Monday, November 5, 2012

Sejarah Perbanyakan Anggrek : Sebuah Cermin Perkembangan Bioteknologi


 Sejarah Perbanyakan Anggrek:
Sebuah Cermin Perkembangan Bioteknologi

Tim Wing Yam1 dan J. Arditti2
1( Singapore Botanic Garden, Cluny Road,Singapore, yam_tim_wing@nparks.gov.sg)
2(Department of Developmental and Cell Biology, University of California, Irvine, CA 92604, USA, jarditti@uci.edu)




Diterjemahkan oleh : Freddy Pangaribuan, SP (NIK 507890)
 dari Judul Asli :  History of Orchid Propagation : A Mirror of The History of Biotechnology. 
Plant Biotechnol Rep (2009) 3:1-56.  Springer 2009.








Plant Tissue Culture Research
Tree Improvement Section- R&D PT Wirakarya Sakti
Sinarmas Forestry
Jambi Region
2012
Kata Pengantar

Indonesia merupakan satu negara dengan kekayaan plasma nutfah anggrek terbesar di dunia setelah Brazil.  Dari 26.000 jenis anggrek di dunia Indonesia memiliki 5.000 - 6.000 jenis dan hal ini merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan. Teknologi perbanyakan anggrek secara in vitro menggunakan eksplan biji memungkinkan kita menghasilkan  tanaman dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat.
Kondisi lingkungan semakin sulit bagi anggrek untuk berkembang tanpa intervensi manusia, sehingga diperlukan usaha perbanyakan dengan dengan bantuan teknologi kultur jaringan.  Teknologi kultur jaringan  dengan metode perkecambahan a-simbiotik memiliki sejarah yang panjang dan dan metode perbanyakannya anggrek merupakan awal dari perkembangan bioteknologi tumbuhan
Teknologi kultur jaringan anggrek perlu dimiliki oleh Staff Tissue Culture research sebagai wahana pengembangan skill dan pengetahuan yang dapat dikontribusikan kepada usaha konservasi beberapa species anggrek khususnya untuk wilayah konsesi Jambi dan Sinarmas Forestry umumnya.  Dengan teknologi kultur jaringan species anggrek dapat diperbanyak melalui biji, dikoleksi dan dapat dikembalikan ke alam untuk menjaga kelestariannya di habitat asli.
Mudah-mudahan tulisan hasil terjemahan ini bermanfaat dan membangkitkan semangat kita untuk berusaha menjaga keanekaragaman flora di lingkungan Sinarmas Forestry untuk generasi yang akan datang.


Sungai Tapa, 24 Juni 2012


Freddy Pangaribuan, SP
507890
Plant Tissue Culture Laboratory
Tree Improvement Section

































Sejarah Perbanyakan Anggrek : Sebuah Cermin Perkembangan Bioteknologi

Bagian  1: Perkecambahan Anggrek
Abstrak   Biji anggrek mendekati ukuran mikroskopis, oleh karena itu banyak teori yang telah muncul mengenai asal usul anggrek.  Hampir 400 tahun waktu yang memisahkan antara penemuan biji anggrek pertama  dengan metode perkecambahan a-simbiotik pertama.           Biji anggrek pertama sekali  diamati dan digambar pada abad ke 16.  Bibit muda (seedling) pertama kali digambarkan  tahun 1804.  Hubungan antara anggrek dan jamur (fungi) pertama sekali diamati tahun  1824, sedangkan catatan tentang pentingya mikoriza dalam proses perkecambahan biji diterbitkan tahun 1899.  Metode a-simbiotik untuk perkecambahan anggrek dikembangkan  tahun 1921.  Setelah Knudson memformulasikan media B dan C, budidaya anggrek dan persilangan anggrek menjadi tersebar luas .  Silangan yang yang semula tidak mungkin menjadi mungkin bagi pemulia dan pencinta anggrek.
Kata kunci perbanyakan klonal, perbanyakan secara in vitro, mikoriza, biji anggrek,  perkecambahan biji
Pendahuluan
Penelitian perbanyakan anggrek dan prosedurnya merupakan argumentasi yang meyakinkan dalam menyatakan bahwa perbanyakan anggrek berada di  gerbang terdepan  perkembangan teknologi.  Metode dan teknik perkecambahan biji anggrek  merupakan perkembangan yang radikal,  jauh dari bagaiamana bijian lain berkecambah selama 160 tahun lalu.  Pendekatan David Moore  (1807-1879) merupakan suatu inovasi yang sangat besar terhadap perkembangan hortikultur dan biologi.  Setengah abad setelah penemuan Moore, Noel Bernard (1874-1911) menghasilkan sebuah lompatan kuantum ketika dia memformulasikan sebuah metode untuk perkecambahan a-simbiotik biji anggrek secara in- vitro.  Penemuan tersebut merupakan yang pertama sekali dalam perbanyakan tanaman secara in vitro.  Teknik tersebut menggunakan  prosedur yang digunakan pada prosedur mikrobiologi tingkat tinggi.  Bernard juga meramalkan bahwa suatu hari akan menjadi kenyataan bahwa petani anggrek akan memiliki laboratorium  sebagai bagian dari fasilitas kerja.  Hal ini tidak hanya berlaku untuk anggrek tetapi juga untuk tanaman lain.
Lewis Knudson (1884-1958) menemukan  metode untuk perkecambahan a-simbiotik biji anggrek  yang merupakan prosedur praktis yang pertama yang dilaksanakan secara steril.  Metode yang digunakan merupakan suatu konsep yang signifikan dalam inovasi teknologi yang mengilhami bioteknologi modern.
David Moore mungkin menggunakan konsep Knudson yang menyatakan bahwa biji anggrek dapat berkecambah jika ditebarkan pada permukaan tanah dimana tanaman anggrek dewasa tumbuh.  Akan tetapi, penemuan Bernard dan metodenya tidak didasarkan pada  prosedur terdahulu dan atau penelitian orang lain.  Ide tersebut merupakan murni hasil pemikiran brilian dan orisinil.  Knudson mengembangkan metode perkecambahan a-simbiotik sebagai hasil dari pemikiran yang tajam, logis dan berdasarkan  penelitian sebelumnya dengan tumbuhan lain.  Perbanyakan anggrek dengan metode kultur jaringan memiliki cerita yang kompleks  yang tidak lepas dari kontroversi dan juga episode-episode yang menarik.
Perkecambahan biji anggrek  terjadi secara tak sengaja atau alamiah
Biji anggrek (Gambar. 1) mirip debu dan hampir tidak mungkin untuk mengamati secara individu tanpa alat bantu.  Kemungkinan ini yang membuat biji tersebut tidak dikenal sepanjang sejarah.  Jika orang Yunani kuno mengenal benih tersebut, ilmuwan dan ahli filsafat mereka tidak menulis tentang hal tersebut, bahkan Theophrastus (370-285 B.C.), yang dikenal sebagai bapak botani dan juga orang Eropa pertama  yang menjelaskan tentang anggrek, atau, Dioscorides (ca. 20-70 A.D.) yang menulis tentang anggrek kemudian (Lashley and Arditti 1982 ; Arditti 1992).  Ahli tumbuhan Romawi Caius Plinius Secundus (Pliny The Elder; A.D. 23 atau 34-79) menulis tentang anggrek tanpa menyinggung tentang biji anggrek dalam bukunya Treatise on Natural History (Lawler 1984; Arditti 1992; Jacquet 1994).  ).  Anggrek dan bijinya tidak disebut-sebut dalam Ebers Papyri (ca. 1500 B.C.).
Selain fakta bahwa anggrek digunakan untuk menstimulasi laktasi di masa Mesopotamia kuno (Lawler 1984; Jazquet 1994.), tidak ada keterangan mengenai tanaman ini dan bijinya pada tulisan Assyria pada periode Asubanipal (668-627 B.C.).  Banyak tanaman disebut dalam Alkitab, tapi tidak ada anggrek dan bijinya (Dunn dan Arditti 2009).  Tidak juga ada laporan yang diterbitkan tentang anggrek dan bijinya dijelaskan dalam literatur Islam – Arab tentang sejarah, tumbuhan dan anggrek (Jacquet 1994). The Turkish Tercume I Cedide Fil-Havasil Mufrede oleh Mehmet Ali tahun 1691-1692 menjelaskan salep, sebuah produk dari anggrek (Sezik 1967, 1984; Arditti 1992), akan tetapi biji tidak disebut-sebut.  Dan tidak satupun sumber-sumber ini menjelaskan tentang adanya bibit anggrek.  Jika biji anggrek ada disebut dalam sejarah kuno Cina, India, Jepang dan Korea, sepertinya tidak seorangpun menemukan tulisan tersebut



