Somatik embryogenesis semakin banyak diaplikasikan dalam
pemuliaan secara in vitro di banyak laboratorium di berbagai belahan
dunia. Metode tersebut menghasilkan
potensi mikro propagasi yang sangat tinggi dan kemungkinan lain seperti cryopreservasi
untuk bahan tanaman (Hargreaves & Menzies 2007, Misson et al. 2006), menghasilkan metabolit sekunder
(Mulabagal & Tsai 2004), memperoleh stock tanaman yang berharga atau hasil
seleksi dalam waktu yang singkat (Rodriguez et al. 2007), menghasilkan transformasi tumbuhan
(walters et al. 2005) dan melaksanakan
studi patologi pada level embriogenis (Hendry et al. 1993; Nawrot-Chorabik et al. 2011).
Oleh karena itu, ada banyak kepentingan dalam aplikasi perbanyakan vegetative
secara mikro dalam banyak species pohon.
Ketika mendefinisikan metode embryogenesis somatic, perlu
ditekankan bahwa, hal tersebut merupakan mophogenesis secara invitro, dimana
embrio adventif, yang tidak berasal dari fusi/penggabungan gamet, akan tetapi
dibentuk dari sel somatic. Metode ini
didasarkan pada teori bahwa totipotensi sel tumbuhan, yang menyatakan bahwa ada
kemampuan yang tidak terbatas dari sel-sel hidup untuk membelah dan
menghasilkan organism utuh.
Penelitian pertama tentang somatic embryogenesis telah
dilakukan pada tahun 50-an pada abad 20 ketika embrio somatic yang pertama
dihasilkan dari wortel (Daucus carota) (Steward 1958). Tujuh tahun kemudian embrio dari tumbuhan
perdu-sandalwood (Santalum album) dihasilkan (Rao 1965). Studi rintisan tentang somatic embryogenesis pada
conifer dilaksanakan di Kanada pada periode 1968-1980 (Durzan & Steward
1968, Chalupa (1995) menginisiasi somatic embryogenesis dari Spruce Eropa
No comments:
Post a Comment