah tersedia dan yang lain juga akan
menyusul. Keamanan biologis berkaitan dengan sejumlah
prinsip-prinsip pencegahan, dan hal tersebut harus didasarkan pada landasan
ilmiah, secara aktif diamati secara transparan.
Pada
akhirnya, perlu dicatat bahwa pencapaian saat ini pada bioteknologi tumbuhan
telah melampaui harapan-harapan sebelumnya dan pada masa yang kan datang akan
lebih menjanjikan. Pencapaian secara
penuh dan dampak dari kemajuan yang disebutkan sebelumnya tergantung, tidak
hanya pada kelangsungan keberhasilan dan riset inovatif dan aktivitas
pengembangan tetapi juga pada iklim regulasi yang mendukung dan penerimaan
publik. Ilmuwan tumbuhan kini memiliki
peranan yang sangat penting dalam masyarakat
Bioteknologi
Tanaman yang Toleran Terhadap Kekeringan dan Stress terhadap Salinitas
Meskipun sulit untuk diatur dan direkayasa
jika dibandingkan pada karakter tunggal resistensi terhadap organisme pengganggu
dan herbisida, respons kompleks gen terhadap kondisi stress (mis.,kekeringan,
salinitas, suhu ekstrim, racun kimiawi, dan stress oksidatif) adalah sangat
penting secara global dan regional.
Kekeringan dan salinitas adalah ancaman yang paling serius terhadap
pertanian dan untuk menjaga lingkungan yang aman di berbagai belahan
dunia. Domain interaksi utama pada
toleransi stress meliputi keseluruhan
fisiologi tumbuhan dan sel, biologi molekuler, genetika dan breeding
(Wang et al., 2001). Gambar 1
menunjukkan beberapa aspek dari studi kami tentang kekeringan dan stress salinitas.
Syndrom
Stress Abiotik
Adaptasi tumbuhan yang hidup dalam kondisi
yang bermusuhan mencakup perjuangan untuk mengalahkan kondisi stress dan
menjaga aktivitas sel yang optimal atau seperti yang dikatakan oleh Claude
Bernard (1813-1878) menjaga homeostasis “adalah merupakan satu perjuangan
organism tunggal untuk tetap hidup”.
Stress kekeringan dan stress salinitas ditunjukkan melalui sekumpulan
perubahan morfologis, fisiologis, metabolisme dan perubahan molekuler pada
tumbuhan, akan tetapi akhir-akhir ini, fokus utama diarahkan pada isolasi gen
yang yang mengatur stress dan mempelajari mekanisme dasar pengaturan molekuler
dari salinitas dan kekeringan dalam
tumbuhan yang toleran. Kekeringan dan
salinitas adalah saling berhubungan dan dimanifestasikan utamanya sebagai
stress osmotik. Dari berbagai tipe respon tanaman terhadap stress kekeringan dan
salinitas (escape, avoidance dan tolerance), mekanisme avoidance adalah yang utama karena perubahan menyeluruh terhadap
perubahan fisiologis dan morfologis. Hal tersebut lebih kurang dapat diterima
untuk modifikasi praktis. Mekanisme
toleransi, pada sisi lain disebabkan oleh modifikasi seluler dan molekuler yang
menyebabkan terjadinya manipulasi bioteknologi (Wang et al., 2001).
Pertimbangan
Fisiologis
Kekeringan dan salinitas keduanya
merupakan penyebab stress osmotik yang mangakibatkan perubahan fisiologis yang
utama seperti ekspansi sel, pertumbuhan, sintesis protein dan
fotosintesis. Dalam tahap awal
keterbatasan air tekanan turgor menurun, yang menyebabkan pengurangan ekspansi
sel dan perubahan, yang diantaranya, dalam hal distribusi hormon pengatur
tumbuh. Secara umum telah diterima dalam
banyak kasus keterbatasan air menginduksi akumulasi asam absisik (ABA), dan
transportnya dari akar ke daun, yang dianggap sebagai suatu mekanisme
signal. Penurunan tekanan turgor
jaringan, dan juga peningkatan konsentrasi ABA di daun, biasanya mengakibatkan
penutupan stomata, yang merupakan salah satu respon yang paling awal dan paling
sensitive selama terpapar pada kondisi stress air. Hal tersebut menyebabkan penurunan
transpirasi dan fluks CO2, yang menghambat fotosintesis. Sehingga, untuk menjaga pertumbuhan, tumbuhan
harus mengatur tekanan turgor dan menghindari keracunan garam melalui
penyesuaian osmotik dan atau komparmentasi ion.