Plinius : Deskripsi botani pertama tentang anggrek
Ada tiga sumber awal utama tentang biji anggrek yang ada di dunia barat.  Semuanya diterbitkan bertahun-tahun setelah ditulis.  Publikasi pertama, Herbarium Amboiense, terdiri dari 6 volume dan ditulis antara tahun 1654-1702 oleh Georgius Everhadus Rumphius (1627-1702; Gambar. 2), ‘Plinicus Indicus’, di Ambon, Indonesia (deWitt 1977; Beekman 2003) dan dipublikasikan oleh Professor Joannes Burman (1706- atau 1707-1779) di Belanda setengah abad setelah kematian Rumphius (Wehner et al. 2002).
Conrad Gesner (1516-1565; Gambar. 3), ‘Plinius Germanicus’, seorang ilmuwan Swiss, adalah orang yang pertama sekali menceritakan dan menggambar biji anggrek (Arditti 1992; Jacquet 1994; Wehner et al. 2002).  Akan tetapi, dalam bukunya, Opera Botanica (Gessner, 1751), diterbitkan antara tahun 1751 dan 1771 oleh Christopher Jacob Trew (1695-1769).        Hal ini tidak menjadi masalah karena tidak ada orang yang memberi banyak perhatian pada biji anggrek untuk waktu yang lama bahkan setelah Herbarium Amboinse dan Opera Botanica diterbitkan.
Seorang pelukis dari tim ekspedisi riset Spanyol ke Grenada (sekarang Columbia) juga menggambarkan biji anggrek, yang mereka lakukan antara tahun 1783 dan 1816.                       Ini merupakan gambar kedua setelah Gesner, dia adalah yang pertama yang memberikan indikator ukuran.  Adalah tidak jelas saat sekarang apakah seniman yang melukis biji anggrek tersebut memiliki akses atau familiar dengan Herbarium Amboinse dan Opera Botanica.  Publikasi dari ilustrasi tersebut (Perez-Arbelaez et al. 1954; Schweinfurth et al. 1963, 1969; Fernandez Perez 1985) tertunda selama 150 tahun (Arditti and Ghani, 2000).
Bock atau Tragus : khayalan, bukan fakta
Oleh karena biji anggrek tidak nampak atau tidak dikenal, adalah tidak mengherankan bahwa beberapa ide-ide yang aneh diajukan untuk menerangkan asal-usul anggrek.  Beberapa pengarang menghubungkan  beberapa jenis burung dan binatang berkaki empat dengan anggrek.  Salah satu asosisiasi yang menarik adalah hubungan antara kambing dan Himantoglossum hircinum (L.) Spreng. (Satyrium hircinum L., Loroglossum hircinum (L.) Rich.).  Anggrek ini menghasilkan caproic acid, semacam zat yang menghasilkan bau seperti kambing.  Hal ini  menjelaskan anggapan orang bahwa anggrek berasal dari sperma kambing yang jatuh ke tanah ketika proses kopulasi berlangsung dan mengalami fermentasi menghasilkan anggrek (Arditti, 1972)
Jeremy (Jerome) Bock, yang juga dikenal sebagai Hieronymus Tragus (1498-1554),  menyatakan bahwa anggrek berasal dari sperma burung dan binatang yang jatuh ke tanah ketika kopulasi.  Dia menulis : “ketika bunga kering, berkas biji terbuka dan tiada lain yang ditemukan selain debu atau tepung.  Tanaman ini muncul secara ajaib dari biji atau sperma  juniper, burung gagak, yang dalam bahasa latin disebut turi dan nerubae;  satyrion-satyrion ini (satyrion; ungkapan lama untuk anggrek) tidak ditemukan di tempat lain kecuali di tempat burung-burung tersebut mencari makan.
Seandainya Bock (Tragus) mengetahaui asal usul dari debu atau tepung tersebut dan mengapresiasi sifatnya, dia sudah pasti mendahului Rumphius dalam menerangkan/menggambarkan biji anggrek (lihat Arditti 1992; Yam et al. 2002)
Athansius Kircher (1601-1680), seorang pendeta Jerman, terpesona dengan ide Bock dalm bukunya  Mundus Subterraneus (diterbitkan tahun 1664-1665 di Amsterdam) dan menulis bahwa “tanaman ini muncul dari kekuatan hidup laten dalam bangkai binatang tertentu (termasuk sperma) yang jatuh ke dalam tanah di pegunungan dan di lembah.”  Sebagai buktinya, Kircher menggambar bunga tersebut (gambar dan ilustrasi lain yang relevan akan bagian ini dapat di lihat dalam Arditti 1992;Yam et al. 2002) yang mirip binatang (burung, kambing, sapi) yang bangkainya menghidupkan anggrek.
Gambar. 1  Biji anggrek (Beer 1863) dengan pembesaran 100x
Gambar. 2-4  Para peneliti perkecambahan biji dan bibit anggrek. 2 Georgius Everhardus Rumphius, ca. 1627-1702. 3. Conrad Gesner, ca. 1516-1565. 4 Richard Anthony Salisbury, 1761-1829 (A); bibit anggrek Orchis morio (B), dan Limodorum verecundum (C)
Naumburg dan Wacher : Observasi dan Laporan dari abad ke 18
Samuel  Johan Naumburg (1768-1799), Profesor di Erfurt (Thuringia, Jerman), menulis sebuah laporan yang mencakup gambar dari ovari anggrek.  Dia menyatakan dalam laporan tersebut :’Das Saamenbehaltniβ ibt eine Kapβel [dalam terjemahan bebas : wadah dari benih tersebut adalah kapsul”]…Die Kapβelen enhalten eine grosse menga ganz kleiner brauner Saamen [kapsulnya mengandung banyak biji sangat kecil berwarna coklat]”  dan dalam catatan kakinya : “Semina plurima, minima, brunnea” [“biji banyak, kecil dan coklat]” (Naumburg 1794).  Seorang ahli kehutanan bernama Karl Augustin Wachter (1773-1846) menjadi terpesona akan laporan Naumburg dan menyilangkan anggrek setelah membaca laporan tersebut (Wachter 1799-1801).  Dia menggambar apa yang kelihatan seperti  ovary yang membengkak dari  Ophrys nidus” (kemungkinan Neottia nidus-avis) dan menulis bahwa ovary dari Orchis militaris menjadi membengkak setelah di serbuki oleh manusia dan menghasilkan “eine grosse Menge Samen” (sangat banyak biji).
Jika laporan tambahan dipublikasikan setelah itu mungkin laporan tersebut terkubur dalam dan jarang dilihat dan sedikit buku yang diketahui atau jurnal atau hilang karena penulis selanjutnya tidak mengutip laporan tambahan.   Penelitian halaman demi halaman melalui beberapa literatur kuno di dalam beberapa perpustakaan juga tidak menghasilkan publikasi yang relevan
Observasi dan laporan dari abad ke 19
Awal abad ke 19, keyakinan umum diantara ahli botani adalah anggrek jarang menghasilkan biji, yang bahkan jika ada, tidak pernah berkecambah.  Akan tetapi di awal abad ini, seorang ahli botani Inggris menjelaskan proses perkecambahan anggrek dan menghasilkan bibit untuk yang pertama kalinya.  Anggrek tersebut merupakan species anggrek  dari Eropa (Salisbury 1804; .  Banyak penemuan penting terjadi kemudian di abad ke 19.
Salisbury : biji dan perkecambahan dari anggrek iklim 4 musim
Richard Anthony Salisbury (1761-1829; Gambar 4A) seorang eksentrik, susah sejalan dengannya, terlibat berbagai skandal semasa hidupnya dan dilecehkan oleh moralitas orang zaman Viktoria.  Dia juga merupakan ahli botani yang hebat (untuk beberapa gambar dan detil , lihat Yam et al 2002) dan merupakan rekan sezaman  dari (1) Robert Brown (1773-1858), ahli botani Inggris yang mempelajari penyerbukan dan pembuahan anggrek  dan menemukan sel nukleus ketika meneliti, (2) John Lindley (1799-1865), yang sering dianggap sebagai bapak anggrek, dan (3) Charles Darwin (1809-1882) (yang mungkin merupakan pemikir yang paling berpengaruh semua masa.  Pada masa itu, bibit anggrek tidak dikenal atau dipercaya ada di alam.  Hal ini berubah pada tanggal 5 January 1802  ketika Salisbury membacakan laporannya kepada Perkumpulan Linnean Society yang menjelaskan proses perkecambahan anggrek dan pembentukan bibit.  Hasil seminar tersebut diterbitkan 2 tahun kemudian (Salisbury 1804). Terbitan tersebut diperkaya dengan ilustrasi biji dan bibit Orchis morio Linn dan Limodorum verecundum (Gambar. 4Ba-f, Ca-e).  Selain sebagai deskripsi modern yang pertama untuk biji dan bibit, hal tersebut kelihatannya tidak cukup menarik perhatian dan membangkitkan studi yang lebih dalam atau laporan lanjutan di Inggris dan di Eropa.
Link : bibit anggrek tropis dan hilangnya sebuah kesempatan
Ilustrasi Salisbury hanya menggambarkan  tampilan luar dan morfologi bibit anggrek dan biji.  Gambar tersebut tidak menunjukkan adanya asosiasi struktural mikoriza dan bibit.          Akan tetapi, seorang ahli tumbuhan dari Jerman Heinrich Friedrich Link (1767-1851); Gambar. 55A) menggambarkan karakteristik tersebut dengan sangat baik (Link 1824, 1839-1842, 1840, 1849 a,b)  Gambaran Link (Gambar. 5Ba-k) mungkin  bukan yang pertama akan tetapi gambar tesebut sangat bagus menurut standar pada masa itu. Menarik juga untuk disebut bahwa Link menggambar biji dan bibit anggrek tropis Oeceoclades maculate, sebelum orang lain melakukannya.  Adalah sungguh jelas bahwa Link melihat mikoriza tetapi dia tidak mengetahui  apa fungsinya.
Cameron : bibit di kebun
Antara tahun 1835 dan 1838, David Cameron (ca.1787-1848), kurator dari Birmingham Botanical Garden pada masa itu (dan sebelummya, seorang pekerja kebun untuk Robert Barclay) melihat ‘bibit yang berkecambah sendiri pada beberapa pot” yang mengandung “anggrek Inggris” yang ditanaman bersama dengan tanaman pinus alpine.”  Beberapa diantara bibit tersebut sangat kecil dan pastinya berkecambah pada tahun itu.  Beberapa diantaranya Gymadenia conopsea, Orchis maculate, dan O. latifolia….” berbunga (Cameron 1844, 1848)
Herbert : mendahului Darwin
Diantara pendeta Inggris, Rev. Stephen Hales (1677-1761) mempelajari penyerapan air oleh tanaman ; Pdt. John Henslow (1796-1861) merupakan Profesor Botani di Cambridge menulis tentang struktur bunga anggrek dan tanaman lain (Henslow 1888) dan berteman dengan Charles Darwin (1809-1882); dan sedikit kurang terkenal tetapi lebih eksentrik           Pdt. James Neil menggunakan tanaman sebagai materi dalam perumpamaannya (Neil 1880).  Pdt William Herbert (1778-1847); Gambar. 6), Dekan Manchester, mengikuti tradisi ini (Herbert 1847).   Sepertinya di adalah seorang pendeta yang telah mengalami pencerahan dengan menyatakan bahwa “adalah berlebihan dengan mengatakan bahwa segala bentuk sayuran yang ada sekarang….telah secara khusus diciptakan Tuhan, dan …saya merasa bahwa keaneka- ragaman tersebut….berasal dari sejumlah bentuk asli yang jumlahnya lebih sedikit….”(Herbert 1847).  Pandangan tersebut, diterbitkan pada tahun 1847, 12 tahun sebelum publikasi buku Darwin The  Origin of Species tahun 1859, yang membawa dirinya “sebagai orang yang telah menyimpang dari kekuasaan dan pengetahuan Tuhan” (Herbert 1847).  Pdt Herbert membalas serangan-serangan tersebut dengan menyatakan bahwa “proses alamiah yang terjadi sebelum penciptaan manusia….tidak dapat dirapatkan dalam hitungan minggu kehidupan manusia, akan tetapi dalam ruang yang maha besar dan jangka volume waktu yang tak terkira” (Herbert 1847)
Argumentasi Herbert terhadap tanaman juga sangat jelas : “saya, atau bahkan species yang sangat kecil, atau ….genus, memiliki penciptaan yang khusus (Herbert 1847).  Setelah memaparkan landasan Theologinya, Herbert berkata “ Jika saya dapat menunjukkan bahwa dalam satu genus tanaman perkawinan silang tidak hanya mudah, bahkan lebih mudah daripada pembuahan oleh serbuk sari sendiri (penyerbukan serumah), begitu juga dengan yang lain, sangat terkait erat sehingga kita bertanya-tanya apakah itu bukan hanya merupakan bagian dari genus tersebut
Gambar. 5 Gambar pertama mikoriza anggrek. A Heinrich Friedrich Link, 1767-1851.                       B Perkecambahan biji dan bibit Oeceoclades maculate (urutannya g,a dan c, h dan j, b,e dan f, I dan k; d merupakan gambar melintang dari akar)
Herbert menguji hipotesanya dengan tujuan membuktikan pernyataannya dengan bereksperimen dengan hibridisasi banyak tanaman termasuk anggrek, pandangannya bahwa “persilangan diantara tanaman anggrek mungkin akan membawanya menuju kepada hasil yang mengejutkan; akan tetapi mereka tidak mudah untuk dikecambahkan” (Herbert 1847, komunikasi bulan Oktober 1846).  Dia melaporkan bahwa dia menghasilkan biji anggrek dan menumbuhkan bibit Bletia, Cattleya, Ophrys aranifera dan Orchis monorchis (sekarang Herminium monorchis).  Akan tetapi dia tidak menjelaskan metode perkecambahannya.           Ini adalah kelemahan yang penting karena pengetahuan tentang bagaimana cara mengecambahkan biji anggrek belum tersebar luas, dan jika hal tersebut ada pada waktu itu, belum tersebar luas.
Gambar. 6-15 Para pemikir perkecambahan anggrek.  6 Reverend William Herbert Dean of Manchester, 1778-1847. 7. Johann Friedrich Thilo Irmisch, 1816-1879. 8. Jean-Henry-Fabre, 1823-1915.  9. Melchior Treub, 1851-1910. 10. Lycopod (B), dan anggrek (C) bibit anggrek (C) bibit anggrek (tidak ada huruf A dalam gambar ini). 11 Francois Antoine Morren, 1807-1858 (A) Eduard Morren, 1833-1886 (B);  biji vanilla yang agak diperbesar (C); tampak samping (D) dan depan (E) gambar vanili dengan pembesaran 166X; Biji vanilli dengan detail testa, pembesaran 142X, 12. Joseph Henry Francois Neumann, 1850-1858.  13. Louis Claude Noisette, 1772-1849. 14. David Moore, 1807-1879. 15 John Harris, 1782-1855
Herbert juga gagal menjelaskan  biji dan bibitnya.  Adalah mungkin bahwa dia menggunakan metode Cameron atau yang mirip dengan itu, akan tetapi kurangnya keterangan mengurangi nilai dan pentingnya laporan tersebut.  Akan tetapi perlu diingat bahwa  Dean Herbert menyilangkan tanaman dan mengecambahkan biji untuk membuktikan teorinya.  Perkecambahan anggrek bukan tujuan utamanya.
Irmisch : Observasi anatomis dan morfologis
Di Jerman, laporan pertama tentang biji dan bibit anggrek berasal dari Johann Friedrich Irmisch, 1816-1879; Gambar. 7), seorang tokoh utama dalam bidang morfologi tanaman di abad ke 19 (Mullerot 1980).  Anggrek sebenarnya bukan minat utamanya, akan tetapi dia menerbitkan beberapa laporan tentang beberapa species anggrek (Irmisch 1842, 1854a, b, 1863, 1877).  Laporan tersebut mencakup gambar morfologi atau anatomi.  Gambar dengan kualitas yang baik dalam bidang anggrek (Irmisch, 1853) mungkin merupakan ilustrasi detil anatomi dan morfologi biji dan bibit yang pertama, terutama anggrak yang hidup daratan Eropa.
Fabre : Perkecambahan anggrek dan filamen
Jean-Henri Fabre (1823-1915; Gambar 8), banyak dihubungkan dengan penelitian perilaku serangga (Fabre 1856).  Dia menjadi tertarik kepada anggrek karena sifat non simetris dari bunganya, struktur yang tidak biasa dari pollennya, dan jumlah bijinya yang tak terkira” (Legross 1971),  akan tetapi lebih perhatian kepada struktur dari umbi anggrek (Fabre 1855, 1856).  Ini membawanya kepada studi yang berjudul “ Penelitian terhadap umbi Himantoglossum hircinum,” yang diterbitkan sebagai tesis pada tahun 1855 (Legros 1971).
Pada saat penelitian setelahnya yaitu terhadap Ophrys apifera, Fabres mengamati banyak bentuk umbi.  Dia juga melihat biji dari species tersebut dan menjelaskannya sebagai mikroskopik, dibungkus oleh sarang (fusiform coat) yang mengandung  embrio speris dengan diameter 0.25 mm (Fabre 1856).  Fabre menerangkan biji akan berkecambah setelah beberapa saat inkubasi di tanah humus.  Dia menulis pada saat membengkak, perubahan terjadi hanya pada bagian ujung (apex) dan diselimuti oleh rambut-rambut halus.   Rambut-rambut tersebut mungkin adalah trichoma yang sering dihasilkan oleh protocorm atau hifa mikoriza.  Jika itu adalah hifa mikoriza, Fabre telah melewatkan betapa pentingnya hal tersebut.  Dia juga menulis bahwa bibit menjadi berbentuk spheroid (i.e., protocorm) yang diikuti oleh pertumbuhan selanjutnya (Fabre 1856).
Treub : dari lycopods menjadi anggrek
Melchior  Treub (1851 Belanda – 1910 Perancis; Gambar.9) belajar di Universitas Leiden ketika kepada Departemen Botani diduduki oleh Willem Frederik Reinier Suringar (1832-1898) yang tertarik mempelajari lichens (jamur kerak).  Hal tersebut sejalan dengan disertasinya yang berhubungan dengan terbentuknya jamur kerak (Schroter 1912;Went 1911)
Lichens tidak terlalu lama menarik perhatian Treubs dan dia beralih mempelajari tanaman lain termasuk anggrek.  Pekerjaannya sangat bagus dan dia memiliki masa depan yang menjanjikan di Belanda.  Akan tetapi takdir berkata lain, Herman Christian Carl Scheffer (Holland 1855-Indonesia 1880), direktur Kebun Raya Bogor (Buitenzorg), meninggal dan Treub menjadi penerusnya (Went 1911).  Dia bekerja selama jabatannya sampai tahun 1909.
Treub menghasilkan kontribusi yang besar pada studi anggrek secara umum dan pengertian tentang proses embriologi, biji dan bibit secara umum.  Ketika masih berada di Belanda, dia belajar proses embriologi dan perkembangan biji dari beberapa species (Treub 1879).  Gambar skema yang dia buat (dilukis oleh Treub sendiri) sangat bagus.  Akan tetapi, kontribusinya yang paling besar terhadap pengetahuan tentang anggrek  terjadi secara tanpa sengaja.  Dia membuatnya dalam sebuah laporan tentang embriologi dari club mosses (Treub 1890) dengan mengajukan istilah protokorm untuk tahap awal dari perkecambahan licopods (Gambar.10)  Noel Bernard (lihat dibawah) pasti telah membaca laporan Treub dan 10 tahun kemudian menggunakan istilah tersebut untuk bibit anggrek (Arditti 1989, 1990, 1992)
Prescottia : bibit anggrek tropis pertama ditanam diluar dari daerah tropis
Laporan pertama tentang perkecambahan biji anggrek tropis, Prescottia plantaginea Lindl. Diluar daerah tropis diamati di salah satu institusi hortikultur di Inggris.  Akan tetapi, tanggalnya masih dipertanyakan dan sumber bijinya tidak pasti (untuk review, lihat Arditti 1984).  Ada 2 tanggal yang disebut pada saat produksi bibit tersebut.  Salah satunya tahun 1822 dan yang lain tahun 1832, Adalah mungkin bahwa biji dan bibit, telah diproduksi sebelum tahun 1832 , akan tetapi informasi yang tersedia tidak mengarah kepada tahun 1822 (untuk diskusi, lihat Arditti 1992, pp.40-42)
Prescottia plantaginea mungkin saja diperkenalkan dan dibudidayakan setelah John Forbes (1798-1823),  seorang kolektor dari Brazil, mengirim tanaman ke  Horticultural Society of London pada musim gugur 1822.  Sumber biji yang menghasilkan bibit anggrek di Inggris tersebut tidak jelas, dan tidak ada laporan yang diketahui bahwa seseorang pernah melihatnya.  P. plantaginea menghasilkan biji secara apomiksis atau perkawinan sendiri (selfing).  Maka, salah satu kemungkinan adalah  bahwa biji dihasilkan setelah tanaman tiba di Inggris dan masak setelah 1822.  Kemungkinan yang lain adalah buah mungkin terdapat pada pengiriman tanaman tersebut ke Inggris.  Jika tanaman yang dikoleksi di habitat alami memiliki buah, maka kapsulnya akan terus berkembang selama perjalanan, dan matang ketika tiba di tempat, dan bijinya mungkin sudah matang dalam periode yang singkat setelah sampai di Inggris tahun 1822.
Terlepas dari bagaimana caranya biji tersebut sampai ke  Kebun Horticulture Society, biji tersebut dapat tumbuh berkembang karena mikoriza yang sesuai mungkin ada pada saat itu.  Mikoriza tersebut mungkin berasal dari koleksi anggrek asli Inggris yang ada di taman tersebut yaitu dari P plantaginea.  Banyak bibit dikembangkan di Taman Chiswick di Horicultural Society (Anonymus 1858a, b; Hoene 1949; untuk review, lihat Arditti 1992)
Bibit anggrek dan metode yang digunakan tidak menarik banyak perhatian pada saat itu dan Lindley menulis tentang hal tersebut hanya pada tahun 1858 (Anonymus, 1858a, b).  salah satu alasan yang mungkin adalah kurang populernya genus tersebut.  Hal lain mungkin perkecambahan biji anggrek yang terjadi secara tidak sengaja.  Jika perkecambahan tersebut memang direncanakan maka terdapat peluang untuk menerbitkan laporan tersebut oleh siapa pun yang pertama sekali melakukannya.  Tapi pada kenyataannya, cukup mengejutkan bahwa tidak ada orang yang mengakui hasil pekerjaan tersebut.

Charles Morren : produksi biji anggrek tropis  pertama diluar daerah tropis
Vanilli, satu-satunya jenis anggrek yang ditanam sebagai tanaman perkebunan adalah anggrek, yang merupakan satu-satunya penghubung produksi biji anggrek tropis di Eropa.  Rempah biji vanilli mungkin telah diimpor ke Eropa awal tahun 1510.  Tanamannya sendiri mungkin telah diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1739, akan tetapi mati.  Akan tetapi, tanaman yang ditanam ulang tahun 1753 di Inggris tumbuh  (Delteil 1884, 1902; untuk review, lihat Lawle 1984; Arditti 1984, 1992).  Parmentier dari d’Enghien memperkenalkan vanilli ke Belgia (Morren 1838-1839).  Beberapa tanaman dikembangkan di Kebun Raya Liege dimana bunga yang mekar pada tanggal 16 February di serbuki oleh Professor Charles Morren  (1807-1858; Gambar 11A).  Buahnya kemudian masak setahun kemudian (Morren 1829 a, b, 1837, 1838a, b, 1838-1839, 1839a, b, 1850, 1852, 1860; Poiteau 1858; MN 18455, 1849; de Visiani 1845; Anonymus 1855a, b, tanpa tanggal ;van Gorkom 1884; Delteil 1884, 1902; Childers et al. 1959).
Charles Francois Antoine Morren (1807-1858) belajar di Royal Atheneum Bruxelles dan lulus pada 14 Agustus 1825 dengan predikat summa cum laude.  Setelah lulus, Morren bekerja di Universitas Gand dan memperoleh diplomanya pada 1 Agustus 1826.  Dua bulan setelah itu Morren diberikan penghargaan untuk penelitiannya tentang anatomi anggrek Orchis latifolia.  Morren memperoleh gelar doktornya pada tahun 1829,  yang kemudian diikuti oleh perjalanan penelitian, publikasi dan berbagai penghargaan.
Pada tanggal 31 Agustus 1834, Morren lulus ujian yang membuatnya menjadi calon dokter.  Walaupun biografinya mencantumkan 235 makalah (Morren 1860) daftar tersebut tidak mencakup 3 artikel mengenai vanilli (Morren 1838 a, b, 1839b).  Sebagian besar makalahnya ditulis dalam bahasa Perancis, tetapi dia juga menerbitkannya dalam bahasa Latin, Belanda, Jerman dan Inggris.  Dia juga menerbitkan dan mengedit beberapa jurnal.
Morren menjadi tertarik kepada anggrek di masa mudanya dan mengerjakan anatomi Orchis latifolia (Morren 1829b), buah dari Leptotes (Morren 1839b), “Cyperides” (Morren 1850), dan bebberapa topik lain (Morren 1852).  Akan tetapi sumbangannya yang paling utama adalah Metode penyerbukan manual oleh vanilli dimana-mana (Morren 18291, 1837, 1838a, b, 1838-1839, 1839a, 1850; Poiteau 1858; MN 1845, 1849; de Visiani 1845; Anonymus 1855a, b, van Gorkom 1884; Delteil 1884, 1902; Childers et al.1959).  Pada kenyataannya adalah mungkin kita berdebat mengenai minatnya yang sangat luas, keberhasilan yang banyak, publikasi yang banyak, dan hidup yang sangat produktif, ini mungkin jasa yang paling diingat untuk dunia pengetahuan tumbuhan, anggrek, budidaya vanilli, dan perekonomian di beberapa Negara.  Semasa melakukan pekerjaannya , Charles Morren dan anaknya, Eduard Morren (1833-1886; Gambar .11B) juga mengamati dan menggambar biji vanilli (Morren 1852; Gambar. 11C-F).    Hal ini mungkin merupakan biji anggrek tropis pertama yang dihasilkan melalui penyerbukan dengan bantuan manusia dan diamati diluar daerah tropis.  Hal tersebut merupakan gambaran biji vanilli yang pertama.  Hal tersebut lebih dari setengah abad sesudah biji anggrek Eropa, Habenaria bifolia, dihasilkan melalui penyerbukan dengan bantuan manusia (Wachter 1799-1801)
Adalah penting untuk menggunakan kata ‘mungkin’, diatas karena menurut pengakuan yang dibuat oleh dirinya sendiri dan diulangi oleh orang lain, Joseph Henri Francois Neumann (1850-1858; Gambar. 12) mungkin adalah orang yang pertama kali meyerbuki vanilli di Prancis tahun 1830 (Neumann 1838, 1841, b; Delteil 1884, 1902; von Gorkom 1884).  Jika pengakuan ini adalah benar, Neumann pasti telah mengetahui biji yang telah dihasilkan melalui peyerbukan terutama karena setelah bebrapa tahun kemudian dia mengaku telah menanam bibit anggrek (Neumann 1844; untuk review, lihat Arditti 1984). 
Pengakuan Neumann terhadap vanilli perlu dipertanyakan karena (Busse 1899) :
1.      Ini merupakan penemuan penting dimana Neumann secara nyata ingin menetapkan dirinya sebagai prioritas (Professor Ernest E. Ball sering berkata bahwa orang Prancis sangat perhatian terhadap prioritas).  Karenanya, adalah masuk akal jika dia mempublikasikannya dengan segera, bukan 10 tahun setelah pekerjaan tersebut selesai.
2.      Prancis ingin mengembangkan Industri vanilli di Reuinion dan koloni lain dan menginginkan penyerbukan vanilli.  Oleh karena itu, adalah masuk akal jika diasumsikan bahwa penemuan sepenting itu disebarluaskan dan digunakan dengan segera.
3.      Neuman kelihatannya memiliki kecenderungan untuk mengklaim prioritas untuk penemuan yang dibuat orang lain dengan cara menulis artikel yang mengklaim bahwa dia telah membuat penemuan tersebut sebelum penemuan aktual tanpa mempublikasikannya (untuk review, lihat Arditti 1984).
Pertimbangan ini menyebabkan Neuman tidak menemukan metode penyerbukan vanili dan menghasilkan biji sebelum Morren (untuk detail, lihat Yam et al. 2002).
Perkecambahan biji (Hortikultur)
Dengan semakin populernya tanaman anggrek, para pekebun ingin menanam/mengecambahkan bijinya di kebun-kebun mereka.
Percobaan-percobaan awal.
Dalam waktu yang sama ketika bibit Prescottia dilaporkan di Inggris, penanam anggrek di Prancis berusaha menanam bijinya (Anonymus 1822) menggunakan metode yang diterangkan oleh Louis Claude Noisette (1772-1849; Gambar.13; Noisette 1826), akan tetapi gagal.  Metode Noisette dalah dengan menempatkan biji anggrek pada tanah ringan dan menutupnya dengan lumut halus.  Metode tersebut hanya bisa berhasil jika mikoriza ada dalam lumut atau tanah tersebut, akan tetapi hal tersebut belum dikenal pada saat itu. 
Neumann : klaim lain yang perlu dipertanyakan
Neuman yang mengaku bahwa dia telah menyerbuki vanili di tahun 1830, sebelum yang lain (Neumann 1838, 1841a, b:Delteil 1884, 1902; van Gorkom 1884) membuat klaim kedua yang tidak dapat dibuktikan pada tahun 1844.  Terhadap vanilli, satu-satunya bukti yang dibuat adalah hanya klaim tersebut.  Pada ketika itu, Neumann melaporkan bahwa dia menghasilkan biji Calanthe veratrifolia R. Br. Dengan menyerbuki bunganya, mengecambahkan biji dan menanam bibitnya.  Dia juga mengaku bahwa bibit tersebut akan berbunga pada “tahun berikutnya” (Neumann 1844).  Jika Neumann memiliki bibit tanaman yang telah berbunga, maka penelitian yang sangat intensif juga terhadap sumber-sumber literature juga gagal menemukan laporan tentang hal tersebut.  Bahkan tidak ada penulis Perancis yang mengagumi setiap penemuan anggrek, bahkan juga pencarian intensif terhadap literatur penelitian, sekecil apapun ada menyebut-nyebut nama Neumann dan tanamannya (Constantin 1913a,b, 1917, 1926; Constantin dan Magrou 1922a,b).  Ini merupakan indikasi yang masuk akal bahwa bibit Neumann tidak ada atau mati sebelum berbunga pada tahun berikutnya
Dean Herbert : absentee germination (mengaku mengecambahkan anggrek akan tetapi dia sendiri tidak melihatnya)
Dean Herberts mengklaim bahwa dia telah “mengecambahkan Bletia, Cattleya, Orchis monorchis (L.) R. Br dan Ophrys aranifera Huds dari biji”yang mana ini merupakan pertanyaan karena dia melaporkan bahwa tanamannya mati mungkin karena dia tidak berada di tempat, mungkin saja kalau dia ada ditempat percobaan perkecambahannya, bisa jadi dia telah menghasilkan tanaman anggrek.
David Moore : menanam anggrek di kebun raya
Beberapa hortikulturis di Irlandia dan Inggris berusahan mengecambahkan biji anggrek dibawah kondisi hortikultur.  Keberhasilan yang pertama berasal dari David Moore, Direktur Glasnevin Botanical Garden di Irlandia.
David Moore memiliki ketertarikan khusus terhadap tanaman pemakan serangga, dan “anggrek” mungkin hanya tanaman lain baginya.  Akan tetapi, dia menunjukkan beberapa ketertarikan kepada anggrek yang dibuktikan dengan sebuah artikel tentang perpindahan (Impor) anggrek dan deskripsi anggrek Catasetum.  Dan juga, setelah menjadi direktur Glasnevin Botanical Garden, dia menambahkan banyak koleksi baru sebanyak 65 species anggrek.
Moore juga tertarik dalam produksi buah melalui pollinasi manusia (hand pollination) dan sepertinya menjadi orang yang pertama menghasilkan buah kakao di Irlandia.  Hal ini jugalah yang mungkin membuat dia menyerbukkan Cattleya forbessi, Epidendrum crassifolium, Epidendrum elongatum, dan Phaius albus dan menghasilkan biji.  Dia mulai bereksperimen mengenai pengecambahan biji-biji tersebut dan kira-kira tahun 1844  terus melanjutkan ekperimennya walaupun terjadi kelaparan akibat wabah penyakit pada kentang dan istrinya meninggal.  Dia menerbitkan penemuannya pada tahun 1849 dan berkomentar bahwa “pada masa kini hanya ada sedikit topik yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang mana informasi mengenai hal tersebut lebih sedikit tercatat dibandingkan dengan menanam anggrek dari biji…” dan menambahkan alasan mengapa biji anggrek tidak berkecambah dalam jumlah besar seperti tanaman lain tidak diketahui.  Setelah itu dia menambahkan bahwa “ketika biji anggrek tumbuh dalam kondisi yang sesuai, maka jumlah yang sangat banyak biji-biji yang terkandung dalam ovary adalah sempurna, dibuahi atau pun tidak dibuahi.”  Setelah itu Moore melanjutkannya dengan menerangkan metode perkecambahan anggreknya.
“Cara menyemai biji anggrek dan memperlakukan bibit muda, adalah membiarkan biji-biji yang seperti debu jatuh dari ovary seketika mereka menunjukkan gejala-gejala pematangan, yang dapat diketahui dengan terbukanya ovary pada satu sisi.  Ketika hal tersebut terjadi, pod (buah anggrek) dipisahkan dari batangnya dan diketuk-ketuk pelan-pelan supaya biji yang mirip debu tersebut jatuh diatas permukaan media tanam anggrek, yang terdiri dari material yang ringan untuk menanam anggrek, atau di wadah lain yang disiapkan, yang setelah itu diletakkan pada tempat dengan cahaya dan suhu yang stabil, dengan kelembaban yang tinggi, semuanya merupakan kebutuhan yang harus untuk mendapatkan keberhasilan yang tinggi.  Dalam waktu 8 atau 9 hari setelah penyemaian, yang nampak adalah kelihatan seperti tepung yang keputihan, yang secara bertahap menjadi agak gelap, atau jika dillihat dengan kaca pembesar, maka tanda-tanda kehidupan akan segera tampak, yang akan meningkat sampai pada pembengkakan bakal akar (radicle) dan kotyledon yang bervariasi selama 2 sampai 3 minggu.  Dari periode ini pertumbuhan dari bibit muda akan sangat cepat dan bakal akar akan mencengkram material apapun yang diberikan.  Jika biji secara sengaja atau tidak sengaja  dibuat tumbuh pada batang kayu, seperti pada beberapa kasus disini, maka akar-akar muda akan menyebar pada arah yang berlainan, menempel rapat kulit kayu, dan menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan batang, yang mana member contoh yang indah tentang ciri-ciri tanaman epifit yang menempel erat pada batang …”Kesulitan yang sangat besar dalam menghadapi bibit muda adalah terdiri dari perlakuan terhadap tanaman di tahun pertama terutama dalam musim-musim dingin….pada tahun kedua pertumbuhannya terus berlangsung dan hanya 2 jenis yang berbunga dari semua anggrek yang dibawa pada tahun ketiga.  Jenis yang berbunga tersebut adalah Epidendrum crassifolium dan Phaius albus, yang terakhir kemudian berbunga tepat 3 tahun setelah disemai.”
Moore adalah direktur Glasnevic Botanical Garden selama 30 tahun setelah publikasinya mengenai perkecambahan anggrek.  Dia melanjutkan impor bermacam anggrek dari berbagai tempat di seluruh dunia akan tetapi sepertinya tidak meneruskan pekerjaanya tentang perkecambahan anggrek dan budidayanya.  Moore juga menjadi anggota beberapa perkumpulan, dan pada tahun 1864, dia diberikan penghargaan Gelar Doktor oleh Royal Sociaty of Dublin di tahun 1878.
Dalam masa tuanya , Moore banyak mengambil bagian dalam polemik agama dan berperan dalam beberapa gerakan anti evolusi. 
Richard Gallier dan J.Cole : Perkecambahan biji anggrek oleh dua orang tukang kebun
Dua orang horticulturist dari Inggris, Richard Galier dan J.Cole juga membagi pengalaman mereka setelah Moore menerbitkan laporannya.  Gallier adalah tukang kebun  untuk J. Tildesly, Esq dari West Bromwich, Staffordshire Inggris.  Cole juga bekerja seperti rekannya yang bekerja untuk J. Willmore di Oldford dekat Birmingham.  Berhubungan dengan dekatnya dengan Birmingham adalah mungkin dia telah berhubungan dengan David Cameron (lihat diatas), akan tetapi tidak ada dokumen yang menyebutkan adanya interaksi dengan David Cameron.  Hanya sedikit yang dapat diketahui tentang Cole dan Gallier.
Catatan Cole adalah yang pertama sekali diterbitkan setelah laporan Moore, Dia menulis bahwa majikannya menginformasikan dia  bahwa ;
Bletia [sekarang Phaius Tankervillae] sudah sejak beberapa tahun didapatkan dari biji yang disemai di tanah biasa; juga Epidendrum elongatum ditanam pada blok kayu yang ditutupi dengan moss.  Saya juga telah menanam beberapa anggrek pada berbagai waktu, akan tetapi tanpa hasil…beberapa diantaranya telah berhasil disilangkan,  yang mana bijinya kelihatan sebagai mana mestinya… dan sudah dicoba untuk disemai akan tetapi tidak berhasil tumbuh.  Cattleya labiata disilangkan dengan C. guttata, dan podnya membengkak ; Calanthe veratrifolia dengan Bletia tankerville; Dendrobium moniliforme dengan jenis Dendrobium lain; dan Stanhopea Wardii dengan salah satu Stanhopes yang lain…saya memiliki pod buah Stanhopes yang telah disilangkan (hibrid), dan dengan senang hati akan memberikan beberapa buat Tuan Moore atau siapa saja yang tertarik menanam bibit anggrek.
J. Cole juga menyatakan bahwa dia bermaksud  melanjutkan beberapa eksperimen dan berencana melaporkan hasilnya.  Jika dia telah melaksanakannnya, kita tidak menemukan  sesuatu laporan yang mungkin telah diterbitkannya.   Metode perkecambahan yang telah diterangkan oleh Cole dapat berhasil dan kelihatannya belum pernah dipublikasikan sebelum surat yang dikirimnya.
Reputasi dari The Gardeners’ Chronicle (salah satu publikasi hortikultur yang paling berpengaruh) di dunia pada masa itu yang sering diberi istilah “The Times of Hortuculture” (surat kabar yang paling terkenal pada masa itu adalah The Times), memberikan setiap alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa laporan Cole adalah akurat dan faktual.
Laporan Gallier juga diterbitkan The Gardener’ Chronicle (Gallier 1849).  Dia menyilangkan Dendrobium nubile dengan Dendrobium chrysanthum, menghasilkan biji dan :
“menyemaikannya dalam 3 cara : beberapa diatas batang kayu, dengan lumut-lumut yang tumbuh alami diatasnya,  diisi dengan dan meletakkannya dibawah tempat teduh dalam rumah anggrek; beberapa disemai diatas pot bunga yang dibalik, dimana bagian dalamnya spaghnum, dan diletakkan dalam panci berisi air…..tidak ada cara dari yang dua tersebut berhasil menjadi tanaman.”
Untuk metode yang ketiganya, Gallier menggunakan 2 pot, satu pot diisi dengan pasir dan yang lain diisi air.  Dia menebarkan  biji anggrek tersebut pada gabus yang mengapung dan ditutup dengan nampan.  Kemudian dia meletakannya dibagian yang teduh dalam rumah kaca.  Dua biji berkecambah setelah 3 minggu.  Akhirnya Gallier memiliki 5 tanaman yang kesemuanya mati ketika dia memindahkan gabus tersebut dari cawan dan mengeluarkannya dari bawah naungan (Gallier 1849)
Sebuah Jurnal di Belgia melaporkan eksperimen Moore dan Cole (Anonymus 1850) dan menyatakan bahwa perbanyakan anggrek melalui perkecambahan biji pada rumah-rumah kaca di Eropa akan membawa kepada wahana baru untuk budidaya “ tanaman yang aneh dan unik” (Anonymus 1850).
John Dominy, John Harris dan Harry Veitch : hybrid anggrek yang pertama
Oleh karena review ini terbatas pada biji anggrek dan bibit anggrek, sejarah hibridisasi anggrek akan diterangkan hanya dimana saat ia berhubungan dengan perkecambahan anggrek.  Calanthea dominy anggrek komersil yang pertama, dihasilkan oleh Veitch dari kebunnya di Inggris.  Seorang ahli bedah bernama John Harris (1782-1855, Gambar 15; Arditti 1980), menyarankan seorang ahli hortikultur yang bagus, John Dominy (1816-1891, Gambar.  16) yang juga dipekerjakan oleh seorang pemilik nursery, Harry J. Veitch (1840-1924; Gambar. 17), seorang pemilik nursery yang terkenal yang didirikan oleh bapaknya yang bernama, James Veitch (1792-1863; Gambar. 18) untuk menyilangkan anggrek.  Dominy menghasilkan silangan yang pertama tahun 1853, bijinya kemudian dipanen tahun 1854 dan bunga pertama mekar pada Oktober 1856 (Veitch 1885, 1886; Veitch and Son 1887-1894).  Dokumentasi yang dibuat secara kronologis tersebut mengindikasikan bahwa perkecambahan anggrek yang pertama merupakan bagian dari : (1) usaha komersial, dan (2) percobaan menghasilkan hybrid berhasil pertama sekali di Inggris tahun 1854.
Bahkan menghasilkan satu persilangan tidak mudah.  Untuk secara penuh mengapresiasi terungkapnya sejarah persilangan tersebut ada baiknya kita mengutip seseorang yang tidak saja hadir pada saat itu, akan tetapi juga membuat hal tersebut terjadi, Harry J. Veitch (1886) :
            “…hanya sedikit (hortikulturist) yang memiliki walaupun hanya sedikit pengetahuan dasar tentang botany.  Mereka mampu…membedakan …sari dan putik dari berbagai bunga dan mereka mengetahui fungsi dari maing-masing organ tersebut, akan tetapi apa kegunaan organ tersebut pada kolom bunga anggrek merupakan suatu misteri bagi mereka.