Mekanisme
Molekuler yang terlibat dalam Toleransi Stress Osmotik
Pemaparan
terhadap stress menghasilkan ‘aktivasi’ pengaturan spesifik, struktur dan
protein enzimatis, dan/atau osmolites, dan/atau effector dan signal
transduction element yang membantu tumbuhan mengatasi tekanan osmosis dan
stress garam. Beberapa mekanisme
molekuler dan biochemical yang terlibat dalam toleransi terhadap garam dan
kekeringan telah dimunculkan dalam dekade terakhir (Cushman dan Bohnert, 2000;
Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki, 2000; Bartels, 2001; Knight dan Knight,
2001; Wang et al., 2001; Zhu, 2001). Hal
tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
Studi
terakhir tentang penerimaan signal stress dan pemindahan menyatakan bahwa
keberadaan beberapa signal pada stress osmotik, baik melalui jalur yang
tergantung pada ABA (ABA-dependent) atau jalur ABA-independen. Isolasi dan over ekspressi dari faktor
transkripsi seperti CBF dan DREB secara signifikan memberikan toleransi
terhadap stress kekeringan dan suhu dingin pada tumbuhan trangenik (Shinozaki
dan Yamaguchi-Shinozaki, 2000). Sebagai
tambahan terhadap gen pengatur tersebut, fungsi yang berhubungan dengan gen
yang diinduksi oleh stress dan proteinnya (e.g., LEA, dehydrins, COR, DSPs)
mungkin secara langsung terlibat dalam pertahanan seluler, struktural, dan
komponen fungsional (Bartels, 2001). Dan
juga telah diusulkan bahwa kelompok protein ini mungkin dapat berfungsi sebagai
zat pelarut, dengan detergen dan/atau sifat pengawal, atau dapat juga bersifat
menstabilkan membrane terhadap stress air dan garam. Mekanisme proteksi osmosis memungkinkan
penyesuaian osmotik dan proteksi protein atau membran dengan produksi berlebih
zat terlarut compatible seperti prolin, betaine, mannitol, dan trehalose, dan
akumulasinya dalam sel yang terpapar stress.
Fungsi bebrapa zat terlarut (solut) compatible ini terhadap toleransi
stress osmosis telah didemonstrasikan dalam bebrapa kasus (Mc Neil et al.,
1999). Air dan pergerakan ion
dikendalikan oleh bebrapa kelompok protein termasuk protein saluran air dan
transport ion, yang merupakan hal yang penting dalam penyesuaian status air
dalam sel dan menjaga homoestasis selama stress osmosis dan stress salinitas
termasuk ekspresi berlebih dari Na+/H+ dalam vakuola antiporter (Aspe et al.,
1999). Stress osmosis juga dapat diikuti
oleh pembentukan intermediate oksigen reaktif yang bersifat racun pada membrane
atau struktur yang berhubungan dengan membrane dan makro molekul, sehingga
system anti oksidan pada tumbuhan dapat berfungsin sebagai pemangsa radikal
bebas, menghilangkan stress. Akhir-akhir
ini, perhatian khusus juga diberikan pada molekul pendamping – yang mencakup
protein yang tahan panas yang berfungsi mencegah kerusakan protein dan membantu
menggulung protein yang rusak akibat stress (Boston et al., 1996; Sun et al.,
2001).