Gambar. 16-27.  Ahli anggrek dan pemulia anggrek (breeder). 16. John Dominy, 1816-1891.    17. Harry J, Veitch, 1840-1924.  18.  James Veitch, 1792-1863. 19. Auguste Riviere, 1805 atau 1821-1827.  20 Edouard Ernest Prillieux, 1829-1915. 21 Johan Georg Beer, 1803-1873.              22 Herman Schacht, 1814-1864. 23 Mathias Jacob Schleiden, 1804-1881. 34 Gaspard Adolphe Chatin, 1813-1901. 25 Hubert Leitgeb, 1835-1888. 26 Oscar Drude, 1852-1933. 27 Albert Bernhard Frank, 1839-1900
Adalah Tuan. [Dr sebenarnya] John Harris, seorang ahli bedah dari Exeter, yang menyarankan kepada Dominy akan kemungkinan mengawinkan anggrek, dengan  menunjukkan kepadanya organ reproduksi yang terletak pada kolom bunga anggrek, dan menunjukkan kepadanya applikasi serbuk sari kepada permukaan kepala putik yang analog dengan menyerbuki kepala putik bunga-bunga lain dengan tepung sari.         Fakta yang sederhana ini yang seketika itu diambil, dan pekerjaan-pekerjaan hibridisasi maju kedepan….Kapsul benih banyak dihasilkan dalam jumlah yang banyak…dan benih yang banyak berada dalam jangkauan.  Kemudian muncul masalah yang sangat besar…yang masih ada….menemukan metode yang paling sesuai untuk menumbuhkan biji.   Biji anggrek tersebut sangat kecil…kaca pembesar biasa tidak dapat menunjukkan apakah biji tersebut mengandung bakal atau hanya debu semata.  Mengikuti, atau paling sedikit mempercayai bahwa kita mengikuti Alam…setiap metode atau setiap alat yang dipikir mampu untuk mengamankan perkecambahan biji diupayakan.  Biji anggrek disemai diatas blok-blok kayu, keeping-keping batang pakis, helaian gabus, diatas lumut yang menutupi permukaan pot bunga, paling tidak segala situasi yang mungkin menjanjikan hasil yang diinginkan.  Akan tetapi…sepertinya kita jauh dari mengenai suatu metode yang setidaknya menghasilkan jumlah yang sukses yang lumayan dalam arti biji yang berkecambah.
Biji banyak kita miliki, tetapi….sedikit yang berkecambah…biji dari ratusan kapsul telah disemai tanpa hasil satupun.  Dalam banyak kasus, hanya satu yang dapt tumbuh dari sebuah kapsul yang sebenarnya mengandung ribuan benih/biji; dalam beberapa kejadian lain terjadi ratusan bibit yang tumbuh.  Adalah benar bahwa kita telah menanam banyak biji secara aggregat, tetapi banyak diantara mereka yang tumbuh/muncul secara tidak diharapkan, dan ketika kita memikirkan banyaknya jumlah biji yang telah kita tebar/semai dan membandingkannya dengan sedikit bibit yang tumbuh, kita tidak bisa mengatakan telah mencapai sukses  yang besar….”
Perkecambahan biji yang digunakan di tempat Veitch mirip dengan metode yang digunakan oleh Moore, Cole dan Gallier.






Perkecambahan biji anggrek : 1850-1899
John dan John : hibrid anggrek,
Dominy (Gambar. 16), Cole, Gallier, dan Veitch (Gambar. 17, 18;DCGV) menjadikan metode perkecambahan benih anggrek mereka diketahui dengan mempublikasikannya di    The Gardeners’ Chronicle.  Dalam setahun sejak penerbitan artikel tersebut ada juga sedikitnya satu laporan di Belgia dan Prancis tentang penemuan Moore dan Cole (Anonymus 1850) dalam sebuah majalah yang kemungkinan juga dibaca di Prancis.  Tiga laporan tambahan juga diterbitkan dalam bebrapa tahun setelah itu di Perancis dan Belgia (Bergman 1879, 1881, 1882, 1889).  Lebih jauh, Dominy dan Harris  adalah orang yang pintar berkomunikasi yang siap dan menikmati dan mengambil kesempatan dalam setiap pembicaraan yang luas (Arditti 1980).  Hal ini dimungkinkan karena fakta bahwa Dominy memiliki “…pengetahuan yang luas yang selalu dia ingin komunikasikan secara lisan…”(Anonymus 1891a).  Oleh karenanya, berita bahwa biji anggrek dapat dikecambahkan mungkin beredar dengan cepat diantara orang-orang yang menghasilkan biji dan berusaha menumbuhkannya (Anderson 1862, 1863; Gosse 1862, 1863), sebagian besar tanpa berhasil; “….tidak ada hal yang aneh dalam memperoleh pod biji dan banyak biji dioperoleh dari satu species; akan tetapi saya belum pernah memiliki keberuntungan mendapatkan biji yang berkecambah/tumbuh” (Anderson 1862).  Dan ketika bijinya berkecambah, “….semua bibit tersebut menemukan cara dan muncul di dunia ini dengan cara yang belum pernah saya pahami” (Baton 1862).  Oleh karena itu, adalah tidak mengejutkan sedemikian banyak hibrid yang dihasilkan (i.e., biji-biji anggrek yang lain juga berkecambah) segera setelah laporan Moore, Cole, dan Gallier dan juga dekat dibawah kaki Dominy, yaitu hibrid anggrek yang pertama (Veitch 1886)
Hibrid yang  kedua, sebuah Cattleya berbunga pertama sekali tahun 1859.  Paphiopedilum pertama berbunga tahun 1869 (Veitch 1885, 1886; Veitch dan anak 1887-1894; untuk review lihat Arditti 1984).  Keberhasilan perkecambahan anggrek dan budidaya bibit anggrek menjadi sumber berita yang berharga dan topik pembicaraan selama beberapa tahun (Anonymus 1869, 1891a,b;Douglas 1882a,b;Scheidweiler 1844, 1845;Godefroy Lebeuf 1886; Ignotus 1894).  Metode perkecambahan anggrek Moore, Cole, Gallier-Dominy-Veitch (MCGDV) juga disebut dalam buku tentang budidaya anggrek di India (Jennings 1875), akan tetapi tidak jelas apakah itu digunakan disana atau diambil dari sumber-sumber di Inggris dan dimasukkan dalam buku tersebut.  Belum diketahui adanya hibrid di India atau adanya perkecambahan anggrek pada periode itu di India atau dari wilayah lain kecuali di Inggris dan Eropa.  Buku tersebut juga ditemukan perpustakaan  Kebun Raya Singapura akan tetapi tidak jelas kapan buku tersebut diperoleh.  Kalaupun buku tersebut diperoleh pada tahun 1880 an, biji yang menghasilkan hybrid anggrek buatan yang pertama di Singapura, Spathoglottis Primrose, dikecambahkan secara in vitro tahun 1920 pada media yang diformulasikan oleh Lewis Knudson (Vanda Miss Joaquim, ditemukan oleh Miss Agnes Joaquim di tamannya pada tahun 1893 yang diyakini sebagai hibrid natural oleh ahli anggrek dan penanam anggrek yang berpengalaman.
Fakultas Kedokteran di Paris, Prancis, memiliki sebuah kebun raya yang memiliki koleksi 1.200 species dan varietas (Riviere 1866a, b) Auguste Riviere (1805- atau 1821 – 1877; Gambar.19) melaksanakan penelitian tentang anggrek yang dimulai di bulan April 1837 (untuk review, lihat Arditti 1984), atau 1840 (Riviere 1866a, b).  Pada tahun 1865, Riviere pada waktu itu menjabat sebagai kepala kebun Istana Luxemburg di Prancis, mengklaim telah menemukan cara untuk meyerbuki anggrek diantara tahun 1840 dan 1857 (Anonymus 1857).  Anehnya, dia menunggu selama lebih kurang  10-25 tahun untuk melaporkan penemuannya, melakukannya setelah anggrek berhasil diserbuki di Inggris, dan mengklaim telah melaksanakannya 1-2 tahun sebelum Inggris.  Laporan pertama tentang pengakuan/klaim penemuan Riviere muncul di buku pemerintahan  Prancis (Journal official de l’Empire Francais, Gazette National dalam catatan yang anonimus, kompleks, overlap terhadap laporan lisan mengenai koleksi anggrek FMPBG dan eksperimen Riviere (Anonymus 1857).  Inilah yang dinamakan sebagai sirkular referencing, Riviere menggunakan laporan anonimus tersebut untuk mengokohkan laporannya (Riviere 1866a,b).  Adalah sulit untuk tidak bertanya apakah laporan yang diterangkan merupakan penemuan nyata atau dimanipulasi untuk tujuan menghasilkan prioritas terselubung bagi Riviere dan Prancis.
           Riviere melaporkan bahwa dia (tidak dipublikasikan) pada percobaan pendahuluan dengan penyerbukan (pollinasi) tahun 1943 termasuk salah satunya Epidendrum crassifolium (Encyclia crassifolia sekarang; Riviere 1866a, b) yang menghasilkan buah.  Pada akhir Juni 1948, kapsul kemudian mulai retak dan menghasilkan biji.  Riviere mengumpulkan biji-biji tersebut dan menyemainya  [5 Juli ] diatas 2 lembar  lumut yang diletakkan diatas dua buah cawan untuk menjaga kelembabannya.  Lembar lumut tersebut kemudian diletakkan diatas lapisan kompos, di udara terbuka, dan ditutup dengan  wadah gelas yang tertutup rapat.  Sepanjang hari itu saya menjaganya dari sinar matahari; dan merawatnya dengan sangat teliti.  Pada tanggal 28 pada bulan yang sama, bayangkan kegembiraan saya ketika saya menemukan sebagian besar biji yang tanam berkecambah” (Riviere 1866a, b).  Akan tetapi, malang, meskipun telah dirawat dengan baik tanamannya mati karena sesuatu hal yang dia tidak ungkapkan (Riviere 1866a, b)
           Adalah mungkin bahwa kejadian tahun 1848 (anehnya 1 tahun sebelum laporan Moore) Riviere melaporkannya 18 tahun kemudian tahun 1866.  Akan tetapi, adalah perlu untuk membuat penelahaan mengapa Riviere m enunggu sekian lama untuk menerbitkan laporannya dan mengapa dia tidak menjelaskan secara terang apa yang telah mematikan bibit anggreknya.  Tidak ada keraguan bahwa dia tahu bahwa perkecambahan anggrek tropis dalam budidaya tanaman merupakan suatu kemajuan yang sangat penting dan seharusnya diterbitkan segera. Adalah jelas bahwa Riviere menghargai nilai dari sebuah publikasi, dan itu merupakan alasan mengapa dia menerbitkan laporannya setelah 18 tahun.  Atau dia hanya mengarang cerita?
Ada juga beberapa kebetulan yang menarik : (1) Link melaporkan pekerjaanya dengan Oeceoclades maculate dan begitu juga Riviere, dan (2) Riviere mengecambahkan Epidendrum crassfolium seperti Moore.  Riviere mungkin sangat familiar dengan laporan Moore dan Link (Prillieux dan Riviere 1856a,b).  Oleh karena itu adalah mungkin untuk curiga bahwa keberhasilannya dengan anggrek yang diketahui dapat berkecambah bukanlah suatu kebetulan.  Oleh karena itu adalah penting untuk untuk menanyakan apakah laporan Riviere tahun 1866 adalah asli atau dibuat hanya untuk tujuan membuat kesan  bahwa dia telah membuat penemuan tersebut sebelum Moore.  Pertanyaan juga dapat diajukan mengenai pernyataan Riviere tahun 1843 bahwa dia melihat perkecambahan biji Epidendrum nocturnum.  Jika dia melihat perkecambahan tersebut mengapa dia tidak melaporkannya pada waktu itu ? Fakta bahwa dia tidak melakukannya menimbulkan keraguan tentang kebenarannya.
Riviere sepertinya sangat produktif :”Pada tahun 1854 (sebelum hibrida anggrek yang pertama dihasilkan di Inggris) masih terobsesi dengan pikiran untuk memulai kembali pernelitiaan….saya [Riviere] membuat bebrapa eksperimen baru tapi kali ini secara rahasia [perlu penekanan disini sebab alasan kerahasiaannya sangat tidak jelas].  Anggrek yang saya pilih adalah Oeceoclades maculate atau Angraceum maculatum,  anggrek kecil dari Brazil.  Anggrek tersebut dipollinasi oleh saya pada bulan February 1854; buahnya mencapai masa tua pada 4 Juli pada tahun yang sama dan bijinya jatuh diatas meja di sekitarnya” (Riviere 1866a, b).  Riviere menebar biji-biji tersebut pada pada beberapa pot, akan tetapi dia harus pergi pada masa-masa yang kritis.  Dia kembali pada bulan Agustus tanggal 6 dan melihat bahwa biji-biji tersebut berkecambah dan beberapa bibitnya dapat bertahan hidup.  Ketika melihat bibit-bibit tersebut, Riviere mengirim surat kepada Ernest Prillieux (1829-1915; Gambar. 20) dan memintanya untuk mempelajari perkembangannya.
           Prillieux menjadi tertarik kepada anggrek pada masa-masa awal hidupnya.  Dia mempelajari proses pengeringan dari buahnya dan beberapa topik lain (Prilleux 1856, 1857) dan bergabung dengan Riviere dalam study perkecambahan biji dan pertumbuhan bibit anggrek  Oeceoclades maculate, yang dikenal sebagai Angraeceum maculatum pada masa itu (Prilleux dan Riviere 1856a, b) dan Miltonia spectabilis (Prilleux 1860).  Ini bukan merupakan studi anatomi yang detail tentang perkecambahan anggrek dan bibit secara umum terhadap Oeceoclades maculate, secara teknis (Link 1840 telah mendahului mereka), tetapi mereka menambahkan beberapa detil yang baru.
Beberapa laporan diterbitkan di Prancis setelah itu.  Laporan tersebut mengenai anggrek hibrid Inggris yang pertama (Bergman 1879, 1881, 1882) sebagaimana bibit-bibit dari Prancis dengan silangannya (Bergman 1881; Bleu 1881).  Publikasi mengenai bibit anggrek dimanan-mana sebagian besar dari Inggris dan Belgia hampir serupa.  Tidak ada banyak perkembangan pada teknologi, hortikultur, dan pemahaman dasar tentang prkecambahan biji anggrek dan bibit anggrek sampai tahun 1899 (untuk review, lihat Arditti 1967, 1979, 1984, 1990, 1992 dan beberapa literature yang dikutip disana), disamping itu beberapa artikel lain (Anonymus 1855a, b, 1887, 1898; Anderson 1862, 1863, Beaton 1862; Gosse 1862, 1863; Jennings 1875: Bergman 1879, 1881, Bleu 1881; W S 1887; L 1892, 1893, 1894; Scheidweiler 1844; Maron 1898).
Tapi dipandang lebih  dari segi artistik dibanding daripada sudut botani murni, hortikultur atau biologi, publikasi anggrek yang paling utama muncul diantara tahun 1850 dan 1899 yaitu Beitrage zur Morphologie und Biologie der Familie der Orchideen, sebuah buku karangan Johann Georg Beer ( 1803-1873; Gambar.21) yang diterbitkan tahun 1863.  Dalam Beitrage, Beer menggambarkan dan menjelaskan  buah anggrek, bijinya (tampak depan), dan bentuk bibit.  Semua biji digambar secara berwarna dan diperbesar 100 kali.  Gambar tersebut secra morfologis akurat dan secara artistik sangat luar biasa.  Beer menunjukkan kemampuan artistiknya, kesabaran dan keahliannya dalam botani.  Gambar karyanya merupakan karya paling awal tentang biji anggrek yang dipublikasikan.
Fungsi Mikoriza dalam perkecambahan anggrek
Fakta bahwa biji anggrek dikecambahkan dalam kondisi hortikultur, akan tetapi kondisi-kondisi apa yang dibutuhkan tidak diketahui.
Banyak pengamatan tetapi tidak ada penemuan.
Beberapa ahli botani telah melihat mikoriza dipertengahan abad ke 19, tetapi hanya satu diantara mereka yang mengapresiasi akan pentingnya mikoriza .
·         Heinrich Friedrich Link (1767-1851); (Gambar. 5) mungkin merupakan botanis pertama yang menggambar endofit anggrek.  Gambarnya menunjukkan jamur didalam sel akar Goodyera procera (Goodyera repens R. Br) dengan sangat jelas (Link 1824, 1839-1842, 1840, 1849a,b).
·         Schleiden von Reissek mengusulkan di tahun 1846 bahwa jamur mungkin hadir di dalam akar beberapa jenis anggrek, Neottia nidus-avis (von Reissek 1847)
·         Johann Georg Beer (Gambar. 21) menggambar biji anggrek, bibit dan organ dalam detail yang sangat baik (Beer 1854, 1863)

Gambar. 28-38 Ahli anggrek. 28 Pierre Augustin Dangeard, 1862-1947. 29 Daniel Trembly MacDougal, 1865-1958. 30 Gottlieb Haberlandt, 1854-1945. 31 Neottia nidus avis. 32 Noel Bernard, 1874-1911. 33 Julien Constantin, 1857-1936. 34 Gaston Bonnier,1853-1922. 35 Leon Guignard, 1852-1923. 36 Marie Louis Bernard (melahirkan Martin), 1878-1946. 37 Francis Bernard, 1908-ca. 1991. 38 Joseph Magrou, 1883-1951.
·         Herman Schacht (1814-1864; Gambar. 22) melihat hifa di dalam akar Corallorhyza, Epipogiium, Goodyera, Limodorum dan Neoittia nidus avis L (Schleiden 1854)
·         Mathias Jacob Schleiden (1804-1881 Gambar, 23) mengamati  hifa ketika sedang mempelajari akar dan sel tuber Neotia nidus avis L (Schleiden 1854).
·         Gaspard Adolphe Chatin (1813-1901); Gambar 24) menerbitkan laporan tentang anatomi anggrek yang menunjukkan adanya fungi dalam sel-sel  akar (Chatin 1856, 1858).
·         Edouard Ernest Prillieux (1829-1915); Gambar.20) menggambarkan fungi pada bibit Angraeceum maculatum (Priliieux dan Riviere 1856a, b) dan tuber dari Neottia nidus avis (Prillieux 1856)
·         Hubert Leitgeb (1835-1888; Gambar. 25) mempelajari akar anggrek dan sel-selnya (Letgeb 1864a,b,c, 1865)
·         Oscar Drude (1852-1993; Gambar 26) meneliti sifat biologi Monotropa hypopitys dan Neottia nidus avis (Drude 1873)
·         Albert Mollberg menggambar fungi di akar Cephalanthera grandiflora Babgnt. (Mollberg 1884)
·         Albert Bernhard Frank (1839-1900; Gambar. 27) menciptakan istilah mikoriza: “Der ganze Korper ist also weder Baumwurzel noch Pilz allein, sondern anlich wie der Thallus der Flechten, eine vereinigung zweir verschie-dener Wesen zu einem einheitlichen morphologischen Organ, welches vielleicht passends als P I l z w u r z e l , M y k o r h I z a  [dua kata dicetak dengan jarak satu spasi antara huruf; mikoriza dieja dengan satu “r”] bezeichnet warden kann.  [Keseluruhan tubuh tidak berupa akar pohon atau akar fungi, tapi seperti thallus dari lichen sebuah organ morfologis yang unik yang dapat dianggap sebagai akar fungi, mikoriza (Frank 1885)].  Dia menerangkan dan mendefinisi ulang fenomena tersebut dalam bukunya (Frank 1892):”…Pilzgewebe…in…organischer Verwachsung mit…Wurzelhen…und…gemeinschaft-lich..wachst, das Pilz und Wurzel ein…gemeinsam arbeitendes Organ darstellen, welches ich Pilzwurzel, M y k o r h I z a, genant habe.” (dalam terjemahan bebas: hifa fungi tumbuh secara organik bersama dengan akar membentuk suatu organ yang sama yang saya sebut akar fungi, mikoriza).
·         H. Wahrlich mengamati banyak aanggrek tropis dan beberapa anggrek Eropa ketika bekerja di Moskwa sebelum istilah baru mikoriza menjadi diterima luas dan menyimpulkan bahwa gumpalan kuning yang dia lihat pada sel akar adalah fungi (Wahrlich 1886).
·         Piere Augustin Clement Dangeard (1862-1947; Gambar. 28) dan L. Armand mempelajari mikoriza Ophrys aranifera dan menerbitkan 2 artikel yang menarik.  Artikel tersebut memiliki gambar yang bagus  dan saran yang menyatakan bahwa fungi yang ada di akar tersebut tidak bersifat parasit (Dangeard dan Armand 1887, 1898)
·         Daniel  Trembly MacDougal (1865-1958; Gambar.29) meneliti mikoriza pada anggrek, terutama dari species Aplectrum dan Corallorhyza dan menarik beberapa kesimpulan yang tepat, tapi tidak mengamati bibit anggrek (MacDougal 1898, 1899a, b, 1944; Arditti dan Ernst 1993a).
·         Professor Gottlieb Haberlandt (1854-1945; Gambar. 30), seorang ahli fisiologi anatomi Jerman, yang melaporkan kehadiran miselium fungi dalam sel akar Neottia nidis-avis (jenis anggrek yang membawa N. Bernard kepada penemuannya; Gambar. 31), Corallhyza innata, Epipogon gmelini, dan Wullschlagelia “tapi tapi tidak menyatakan sesuatu yang signifikan tetntang hal itu” (Haberlandt 1914; Pridgeon 1990).
·         Melchior Treub (1851-1910; Gambar. 9), yang melaporkan melihat endofit pada bibit dan tanaman muda licopod (Treub 1890).  Dia merumuskan istilah “protocorm” untuk menerangkan bibit dari lycopod.  Noel Bernard menggunakannya untuk menerangkan fase awal dari perkecambahan anggrek.  Berjalan waktu, istilah awal “protocorm” yang digunakan untuk licopod menjadi terlupakan dan istilah itu  digunakan untuk semua jenis anggrek.  Sebuah referensi terhadap endofit dalam protocorm oleh Treub di salah interpretasikan  yang membawanya kepada anggapan bahwa dia melihat mikoriza tanpa memberi apresiasi akan pentingnya mikoriza.  Kejadiannya bukan seperti itu.  Treub tidak bekerja dengan bibit anggrek dan mungkin tidak pernah melihat endofitnya (untuk review tentang sejarah mikoriza pada anggrek, lihat Arditti 1992; Magnus 1900; Harley 1969; Warcup 1975; Arditti 1975; Arditti 1979, 1984, 1990, 1992; Hadley 1982; Harley and Smith 1983; beberapa review merupakan bagian dari sejarah itu sendiri; Burgeff 1909, 1932, 1936, 1938, 1943, 1954, 1959).


Satu Observasi dan satu penemuan besar
Dari semua botanis yang disebut diatas yang melihat endofit anggrek (Beer, Chatin, Drude, Link, Frank, Leitgeb, Mollberg, Prilleux, Reissek, Schact, Schleiden, dan Wahrlich) tidak seorang pun yang dapat menarik kesimpulan yang benar tentang peranan fungi tersebut.  Sebagai pembelaan dapat dikatakan mereka mempelajari akar dan rizome sebagai topik  utama.  Adalah tidak mudah menarik kesimpulan yang tepat tentang peranan fungi dalam perkecambahan biji anggrek dengan melihatnya pada organ tersebut (akar).  Tidak ada hortikulturis yang mengecambahkan biji  anggrek pada permukaan media yang menumbuhkan anggrek dewasa yang mencurigai adanya campur tangan organism lain, terutama fungi.  Alasan untuk ini adalah sederhana: mereka tidak pernah melihat endofit.  Bahkan, kalaupun mereka melihatnya, adalah masuk akal jika beranggapan bahwa itu adalah patogen.
Hanya sang “Jenius si Pasteur-nya Anggrek” dan seorang “Mozart di Bidang Biologi Tumbuhan” (Bernard 1990) yang dapat mengapresiasi peranan fungi dalam proses perkecambahan biji anggrek.  Noel Bernard (1874-1911; Gambar.32) memiliki karakteristik ini.  Dia melihat bibit Neottia nidus avis yang menjadi inang endofit dan menarik kesimpulan yang benar mengenai  keberadaan fungi tersebut dan fungsinya dalam perkecambahan (Le Dantec 1911; Perez 1911, 1912; Bernard 1921; Derx 1936; Blarighem et al. 1937; Magrou 1937a, b; Moreau 1958; Boullard 1985; Arditti 1979, 1984, 1990, 1992; Bernard 1990).
Noel Bernard, Kisah hidupnya
Noel Bernard, dilahirkan tanggal 13 Maret 1874, anak dari Francois Bernard, 46, dan istri keduanya, Marie Marguerite Sabot, 19.  Menurut sebuah laporan, ayahnya meninggal pada bulan Desember 1979, tetapi menurut Prof Francis Bernard, anak alm Noel Bernard, menyatakan bahwa ayahnya menjadi yatim apada umur 12 tahun (i.e.,Francois meninggal tahun 1886).  Marie Marguerite, seorang ibu dan janda, harus bekerja keras untuk menghidupi anaknya dan dia, dan cukup kesulitan menghadapi kebutuhan sehari-hari.  Noel harus menolong secepatnya dan menjadi guru les matematika ketika dia masih menjadi pelajar yang muda.
Seorang murid yang menonjol dengan kepribadian yang agak kasar (Boullard 1985), Noel diterima di Ecole Normale Superiuere dan Ecole Politechnique.  Pada umur 21 tahun, Bernard memutuskan menjadi seorang ahli Biologi dan Julien Constantin (1857-1936; Gambar.33) menjadi mentornya.  Constantin mengganggapnya sebagai bintang di kelasnya, dan mengalami kehilangan anak dalam perang, Constantin mungkin menemukan penggantinya dalam diri Bernard.
Bernard mendapatkan sertifikat dalam bidang ilmu alam di bulan November 1987 dan memutuskan mengambil spesialisasi dalam bidang anggrek, tapi masuk dalam wajib militer sebelum melanjutkan studinya.  Sebagai tentara, dia ditugaskan di Barak Mulum dekat Hutan Fontainblue.  Disana, ketika sedang berjalan-jalan tanggal 3 Mei  1899, (Bernard, 1899).  Bersama-sama dengan penemuan awal anggrek oleh Theoprastus di Eropa dan individu-individu yang dikenal) dan sistematika anggrek anggrek (Orchidaceae oleh Lindley), penemuan Bernard merupakan salah satu penemuan diantara 5 penemuan pada dunia anggrek, dua orang yang lain antara lain Prof. Lewis Knudson untuk metode perkecambahan asimbiotik dan Dr. Gavino Rotor untuk mikropropagasi yang pertama.
Setelah menyelesaikan wajib militernya, Bernard kembali ke Ecole Normale Superieure dimana dia bekerja dengan Julien Constantin (Gambar. 33) dan Gaston Bonnier (Gambar. 34) dan tinngal di rumah milik Leon Guignard (Gambar. 34).  Tahun 1901 mendapatkan posisi di Universitas Caen.
Bernard menikah dengan Marie Louise Martin (Gambar. 36), seorang guru matematika pada 8 Agustus 1907.  Bernard berumur 33 dan Marie 29.  Tanggal 30 April 1908, Marie Louise yang sedang hamil terjatuh ketika mengendarai sepeda, dan anaknya Francis (Gambar. 37) lahir secara premature.  Bernard merawat bayi yang mungil (1.5 kg) dengan memberinya makan yang terdiri dari campuran malt, air dan jus lemon dan jeruk dan meletakknnya di dalam incumator (yang mungkin merupakan salah satu peninggalan Pasteur ketika masih bekerja). 
Berikutnya tahun 1908, Bernard menjadi Professor Botani di Poitiers.  Disana dia menghasilkan sumbangan yang besar pada botani, anggrek, kentang dan simbiosis, tetapi malangnya dia hanya punya umur 3 tahun lagi.
Pada tahun 1910, sepupu Bernard yaitu Joseph Magrou (1883-1951; Gambar. 38) dan saudara dokter keluarga mendiagnosanya terkena TBC, salah satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan pada saat itu (Bernard meramalkan bahwa suatu saat pasti akan ada penyembuhnya; Bernard 1911a).  Bernard dan istrinya pindah ke sebuah perkebunan di Mouroc, tidak jauh dari Poitiers.  Dia meninggal pada pukul 03:00 pada tanggal 26 Januari 1911 setelah banyak menderita dan dikebumikan di tempat pemakaman kecil di Saint Benoit dekat Mouroc.  Batu nisannya ditandai dengan tulisan (Boullard 1985):
Noel Bernard, Professor A La Faculte des
Sciences de l’Universite de Poitiers -1874/1911
Seperti ibunya Bernard, Marie Margaret Sabot, istrinya, Marie Louise Martin tidak menikah lagi.  Dia membesarkan Francis sebagai ibu tunggal yang bekerja sebagai pendidik dan kepala  sekolah.  Marie Louise meninggal tahun 1946.  Marie Louise meninggal tahun 1946.  Francis kemudian pada saat itu berumur 3 tahun.  Akhirnya,  dia menjadi seorang mirmekologist dan ahli biologi laut.  Francis Bernard meninggal tanggal 16 Juni 1990, tapi sebelumnya menulis memoir tentang bapaknya (Bernard 1990).  Dia hidup bersama istrinya Michell, 2 orang anak dan 4 orang cucu (untuk detil, lihat Yam et al. 2002).
Noel Bernard : mikoriza dan perkecambahan anggrek
Seperti telah diterangkan diatas, beberapa ahli tumbuhan melihat, menerangkan, dan menggambar fungi pada bibit anggrek, akar dan rizom, tapi tidak satupun diantara mereka menemukan peranan dan fungsinya, akan tetapi  Bernard dapat mengetahuinya.  Apa yang dia amati pada saat berjalan kaki pada tanggal 3 Mei 1899 adalah merupakan bibit Neottia nidus-avis, 3 mm  (Boullard 1985) sampai panjang 5 mm (Bernard 1899) seluruhnya nampak telah dipenuhi oleh koloni fungi (jamur) (Gambar. 39).  Dia juga melihat biji berkecambah dari Neottia.  Tidak ada orang yang melaporkan pernah melihatnya sebelum dia.
Bernard menjelaskan penemuannya dalam sebuah laporan pada tanggal 15 Mei 1899 (Bernard 1899; Boullard 1985).  Dia juga melaporkan melihat detil-detil yang telah dilihat orang lain sebelum dia dan menyebutkan :
1.      Sel-sel parenkim yang mengandung pati
2.      Jaringan hifa pada beberapa lapisan sel
3.      Sel epidermis yang bebas fungi dan butir pati. (Boullard, 1985)
Dia juga mencatat bahwa seluruh biji yang berkecambah mengandung fungi.  Kegeniusannya muncul pada titik ini dan dia menulis bahwa “mikoriza tidak dapat tergantikan untuk tanaman [maksudnya adalah biji anggrek] selama proses perkecambahan [dan] Neottia nidus-avis berasosiasi dengan fungi(nya) pada semaua tahapan perkembangan” (Bernard 1899)
Setelah melakukan penelitian lanjutan, Bernard menghasilkan beberapa detil tambahan : “Walaupun fungi dapat hidup terpisah dari tanaman inang, anggrek itu sendiri memebutuhkan kehadiran fungi(nya) untuk pertumbuhannya.  Saya sudah menyemai biji dari banyak jenis anggrek secara ‘aseptik’…pada kondisi seperti ini biji tersebut tidak berkembang dengan sempurna; biji tersebut membengkak, dan kemudian mereka tetap hijau, tetapi pertumbuhannya tetap tidak nampak.  Disisi lain, jika mikroba  fungi yang sesuai bersamaan dengan biji-biji anggrek tersebut, biji tersebut cepat berkecambah, tumbuh dan membesar dengan teratur…saya mengamati banyak tanaman anggrek muda yang telah berkecambah dalam kondisi yang bervariasi, dan saya selalu menemukan bahwa tanaman tersebut telah diinfeksi oleh fungi mulai dari awal kehidupannya.  Anggrek tersebut, karenanya tergantung pada fungi parasit tersebut, karena mereka tidak dapat tumbuh tanpa mereka (mikoriza).”
Gambar. 39-45 Para ahli mikoriza. 39 akar dan bibit Neottia nidus avis : A akar sebelum perkembangan tangkai bunga; B biji yang menunjukkan  ujung vegetative dari embrio (v), suspensor (s), kulit biji (u) dan bukaan pada dasar, x58.86; C biji pada awal perkecambahan  yang diikuti oleh penetrasi fungi  (simbol sama seperti di B), x66.49; D penampang bibit pada tahun pertama perkembangan menunjukkan bagian hidup (p) dan yang mengalami degenerasi (d) pelotons dan titik dimana akar pertama kali terbentuk (r),x40.37; E gambar luar dari bibit yang sedang berkembang yang menunjukkan tunas apical (b), membengkak yang akhirnya akan membentuk protocorm (t), embryonic aksis (a) dan sisa kulit biji (u), x5.14; F bibit (kecambah) yang lebih berkembang (simbol seperti pada E), x4.96; G tampak depan dari kecambah pada F menunjukkan daerah daerah pembentukan akar x7.98; H irisan akar yang menunjukkan pembengkakan (t) dan daerah infeksi fungi pada akar, x 3.17; I Phalaenopsis, umur 18 bulan, dihasilkan melalui metode Bernard. 40 Joseph Charlesworth, 1851-1920. 41 Gurney Wilson. 42 John Ramsbotton, 1885-1974. 43.  Greenhouse Charlesworth yang berisi botol-botol dimana biji dikecambahkan secara asimbiotik.44 Hans Edmund Nicola Burgeff, 1883-1978. 45 Ernst Stahl, 1848-1919