Kemungkinan
peran Protein pendamping tahan panas pada toleransi stress abiotik (BspA)
BspA (Boiling stable Protein in Abiotic
Stress Tolerance) pertama sekali ditemukan dalam studi kami sebagai protein
baru 66-kDa yang stabil panas yang terakumulasi pada tumbuhan aspen (Populus tremula L.) dalam renspon
terhadap stress air, temperature dingin dan applikasi ABA.. Tingkat ekspresi BspA secara positif
berkorelasi dengan tingkat ketahanan stress dari genotip yang berbeda (Pelah et
al., 1995). Menggunakan anti BspA anti bodi,
sebuah cDNA diisolasi dari ekspresi dan diurutkan (sequence). cDNA yang diisolasi terdapat sebagai protein
12.4 KDa yang baru dan bersifat hydrophilic yang berbeda dengan protein 66-kDa
dan diberi nama SP-1. SP-1 yang
ditemukan ditemukan dalam tuimbuhan dengan beberapa ukuran, keduanya dengan
12.4 kDA dan bebrapa protein yang berhubungan dengan massa molekul yang lebih
besar yang dikodekan sebagai sp-1 (lihat
dibawah). Analisa Northern blot
menunjukkan bahwa sp 1 menunjukkan mRNA kecil (kira-kira 0.6 kb), yang
membentuk ekspresi pada tumbuhan aspen akan tetapi akumulasinya distimulasi
utamanya oleh stress air, stress garam, stress osmosis, dan stress dingin. Perbandingan pola digesti protease, analisis
asam amino, dan N-terminal sequence dari species besar dan kecil SP-1
menunjukkan bahwa SP-1 adalah protein homo-oligomeric (Wang et al.,
2002a). Analisa filtrasi gel
kromatografi mengindikasikan bahwa SP-1 terdapat dalam tumbuhan aspen sebagai
kompleks yang terdiri dari 14 12 kDa subunit.
Sebuah rekombinan protein SP-1 yang diekspresikan pada Escherichia coli,
dan juga yang ditemukan dalam bentuk kompleks
Gambar 1,
Aspek kekeringan dan stress salinitas.A, RT-PCR analisis dari control
stress (150 mM NaCl, 4 h). B, SDS-PAGE analisis dari total protein tahan panas
(kiri) dan rekombinan protein SP-1
Senyawa komplek SP-1 resisten terhadap
SDS, guanidine, dan denaturasi preteinase, dan secara keseluruhan dipecah
menjadi SDS : SP-1 (dengan perbandingan molar) lebih tinggi dari 600:1 pada
suhu lebih dari 90oC.
Resistensi yang tinggi dari oligomer SP-1 terhadap panas, SDS, dan
protease menunjukkan adanya interaksi unik yang kuat pada oligomer. Studi in vitro pengaruh SP-1 terhadap pencegahan
pembentukan sitrat dan aktivitas peroksidase pada lobak yang dinon aktifkan
akibat panas telah menunjukkan bahwa SP-1 berfungsi sebagai penstabilisasi
enzim. Berdasarkan data tersebut, kami
mengajukan bahwa SP-1 menggabungkan beberapa karakteristik protein tipe LEA
pada satu sisi, dan Hsp pada sisi lain, dan memiliki struktur homo-oligomeric
yang unik sebagai hasil dari penggabungan beberapa subunit protein berukuran
12.4-kDa (Wang et al., 2002a, b:
unpublished result). Analisis kromatografi filtrasi gel
mengindikasikan bahwa SP-1 ada dalam tumbuhan aspen sebagai suatu kompleks ……sudah nggak
konsentrasi
Forest
Tree Biotechnology
Hutan
sangat penting dalam ekonomi dunia dan untuk menjaga dan merawat ekosistem
kita. Kebutuhan global akan produk kayu
(khususnya kertas, pulp, dan energy) akan semakin meningkat pada masa yang akan
datang. Untuk menurunkan tekanan
terhadap hutan yang ada, sebuah usaha global sangat dibutuhkan untuk memasukkan
pohon dalam era pemuliaan tumbuhan modern.
Hutan tanaman Industridengan produktivitas yang semakin tinggi menjadi
sumber utama produk-produk kayu. Maka,
program percepatan pemuliaan pohon yang dikombinasikan dengan teknik pemuliaan
traditional dan modern yang canggih, yang sejalan dengan perbanyakan dengan
skala besar dari klon-klon superior dengan efisien dan murah adalh kunci utama
untuk program reforestasi dan managemen hutan komersil yang berhasil. Saat ini, sebagian besar hanya didasarkan
pada mengelola sumber genetic yang tersedia, yang termasuk dalam pemilihan klon
superior dari hutan yang ada, konservasi dari keragaman genetik
No comments:
Post a Comment