Adalah mungkin mudah bagi Bernard untuk mengatakan apa yang dilihatnya.  Akan tetapi tidak, sebaliknya dia mempelajari fisiologi, evolusi dan implikasi simbiosis.  Dia bisa saja mengatakan bahwa fungi tersebut adalah patogen.  Kemungkinan ketiga adalah menyimpulkan bahwa fungi masuk setelah biji berkecambah, tidak sebelumnya.  Kegeniusannya adalah dia tidak mencapai kesimpulan tersebut.
Bernard mempelajari anggrek, kentang, simbiosis dan beberapa genetika selama akhir dua tahun dari hidupnya.  Produktivitasnya sangat tinggi dan baik (Bernard 1899, 1990, 1902a, b, c, 1903, 1904a, b, c, 1905a, b, 1906a, b, c, d, 1907, 1908, 1909a,b, 1911a, b; untuk melihat hasil terjemahan dari karya Bernard dalam bahasa Inggris lihat Jacquet 2007) walaupun harus merawat istri yang sakit dan anak yang lahir premature dan kondisi kesehatan yang sedang sakit berat.
Francis Bernard mengungkapkan ayahnya sebagai orang yang jenius terlalu cepat.  Dia membandingkannya sebagai Mozart untuk beberapa hal, salah satunya adalah bahwa “periode kreativitas tertinggi…[sampai] umur sekitar 22-35” (Bernard 1990).  Menurut Francis Bernard, “kreativitas menurun setelah usia tersebut…”Melihat kematian N Bernard yang cepat, adalah tidak mungkin menyatakan dengan pasti hal tersebut, yaitu tentang penurunan produktivitas dan kreativitas sejalan dengan umurnya.  Pada akhir hidupnya ketika berumur 36-37, Noel Bernard menemukan Phytoaleksin dan menemukan metode zone penghambatan (“halo”) dalam memepelajari efek senyawa anti fungi dan anti bakteri.  Ini juga memberikan gambaran bahwa dia akan terus menjadi ilmuwan yang produktif.  Salah satu hasil penelitiannya tentang Phytoaleksin diterbitkan semasa hidupnya (Bernard 1909b).  Yang kedua (Bernard 1911) dilengkapi dan diedit oleh mentornya Julien Constantin (1857-1936) dan sepupunya Joseph Magrouw (1883-1951) yang meneruskan pekerjaan Bernard (magrouw 1925, 1937, a, b; Magrouw dan Magrouw 1935; Anonymus 1951; Mariat dan Segretain 1952).
Noel Bernard tidak merancang sebuah metode praktis untuk perkecambahan asimbiotik dari biji anggrek, akan tetapi penelitiannya sebelum dia meninggal mengindikasikan bahwa dia mungkin sudah melakukannya jika dia memiliki cukup waktu (Arditti et al. 1990).  Dia memang meramalkan bahwa akan tiba masanya bahwa kebun anggrek akan memiliki fasilitas laboratorium.  Bernard tidak menerangkan mengapa biji anggrek, terutama species yang berasal dari daerah temperate (4 musim), memerlukan fungi untuk proses perkecambahan.  Akan tetapai belam ada orang yang telah melakukannya sampai saat ini (untuk review, lihat Arditti et al. 1990; Rasmussen 1995; Yam et al. 2002).  Francis Bernard benar dalam menyarankan bahwa bapaknya adalah seorang genius, tetapi dia mungkin telah salah dalam mengatakan bahwa kreatifitasnya akan menurun setelah berusia 35 tahun (untuk detil, lihat Arditti 1984; Yam et al. 2002)
Abad ke dua puluh : langkah besar kemajuan
Metode perkecambahan biji anggrek dikembangkan pada pertengahan abad ke 19.  Bernard menghasilkan penemuannya pada tahun 1899.  Akan tetapi, penemuan besar yang sesungguhnya dalam hal perkecambahan anggrek, baik dasar maupun praktis terjadi selama abad ke 20.
Applikasi penemuan Bernard
Metode Moore-Cole-Gallier-Dominy-Veitch (MCGDV) untuk perkecambahan biji anggrek digunakan oleh penanam anggrek di Inggris segera setelah publikasinya muncul di The Gardeners’ Chronicle pada tahun 1849 (Neumann 1844; Scheidweiler 1844; Moore 1849; Cole 1849; Gallier 1849; Anonymus 1906a, b, 1921, 1925; Black 1906; Manhardt 1906; Wilson; Grignan 1912, 1914a,b, 1916, Dennis, 1914; Bauer 1915; untuk review, lihat Arditti 1980, 1984, 1990, 1992).  Dan ketersediaan metode perkecambahan biji memungkinkan awal dimulainya hibridisasi anggrek.
Selama periode tersebut (1849-ca. 1910),  biji pada umumnya disemai pada permukaan media dalam pot.  Meskipun kelihatannya cukup sederhana, metode ini membutuhkan keahlian tertentu dari operatornya yang mengetahui permukaan bagaimana yang kira-kira baik (Black 1906).  Sesudah permukaannya dipilih, operator harus membaliknya dan menyiram dengan seragam.  Pot-pot tersebut diletakkan pada tempat yang tidak kena cahaya matahari langsung (Black, 1906).  Dengan semua persiapan diatas, sukses perkecambahan  biji Odontoglossum…diperoleh dengan menanamnya pada pot yang mengandung Odontoglossum, Cyperidium [Paphiopedilum] pada Cyperidium [Paphiopedilum] (Black 1906).  Pengecualian terjadi pada Laeliocattleya, dimana bijinya dapat tumbuh pada sembarang kompos.  Ini menun jukkan bahwa Laleliocattleya dapat berkecambah pada jenis fungi dari anggrek yang berbeda, akan tetapi penanam anggrek belum mengetahuinya pada saat itu.  Metode ini mirip dengan metode yang digunakan oleh penanam anggrek dan pemulia anggrek di Inggris, Prancis dan mungkin Belgia (Jancke 1907, 1915; Hefka 1914; Young 1893; Anonymus 1894; Burbery 1894; wrigley 1895), akan tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa metode tersebut digunakan di tempat lain. Metode tersebut tidak begitu efektif dan tidak pasti (Hammerschmidt 1915; untuk review lihat Arditti 1984, 1990).  Mungkin oleh karena metode yang masih bermasalah, usaha-usaha diadakan oleh penanam anggrek, seperti meningkatkan kadar CO2 (CO2 enrichment) (Witt 1913; Fischer 1914), sebuah metode yang jauh pada didepan pada waktu itu.
Perkecambahan Simbiotik secara in vitro dan komersil.
Joseph Charlesworth (1850- atau 1851-1920; Gambar. 40; Anonymus 1920) mengoleksi tanaman di daerah Andes diantara tahun 1887 dan 1889.  Mungkin ini sebabnya mengapa dia memutuskan untuk mengkhususkan diri pada Odontoglossum, pertama sebagai importir (pada saat itu belum ada CITES) dan selanjutnya sebagai penyilang anggrek (hybridizer).  Program hibridisasinya nenjadi sangat luas pada tahun 1894 dan mulai menjual tanaman di tahun 1898 (RAR 1887).  Dia mengembangkan bisnisnya dan program pemuliaannya dan pada tahun 1906 perusahannya telah menawarkan beberapa bibit untuk dijual.
Charlesworth tidak puas dengan metode perkecambahan  MCGDV, dan ketika dia membaca tulisan Bernard dia memutuskan untuk mengembangkan metode baru yang melibatkan mikoriza (Anonymus 1922a, b).  Dia menghadapi kesulitan dan meminta bantuan Gurney Wilson (Gambar. 41).  Rekomendasi Wilson adalah menghubungi mikologis (ahli jamur) John Ramsbottom (1885-1974: Gambar. 42).  Mereka berdua bertemu di eksibisi Royal Horticultural Society dan Charlesworth berhasil mengajak Ramsbottom berkunjung ke perusahaan Charlesworth di Hayward Heath tahun 1913.
Charlesworth dan Ramsbottom melanjutkan hubungan kerjasama yang baik.  Mereka melaksanakan penelitian dasar dan terapan dan mengembangkan  sebuah metode perkecambahan biji secara simbiotik dan in vitro (Anonymus 1921; Ramsbottom 1922a, b, c, 1929).  Charlesworth meninggal tahun 1920 akan tetapi pada tahun 1922 perusahaannya telah memiliki banyak kultur biji in vitro di greenhouse (Ramsbottom 1922; Gambar. 43).  Katalog Charlesworth tahun 1922 telah memiliki sebanyak 2.245 item dan “sebuah pilihan hibrid anggrek yang sangat banyak” dan bahkan beberapa foto berwarna.  Menurut seorang penulis (mungkin Gurney Wilson) dalam Orchid Review tahun itu, deskripsinya “sangat benar baik dalam hal nomenklatur dan detil tipografi” (Anonymus 1922c).  Pada tahun 1924, Katalog Charlesworth telah menawarkan 2.422 item (Anonymus 1924a,b).  Hal ini membuktikan kesuksesan  metode simbiotik Charlesworth-Ramsbottom untuk perkecambahan biji anggrek.  Sebagai dampaknya, penemuan tersebut telah bermanfaat secara luas ke seluruh dunia sampai Professor Lewis Knudson memformulasikan metode a-simbiotiknya (untuk review, lihat Arditti 1967, 1979, 1984, 1990, 1992; Yam  et al. 2002).  Pengembangan metode ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa volume 25 (1917) dari Orchid Review didedikasikan kepadanya.
Ramsbottom bergabung dengan British Museum tahun 1910, menjadi Keeper of Botany dan memegang posisi tersebut sampai pensiun tahun 1950.  Dia terus aktif selama 20 tahun sesudah pensiun dari British Museum, Linnean Society, British Society of Mycopathology, National Rose Society (UK), Royal Horticultural society, South London Botanical Institute dan banyak organisasi lain.  Dia tidak pernah kembali ke anggrek dan ketika ditanya oleh salah satu dari kami (JA) tahun 1968 untuk mengingat hari-harinya bersama Charlesworth, dia menulis: “Saya sedikit terkejut dan senang…pada usia 82 saya pastilah sudah out of touch !  Akan tetapi saya akan sangat senang berbincang-bincang..suatu hari, mungkin enaknya di sore hari…” Tamunya (J.A.) menerangkan bahwa pertemuannya sebagai “…menghibur dan informatif dibalik fakta bahwa Ramsbottom baru sembuh dari stroke pada waktu itu.  Salah satu poin yang dia buat adalah bahwa anggrek tidak pernah menjadi kepentingan utamanya dan dia bekerja pada anggrek hanya karena hubungan kerjasamanya dengan Charlesworth.”  Dia meninggal tahun 1974 [untuk detil tambahan mengenai Joseph Charlesworth dan juga John Ramsbottom dan perbincangan antara dia dan calon ilmuwan anggrek (J.A.), lihat Arditti 1990; Yam et al. 2002].
Hans Burgeff: Orcheomycess dan Mycelium radicis
Dua hasil utama penelitian tentang jamur dipublikasikan tahun 1909.  Salah satunya karya Noel Bernard yang merupakan buku yang membahas tentang mikoriza, L’evolution dans la symbiose, les orchidees et leur champignons commensaux (Bernard 1909a).  Dia pada saat itu  berumur 35 tahun dengan sisa 2 tahun untuk hidup.  Hasil penelitian yang kedua adalah dissertasi dari ahli botani berusia 26 tahun dari Jerman Hans Edmund Nikola Burgeff (1883-1976; Gambar. 44), yang berjudul Die Wurzelpilze der Orchideen, ihre Kultur und ihr Leben in der Pflanze (Burgeff 1909).   Dia tetap aktif selama lebih dari 50 tahun dengan anggrek sebagai minat utamanya (Haber 1963; Knapp 1978) dan menulis review, laporan penelitian dan beberapa buku tentang anggrek (Burgeff 1909, 1911, 1932, 1936, 1938, 1943, 1959).  Sebelum menjadi Professor, Burgeff bekerja dengan beberapa ahli tumbuhan Jerman pada masanya.  Mereka meliputi Peter Clausen di Freiburg dan Berlin yang mengajari dia metode kultur fungi; Ernst Stahl (1848-1919; Gambar. 45) yang mana dia belajar sinekologi; Wilhelm Pfeffer (1845-1920; Gambar. 46) dimana di laboratoriumnnya dia memperoleh pengetahuan fisiologi tumbuhan; dan Karl von Goebel (1855-1932; Gambar. 47) yang juga memiliki minat pada anggrek.  Dia juga bekerja di Kebun Raya Bogor.  Setelah pindah dari Laboratorium Goebel dia menjadi Profesor di Halle (1920-1921), Munich (1921-1923) dan Gottingen (1923-1925).  Dia meninggalkan Gottingen dan menjadi Direktur Botanical Institute di Universitas Wurzburg dimana dia menjadi seorang Professor dan bekerja mengenai perkecambahan anggrek, mikoriza dan simbiosis (Burgeff 1932).  Burgeff tinggal di Wurzburg sampai masa pensiun tahun 1952 tetapi terus melanjutkan pekerjaannya tentang perkecambahan anggrek terestrial (Burgeff 1954) dan konservasi.
Burgeff mengembangkan metode untuk isolasi dan kultur endofit dan perkecambahan simbiotik biji anggrek (Burgeff 1911).  Dia menyimpulkan bahwa endofit anggrek merupakan kelompok yang terpisah dari fungi dan memberi nama Orcheomyces dan menciptakan   sistem penamaan yang aneh yang menggunakan kata Mycelium radicis (M.R.) yang diikuti oleh nama anggrek darimana fungi tersebut diisolasi.  Sebagai contoh adalah Mycelium radicis Thrixspermum arachnites. Pada hal, fungi pada anggrek bukanlah bagian yang terpisah.  Burgeff ternyata salah.
Dia juga percaya bahwa ada spesifikasi kuat tidaknya fungi anggrek.  Pada kasus ini dia mungkin benar sebagian karena anggrek temperate (bagian utara dari belahan bumi utara dan bagian selatan dari bagian bumi selatan) pada umumnya tidak berkecambah secara asimbiotik dan mungkin membutuhkan fungi yang spesifik (untuk review, lihat Burgeff 1936; Arditti 1979, 1992; Rasmussen 1995; Yam et al. 2002).  Burgeff mencoba mengecambahkan anggrek secara a-simbiotik tetapi dia tidak berhasil.  Dia menggunakan media B dan C Knudson setelah publikasi dan mencoba untuk memperbaikinya (Burgeff 1936).  Dalam perjalannya ke Indonesi, Burgeff berkunjung ke Singapura dan berkenalan dengan Prof. R. E. Holtum (1895-1990; Gambar. 48), yang kemudian menjadi Direktur Kebun Raya Singapura, yang juga menjelaskan bagaimana menggunakan  metode Knudson (Yam 1995, 2007).  Hal ini membuka jalan kepada produksi hibrid intentional di Singapura, Spathoglottis Primrose tahun 1932 (semua ahli anggrek dan ilmuwan anggrek percaya bahwa bunga nasional Singapura Vanda Miss Joaquim, yang ditemukan tahun 1893 oleh Miss Agness Joaquim adalah hibrid natural; Yam et al. 2002; Arditti dan Hew 2007).  Banyak hibrid anggrek yang di produksi di Singapura setelah itu dengan mengecambahkan bijinya dalam botol susu merek Magnolia (Gambar. 49) yang dijual oleh toko  grosir Cold Storage.
Gambar. 46-51 Perkecambahan asimbiotik biji anggrek. 46 Wilhelm Pfeffer, 1845-1920. 47 Karl van Goebel, 1855-1932. 48 Richard Eric Holtum, 1895-1990. 49 Botol merek Magnolia yang digunakan untuk perkecambahan biji anggrek di Singapura. Merek tersebut masih dimiliki dan digunakan oleh Cold Storage Grocery Company. 50 Kultur a simbiotik Lewis Knudson : A salah satu eksperimen Knudson yang pertama: tabung reaksi dengan kultur anggrek berumur 3 bulan; B bibit Cymbidium yang dikecambahkan secara asimbiotik dalam labu erlenmeyer x0.68; C bibit yang sudah dewasa: Cattleya, b Laeliocattleya, x3, c bibit Cattleya 15 bulan, x0.44; D beberapa kultur milik Knudson: Erlenmeyer mengandung beberapa bibit yang sudah disubkultur dari botol ke kecil ke botol yang lebih besar.
Perkecambahan Asimbiotik
Bernard mencoba mengecambahkan biji Bletilla hyacinthina pada beberapa media yang ditambah dengan salep (cairan yang terbuat dari rebusan tuber kering Orchis; Lawler 1984) dan menetapkan bahwa taraf optimal adalah 2% (Bernard 1903, 1904a, b, 1909a; Burgeff 1959).  Tuber Orchis mengandung 16-61% mucilage (angka ini bervariasi menurut jenis), 0.5-25% pati (yang tidak dapat dihidrolisis atau digunakan oleh biji anggrek), 0.9-2.7% gula reduksi (banyak diantaranya dapat digunakan  mendukung perkecambahan biji), 0.2-1.4% sukrosa ( yang menopang pertumbuhan biji anggrek) dan sedikit kandungan nitrogen (Sezik 1967, 1984;Ernst dan Rodriguez 1984;Lawler 1984).  Oleh karena itu konsentrasi 2% salep pada medium Bernard sangat rendah untuk mencukupi kebutuhan gula pada proses fermentasi.  Bernard juga berusaha untuk mengecambahkan biji Laelia pada media yang merupakan kombinasi antara salep dan sukrosa.  Medium ini mungkin telah mengarah kepada perkecambahan asimbiotik, akan tetapi tidak, Bernard tidak hidup cukup lama untuk melaksanakan eksperimen lebih jauh.
Seperti telah dijelaskan diatas, usaha-usaha Burgeff untuk mengecambahkan biji anggrek secara asimbiotik juga gagal.  Dia menjelaskan kegagalan tersebut sebagai akibat botol kultur yang “terbuat dari gelas biasa, yang menghasilkan alkali [yang membawa] kematian pada bibitnya akibat meningkatnya kadar alkali”  (Burgeff 1959).  Penjelasan ini tidak meyakinkan karena:
·         Biji anggrek diketahui berkecambah pada botol makanan dan minuman yang bervariasi.  Botol-botol tersebut pada umumnya terbuat dari gelas biasa.
·         Biji anggrek dan bibitnya mampu mentoleransi pH yang lebar semasa perkecambahan (Piriyakanjanakul dan Vajrabhaya 1980)
·         Jika Burgeff sadar bahwa alkalinitas yang terakumulasi  pada medium menyebabkan masalah, dia bisa saja mentransfer tanamannya ke media baru secara lebih sering untuk menghindari kematian bibit tersebut.
·         Burgeff memformulasikan buffer Kalium Fosfat (KH2PO4/K2HPO4) untuk medis Knudson B (Burgeff 1936, 1959) dan bisa saja dia telah menggunakannya pada media yang berlebih alkalinitasnya.
·         Dia bisa saja menggunakan botol kultur yang terbuat dari  gelas non toksik.  Sebuah foto dari salah satu bukunya (Burgeff 1936) adalah labu Erlenmeyer yang bermerk Jena.  Jena bukanlah merek gelas biasa.
Satu-satunya kesimpulan yang logis dari fakta ini adalah bahwa Burgeff tidak memformulasikan media yang baik dan sesuai dan tidak menempatkan kulturnya pada tempat yang sesuai.
Lewis Knudson: Perkecambahan biji Asimbiotik
Menggunakan “data dari eksperimen Bernard dan Burgeff,” Lewis Knudsons (Gambar. 50), seorang ahli fisiologi tumbuhan Amerika berumur 38 tahun dari Universitas Cornell menyimpulkan bahwa “…fungi tersebut mungkin…mencerna beberapa pati, pentosan dan zat senyawa nitrogen; yang merupakan hasil pencernaan, bersama dengan hasil sekresi dari atau hasil dekomposisi oleh fungi mungkin merupakan penyebab terjadinya perkecambahan” dan itu “nyata bahwa perkecambahan tidak dirangsang oleh fungi dalam embrio akan tetapi oleh produk yang dihasilkan fungi secara eksternal pada proses pencernaan atau disekresikan oleh fungi” (Knudson 1922a).  Dengan dasar logika ini Knudson memutuskan bahwa “perkecambahan biji anggrek mungkin bisa dihasilkan dengan menggunakan gula tertentu (Knudson 1922a)
Anak Kapten kapal
Lewis (tanpa nama tengah) Knudson (menurut Giltner Knudson, anak paling kecil Knudson, keluarga mereka selalu melafalkan nama tersebut dengan K seperti pada kata Kent dan u seperti pada kata urea.  Knudson, bukan Newdson) adalah anak seorang kapten kapal berwarga negara Norwegia (yang beremigrasi ke Amerika Serikat setelah dewasa, tinggal di Milwaukee, Wisconsins dan merupakan seorang komandan kapal di Great Lakes) dan beristrikan seorang kelahiran Amerika.  Dia lahir pada tanggal 15 Oktober 1884, mengikuti sekolah dasar, sekolah menengah di Sekolah negri di Milwaukee dan lulus pada tanggal 1 Juli 1904 dengan nilai rata-rata 81% (nilai B atau IP 3.0 dengan sistem sekarang, dan bukanlah merupakan nilai yang akan membawanya masuk dalam jajaran Universitas modern di Amerika yang selektif dan bukan nilai yang bisa mengindikasikan suatu tanda kehebatan di masa depan).
Knudson masuk ke Universitas Missouri dimana dia memperoleh gelar B.Sc. di bidang pertanian dan lulus tanggal 30 January 1908.  Dia ditunjuk sebagai asisten di bidang Fisiologi tumbuhan di Universitas Cornell dan segera setelah itu dipromosikan sebagai instruktur sebelum masa tugas pertamanya disana.  Tiga tahun kemudian (1911) dia menerima gelar doktor dan ditunjuk sebagai Assisten Professor pada Fisiologi Tumbuhan.  Setahun kemudian dia ditunjuk sebagai Acting Head pada departemennya dan menjadi Professor penuh pada tahun 1921.  Ketika Departemen Fisiologi Tumbuhan menjadi bagian Departemen Botani, gelar Lewis Knudson diubah menjadi Profesor Botani.  Dia menjadi kepala departemen tersebut tahun 1941 dan memegang posisi tersebut sampai pensiun pada tanggal 30 Juni 1952 dan memerintah “dengan tangan besi bersarung tangan baja” (Wedding 1990).  Knudson tinggal di Ithaca sebagai Profesor Emeritus  sampai kemudian meninggal tiba-tiba akibat serangan jantung di rumahnya ketika sedang minum pada hari minggu sore tanggal 31 Agustus 1958.  Secara bersamaan dia adalah orang yang disukai banyak orang, ditakuti oleh beberapa orang dan bermusuhan dengan sedikit orang dan dihormati oleh semua (untuk detil lebih tentang hidupnya, beberapa disediakan oleh anaknya Giltner dan orang lain yang mengenalnya, lihat Arditti 1990; Wedding 1990; Yam et al. 2002; Giltner dan JA kenal satu sama lain).
“Lewie”: ahli fisiologi tumbuhan
Sekarang, “Lewie (sebutan bagi dirinya di belakangnya oleh para mahasiswa di departemennya; Wedding 1990) dikenal atas pekerjaannya pada anggrek, tetapi penelitiannya mencakup fungi (Knudson 1913a, 1913b), metabolisme gula (Knudson 1915, 1916, 1917), tekanan osmotik (Knudson dan Ginsburg 1921), asam amino (Knudson 1933a), pertumbuhan seluruh tanaman dalam kondisi aseptik (Knudson 1915, 1916; Knudson dan Lindstrom 1919; Knudson dan Smith 1919), kultur in vitro dari potongan sel tudung akar kira-kira 50 tahun sebelum kultur sel berkembang (Knudson 1919), Calluna vulgaris (Knudson 1928, 1929b, 1932, 1933c), produksi amilase oleh akar tanaman (Knudson dan Smith 1919); Efek sinar X pada tanaman (Knudson 1933b, 1934b, 1940b, 1941c), pakis (Knudson 1933b, 1934b, 1940b, 1941a,b,c), dan kloroplas (Knudson 1934a, b,c,d 1936).  Penelitiannya mengenai gula, kultur aseptik dan amilase yang mungkin membawa Knudson kepada anggrek.
Knudson : “Perkecambahan anggrek mungkin dapat dilaksanakan dengan menggunakan jenis gula tertentu”
Penggunaan salep oleh Bernard dan Burgeff demikian juga bebrerapa jenis karbohidrat dengan urutan (pati, sukrosa, glukosa) membawa Knudson menggunakan “gula tertentu” dalam media kulturnya (Knudson 1922a).  Dia menyimpulkan secara benar bahwa salep mengandung nutrisi yang dapat digunakan oleh biji dan bibit (Knudson 1922a, 1989; Ernst dan Rodriguez 1984; Arditti 1989; Janick 1989).  Dia juga berteori bahwa fungi menghidrolisis molekul besar dan  meyebarkan komponenenya cairannya kepada biji (Knudson 1922a).
Knudson mula-mula berusaha mengecambahkan biji Cattleya schroederae x Cattleya gigas pada Desember  1918 pada ekstrak gambut dan tuber canna.  Dalam sebulan (January 1919) biji pada media ini membentuk protocorm.  Biji yang ditanam pada gambut gagal tumbuh.  Protocorm pada ekstrak kanna (yang mungkin mengandung gula terlarut) menghasilkan 1-2 helai daun setelah lima bulan (April 1919).  Pada tahun 1919, dia berusaha mengecambahkan biji Cattleya labiata x Cattleya aurea pada rebusan wortel (Daucus carota) dan bit (Beta vulgaris).  Biji ini berkecambah dan bibit berkecambah pada kedua media.  Penemuan ini meyakinkan dia bahwa biji anggrek dapat berkecambah tanpa fungi dan membawanya kepada ekperimen lebih lanjut (Arditti 1990)
Ekperimen berikutnya mungkin jelas dan tidak dapat dielakkan.  Juga pada tahun 1919 dia menanam biji Cattleya mossiae pada larutan Pfeffer (Tabel 1) yang diperkaya dengan gula 1%.  Biji tersebut berkecambah dan dalam tujuh bulan menghasilkan protocorm dengan diameter 1 mm dengan 1 daun.  Tidak banyak yang terjadi dengan media tanpa gula.  Ini merupakan larutan pertama Knudson.  Itu mungkin merupakan larutan A yang tidak direncanakan (Engman 1984; Arditti 1990; Yam et al. 2002)
Knudson berasumsi bahwa jika fungi menghidrolisis sukrosa, glukosa akan menjadi salah satu produknya, dan pada 18 Juli 1919 dia meletakkan biji Cattleya intermedia x Cattleya lawrenceana pada media Pfeffer dan modifikasinya yang diberi label “Medium B” (Knudson 1921, 1922a, b, 1924, 1925) yang mengandung sukrosa atau glukosa.  Knudson berangkat ke Spanyol dan Prancis setelah memulai kulturnya dan tidak kembali kurang lebih 1 tahun kemudian.  Ketika mengamati kulturnya pada 9 Juni 1920 dia mengamati bahwa bibit pada media yang menggunakan glukosa dan sukrosa semuanya berkembang dengan baik (Gambar.51), akan tetapi medianya kekeringan.
Pada ekperimen selanjutnya dengan biji Laeliocattleya, Cattleya dan Epidendrum, Knudson menemukan bahwa 0.8% (8 gram atau 0.044 mol) glukosa/liter merupakan  konsentrasi gula yang paling sesuai (Knudson 1922a).  Konsentrasi gula yang paling luas digunakan adalah pada media B dan C yaitu 2% (20 gram atau 0.058 mol) sukrosa/liter (Tabel 1).  Pada hidrolisis sempurna sukrosa sebanyak itu akan menghasilkan 0.058 mol glukosa dan 0.058 mol fruktosa (i.e., ca. 10 gram tiap monosakarida) untuk setiap total 0.116 mol gula atau 2.6 kali konsentrasi glukosa optimal.  Akan tetapi hidrolisis pada media tidaklah lengkap (Ernst et al. 1971; Ernst dan Arditti 1972, 1990; untuk review dan detil selanjutnya, lihat Yam et al. 2002).
Knudson: “Chance favors the prepared mind”
Kesempatan (kutipan dari Louis Pasteur) dan nasib baik mungkin telah ambil bagian dalam eksperimen awal Knudson.  Pertama, ekperimennya mungkin akan gagal  jika dia telah menggunakan biji yang tidak mudah berkecambah.  Biji yang digunakan dalam ekperimen ini berasal dari Theodore L. Mead dari Oviedo, Florida, seorang penanam anggrek yang terkenal pada masa itu.  Untungnya biji yang diberikan Mead merupakan jenis Cattleya dan anggrek lain yang dapat berkecambah dengan mudah (untuk detil, lihat Arditti 1984; Yam et al.2002).
Knudson menggunakan gula tebu (sukrosa dari tanaman tebu) dalam medium B (Tabel.1).  Gula bit juga merupakan sukrosa tetapi berapa laporan mengindikasikan bahwa gula bit tidak bisa mendukung perkecambahan anggrek sebaik yang dihasilkan gula tebu (untuk review, lihat Arditti 1967, 1979; Arditti dan Ernst 1984).
Jika saja Knudson menggunakan gula bit, dan bukan gula tebu eksperimennya mungkin kurang berhasil.  Alasan mengapa perbedaan antara gula tebu dan gula bit sampai sekarang belum diketahui.  Hal ini mungkin disebabkan oleh kehadiran beberapa ketidakmurnian.
Wilhelm Pfeffer memasukkan dua jenis larutan mineral dalam Fisiologi Tumbuhan (Pfeffer 1900), keduanya mengandung konsentrasi garam yang sama yang dilarutkan dalam 7 atau 3 liter air.  Knudson merata-ratakan volume kedua air [(7+3)/2=5], melarutkan mineralnya dalam 5 liter air (ini adalah mungkin larutan A yang tanpa label) dan berhasil.  Akan tetapi, akan tetap berkecambah dengan baik pada larutan 3 atau 7 l larutan Pfeffer (Arditti 1990; Tabel 1).
Knudson: dari B ke C
Knudson mengetahui bahwa media B-nya “tidak sepenuhnya memuaskan untuk biji “ Paphiopedillum, Vanilla, dan species dari amerika Utara yaitu Cyperidium.  Dalam satu kasus, dia menemui masalah dengan Cattleya, Phalaeonopsis, dan Vanda.  Kesimpulannya adalah kesulitan tersebut disebabkan oleh ketidakhadiran unsur mikro.  Oleh karena itu, dia menambahkan boron, tembaga, mangan dan seng kepada media B “tanpa ada perbaikan pada kasus Cyperidium dan Vanila” (Knudson 1946a).  Hasilnya semakin baik ketika dia menambahkan besi dan mangan kepada media yang dia sebut larutan C (Tabel 1) yang dia sebut “secara teoritis lebih baik daripada [larutan] B,” dan lebih unggul pada kasus Cattleya (Knudson 1946b).
Kesimpulan
Hampir 400 tahun waktu yang memisahkan antara ketika biji anggrek pertama ditemukan dan perkembangan metode perkecambahan asimbiotik.  Klaim, klaim balasan dan persaingan sengit setelah penemuan Knudson, akan tetapi hal tersebut diluar cakupan review ini (untuk detil, lihat Arditti, 1984, 1990, 1992; Knudson 1927, 1929a, 1930, 1935, 1940a, 1951, 1952; Yam et al.2002).  knudson juga membuat kontribusi lain kepada anggrek dan ilmu benih (Knudson 1947, 1948, 1950).  Hal yang sangat penting adalah setelah media B dan C ditemukan, penanaman anggrek dan hibridisasi menjadi tersebar.  Hibrid yang mungkin penanam anggrek terdahulu tidak pernah bayangkan menjadi mungkin.  Contohnya adalah hibrid Phalaeonopsis yang berwarna.  Pada awal-awalnya penanaman anggrek sampai tahun 1958-1959 (Scott dan Arditti 1959), hanya ada hibrid Phalaeonopsis berwarna putih dan relatif sedikit silangan intergenerik.  Saat ini, Phalaeonopsis dengan dengan corak warna sudah umum seperti multigenerik Aranda, Darwinara, Knudsonara, Lindleyyara, Mokara dan banyak lagi.
Tabel 1. Komposisi dari media Pfeffer, Knudson B dan C, Vacin dan Went, Galambos, Schenk Hildebrand, Hoagland dan Knop media (Arditti 1990)(mg l -1 air kecuali diindikasikan lain)
Komponen
Pfeffer a
Knudson
Galambos
Vacin dan Went
Schenk dan Hildebrand
Hoagland
Knoph


B
C



1
2

Makro Elemen









Monoammonium phosphate, NH4H2PO4





300

136

Ammonium sulfat, (NH4)2SO4

500
500
200
500




Calcium klorida, CaCl2





200



Kalsium nitrat Ca(NO3)2
800
1000
1000
1000


820
656
800
Kalsium posfat Ca3(PO4)2




200




Magnesium sulfat, MgSO4



250





Magnesium sulfat, MgSO4.7H2Ob
200
250
250
250
250
250
136

200
Kalium klorida, KCl
100


120





Kalium nitrat, KNO3
200



525
2500
505
606
200
Kalium posfat, KH2PO4
200
250
250
250
250
250
136

200
Besi









Ferri klorida, FeCl3
8








Ferri posfat, Fe2(PO4)4c

50







Ferri posfat, Fe(PO4)



50




Trace
Ferro sulfat, Feso4.7H2O


25


27.85



Ferri tartarat, Fe(C4H40O6).3H2O




28

5
5

Sodium EDTA, NaEDTA





37.25



Mikro Elemen









Boric acid, H3BO3





10
2.8
2.8

Tembaga sulfat, CuSO4.5H2O





0.025
0.08
0.08

Mangan klorida, MnCl2.4H2O






1.81
1.81

Mangan sulfat, MnSO4.H2O


7.5

7.5




Mangan sulfat, MnSO4.4H2O





25



Molybdic acid, H2MoO4.2H2O






0.02
0.02

Natrium molibdat, Na2MoO4.2H2O





0.15



Zinc Sulfat, ZnSO4.7H20





10
0.22
0.22

Asam amino









Asparagind



500





Gula









Sukrosa
1%
2%
2%

2%
2%



“Gula”e



2.50%
















a Pfeffer  mengusulkan 2 larutan (terjemahan dalam Bahasa Inggris oleh A. J. Ewart, 1990), dimana garam-garam dilarutkan dalam 3 atau 7 liter air.  Knudson melarutkan garam-garam dalam 5 l air
b Jumlah hidrat air tidak disebutkan
c Rumus kimia yang diberikan Knudson dalam laporannya pertamanya dalam bahasa Inggris (Knudson 1922a), akan tetapi diragukan bahwa dia menggunakan garam seperti itu.  Lihat teks untuk diskusi
d Asam amino ini tidak diketahui dapat meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan bibit, akan tetapi Burgeff menggunakannnya dalam kultur untuk endofit
e M. Galambos dilaporkan (Domokos 1976) menggunakan Zucker (“gula”), mungkin sukrosa, sebagian pecah menjadi glukosa dan fruktosa selama di otoklaf (Ernst et al. 1971)
f Seperti yang digunakan untuk kultur planlet anggrek (Priyankanjanakul dan Vajrabhaya 1980)
g Knudson mengunakan larutan Hoaglan dalam salah satu eksperimennya, tetapi tidak mengindikasikannya apakah itu versi 1 atau 2.
h Larutan Knop mendahului larutan Pfeffer, selama kurang lebih 35 tahun.  Kedua larutan tersebut sangat mirip dan larutan Knop dimasukkan dalam tabel untuk tujuan perbandingan.









Bagian II: Mikro propagasi
Abstrak Sebuah pengetahuan umum yang mengatakan bahwa Prof. Georges Morel adalah satu-satunya penemu mikro propagasi anggrek dan dia merupakan orang yang pertama mengkulturkan tunas pucuk anggrek di tahun 1960.  Pada kenyatannya, perbanyakan anggrek secara in vitro  yang pertama sekali dilaksanakan oleh Dr. Gavino Rotor pada tahun 1949.  Hans Thomale merupakan orang yang pertama kali  mengkulturkan tunas pucuk anggrek tahun 1956.  Metode yang digunakan Morel untuk mengkulturkan tunas pucuk telah dikembangkan oleh banyak orang sebelum dia mengadaptasikannya terhadap anggrek.  Review ini juga melacak sejarah bebrapa teknik, senyawa/unsur tambahan, dan keunikan-keunikan lain (media cair yang diagitasi terus menerus, air kelapa, ekstrak pisang, sebuah paten yang  muncul sebagai klaim kosong) yang berhubungan dengan perbanyakan anggrek.  Sebuah ringkasan mengenai sejarah hormon tumbuhan juga diberikan karena mikro propagasi tidak mungkin terwujud tanpa phyto hormon.
Mikro propagasi anggrek : asal usul
1 Detil penting dikeluarkan dari atau “diperhalus” pada Bab I dari buku Micropropagation of Orchids, edisi pertama (Arditti dan Ernst 1993a) dibawah tekanan dan usaha untuk tidak menyerang atau tidak menyenangkanorang lain dan/atau kelompok.  Review selanjutnya (Arditti dan Krikorian 1996) melengkapi data-datanya dan menampaikan sejarah secara akurat.  Bagian sejarah dalam edisi kedua Micropropagation of Orchids (MO2; Arditti 2008) juga akurat.  Hal ini didasarkan pada dua fakta sejarah yang akurat (Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).  Kami berterima kasih pada Dr. A. D. Krikorian untuk mengijinkan kami menggunakan makalah bersama untuk MO2 dan juga perpanjangannya juga disini.
Mikro propagasi anggrek tidak muncul tiba-tiba sebagai sebuah ide yang baru dalam pikiran seseorang kecuali beberapa orang yang berusaha membuat kesan seperti itu terjadi (Morel 1960).  Asal usul mikro propagasi anggrek saling berkaitan dengan sejarah kultur jaringan, hormon tumbuhan dan beberapa bidang di dalam fisiologi tumbuhan (Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).1 Asal usulnya terdapat dalam beberapa bidang penelitian dan muncul dari beberapa hasil penelitian ilmuwan yang beragam (Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008) dan tidak muncul dari seorang individu.  Hubungan-hubungan berbagai penelitian akan akan disajikan secara terpisah sampai menyatu dan mengarah kepada mikro propagasi anggrek.  Sebuah ringkasan mengenai sejarah hormon tumbuhan juga diberikan karena mikro propagasi tidak mungkin terwujud tanpa phyto hormon (lihat Krikorian 1995 untuk sejarah yang lebih lengkap).


Hormon tumbuhan dan asal usul zat tambahan (aditif) pada media kultur tumbuhan
Sedikit lebih dari seabad yang lalu eksistensi dari hormon tumbuhan hanya merupakan wacana.  Pada saat ini, penggunaan senyawa ini dalam mikro propagasi merupakan hal yang rutin.
Auxin
Ahli tumbuhan yang pertama sekali mengusulkan adanya hormon tumbuhan adalah Gottlieb Haberlandt (1854-1945; Gambar. 30), Professor Fisiologi Tumbuhan di Berlin.  Dia mengusulkan bahwa tabung pollen mempengaruhi pertumbuhan ovari dengan melepaskan senyawa yang dia sebut Wuchsenzyme (“enzim pertumbuhan”).  Haberlandt juga mengusulkan bahwa jika sel vegetatif ditumbuhkan dengan kehadiran  tabung pollen “mungkin selanjutnya akan menginduksi sel vegetatif tadi untuk membelah” (Haberlandt 1902; dalam terjemahan Bahasa Inggris oleh Krikorian dan Berquam 1969; Arditti dan Krikorian 1996; Laimer dan Ucker 2003)
Gambar. 52-60 Para ilmuwan tumbuhan. 52 Hans Fitting (1877-1970) pada usia 92. 53 Kebun Raya Bogor, Indonesia. 54 Friedrich Laibach (1885-1967). 55 Kenneth V. Thiman (1904-1998). 56 Frits W. Went (1904-1990). 57 Jonannes van Overbeek (1908-1988). 58 Albert Blakeslee (1874-1954). 59 Ernest A. Ball (1909-1997). 60 Georges Morel (A), Protokorm Cymbidium-nya (B) dan planletnya (C)
Tabung pollen melepaskan sebuah senyawa yang menginduksi fenomena pasca pollinasi dan perkembangan ovule pada anggrek.  Hal ini pertama sekali ditunjukkan oleh Professor Hans Fitting (1877-1970; Gambar.52) dalam penelitiannya tentang sarang pollen Phalaenopsis dan pollinasi di Kebun Raya Bogor di Indonesia (Gambar. 53) tahun 1909 (Fitting 1909a, b, 1910; untuk review, lihat Arditti 1971, 1979, 1984, 1992; Avadhani et al. 1994; Yam et al. 2009).  Fitting, yang dianngap sebagai “Peneliti pertama yang bekerja dengan hormon dan ekstrak aktif dalam tumbuhan” (Went dan Thimann 1937), memberi istilah Pollenhormon dan oleh karena menjadi ilmuwan yang pertama menggunakan  kata hormon dalam hubungannya dengan tumbuhan dan menyatakan bahwa tumbuhan menghasilkan hormon.  Dia kemudian tidak menelitinya lebih lanjut, dan seandainya dia telah melanjutkannya, dia mungkin telah menemukan auksin.
Indikasi pertama bahwa Pollenhormon mungkin  atau mengandung auksin disajikan oleh Friedrich Laibach (1885-1967; Gambar. 54) yang melaporkan bahwa  diethyl ether dapat mengektraksi bahan aktif darinya (Laibach 1930, 1932, 1933a,b;2009)1933).  Sesudah Laibach, Kenneth V. Thimann (1904-1998, Gambar. 55) menunjukkan bahwa ekstrak ether mengandung auxin  (untuk review, lihat Went dan Thimann 1937; juga lihat Thimann 1980; Avadhani et al. 1994; Arditti dan Krikorian 1996; Yam et al. 
Frits W. Went (1926, 1928;Gambar. 56) menemukan auksin di Utrecht, Belanda, sebelum Laibach mengekstraknya dari pollen-hormon.  Went mengerjakan penelitiannya (sebuah dissertasi Ph.D sebenarnya) sesudah Fitting meyarankan adanya eksistensi pollen hormon [dimana Fitting tidak menyatakannya sama denga Auksin walaupun dia sudah berumur 90-an dalam sebuah surat kepada salah satu dari kami (JA)].  Melalui surat dan wawancara  dengan salah satu dari kami (JA), Went mengindikasikan bahwa dia tidak membuat hubungan antara pekerjaan Fitting dengan anggrek dan penelitiannya dengan koleoptil Avena  dan pollenhormon dan auksin (Yam et al. 2009).  Hal ini tidak mengejutkan pada masa itu (tahun 1920-an).  Auksin diidentifikasi sebagai Indole-3-Acetic Acid (IAA) tahun 1934 (Went dan Thimann 1937; Haagen-Smith 1951) dan memungkinkan kultur jaringan terwujud (Gautheret 1935, 1937, 1983, 1985; Loo 1945a,b).  Pada saat sekarang IAA dan beberapa analognya [i.e., auksin sintetik seperti 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D), Napthalene Acetic Acid (NAA) dan dan Indole Butiric Acid (IBA), sebagai contoh] adalah tidak dapat digantikan untuk kultur jaringan secara umum dan mikropropagasi anggrek secara khusus.
Air kelapa dan sitokinin
Haberlandt menyatakan dalam laporannya bahwa “kita juga perlu mempertimbangkan penggunaan larutan embrio” (Haberlandt 1902; Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003).  E. Hannig menguji pengaruh larutan embrio  dari Raphanus dan Cochlearia pada pertumbuhan embrionya sendiri (Hannig 1904;Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003).  Adalah dapat diterima bahwa Botanis Eropa pada waktu itu tidak familiar dengan endosperm cair dari kelapa.  Hanya, mereka yang pernah tinggal di daerah tropis menjadi familiar dengan dengan larutan bening yang merupakan endosperm kelapa hijau.  Ini adalah air kelapa (CW), bukan santan yang berwarna putih susu yang dihasilkan dengan cara memeras, mengektraksi atau memarut daging buah (endosperm) kelapa yang bisa menjadi kopra jika dikeringkan.
Seorang ahli tumbuhan Belanda yang menghabiskan waktu di daerah tropis [Kebun Raya Bogor (Buitenzorg) Indonesia; Gambar. 53] dan menjadi tertarik dengan air kelapa adalah Johannes van Overbeek (1908-1988; Gambar. 57).  Dia dan M.E. Conklin menyarankan penggunaannya kepada Albert Blakeslee (1874-1954; Gambar. 58) untuk kultur embrio yang tidak matang dari Datura stramonium. Embrionya berkembang dengan baik dengan adanya air kelapa (van Overbeek et al. 1941, 1942) dan senyawa kompleks tambahan telah diperkenalkan dalam kultur jaringan (van Overbeek et al. 1944; Caplin dan Stewart 1948; Steward dan Shantz 1955; Pollard et al. 1961; Raghavan 1966; Tulecke et al. 1961, 1975; Krikorian 1975, 1982, 1988, 1955; Steward dan Krikorian 1975; Gautheret 1985).  Ernest A. Ball (Gambar. 59) adalah orang yang pertama sekali menggunakan CW untuk kultur meristem pucuk (Ball 1946; Krikorian 1975, 1982).  L. Duhamet menggunakan air kelapa untuk nengkulturkan jaringan puru (crown gall) (Duhamet 1950).  Geoges Morel (Gambar. 60) mengkulturkan Amorphophallus rivieri, Sauromatum guttatum, Gladiolus, Iris dan Lily dalam media yang diperkaya dengan air kelapa (Morel 1950).  Sekarang ini, air kelapa telah dipergunakan secara luas dalam kultur jaringan dan mikro propagasi dari banyak tanaman dan terdapat beberapa klaim prioritas yang kurang tepat. 
F. Mariat merupakan orang yang pertama menerbitkan penggunaan air kelapa (CW; Coconut water) yang secara salah diartikan sebagai santan dan ekstrak kopra sebagai aditif untuk media perkecambahan biji (Mariat 1951; untuk review lihat Arditti 1967, 1977a, b, 1979, 2008; Arditti dan Ernst 1984, 1993b).  Sekarang ini, CW digunakan secara luas dalam perbanyakan anggrek (untuk review lihat Arditti 1967, 1977a,b, 1979, 2008; Arditti dan Ernst 1984, 1993a).  Tidak ada satu kesepakatan dalam pustaka  tentang alasan penggunaannya dan efeknya.  Penelitian tentang kultur jaringan berkembang diantara tahun 1940 dan 1965, dan usaha-usaha telah dilakukan untuk memecahkan masalah jaringan-jaringan yang tidak dapat dikulturkan.  Emplur tembakau merupakan salah satu jaringan tersebut (Gautheret 1985; Skoog 1994).  Dalam usahanya mengkulturkan jaringan emplur tembakau, Folke Skoog (1908-2001; Gambar. 61) dan teamnya di Universitas Wisconsin, Madison memformulasikan beberapa media dan menganalissis efek dari bebrapa aditif (Skoog dan Miller 1957).  DNA sperma Herring yang telah disimpan dalam jangka waktu yang lama merupakan salah satu yang mereka uji.  Periode yang cukup lama untuk menyatakan bahwa DNA tersebut digunakan untuk eksperimen percobaan perkecambahan anggrek oleh Prof John T. Curtis (1913-1961; Gambar 62; untuk review lihat Arditti 1967).  Akan tetapi, menurut salah seorang penemu sitokinin, Prof Carlos O. Miller (b. 1923; Gambar. 63) dalam surat menyurat dengan salah satu dari kami (JA), Curtis dan Skoog tidak akan bersama-sama menggunakan reagen karena hubungan yang sangat renggang.  Terlepas dari mana sumber DNA-nya, hal tersebut telah membawa kepada penemuan sitokinin yang pertama, yaitu kinetin (Strong 1958; Miller 1961, 1967; Leopold 1964; Skoog et al. 1965; Gautheret 1985; Skoog 1994).
Dengan diketahuinya perlunya auksin dan beberapa vitamin (Gautheret 1945) untuk kultur jaringan, penemuan sitokinin memungkinkan pengembangan media Murashige dan Skoog (MS) oleh Toshio Murashige (b. 1930; Gambar. 64) dan Folke Skoog (Murashige dan Skoog 1962; Smith dan Gould 1989; Skoog 1994).  Media ini digunakan secara luas kultur beberapa jenis anggrek (untuk review lihat Arditti dan Ernsta; Arditti 2008)
Gambar. 61-73 Peneliti tumbuhan. 61 Folke Skoog (1908-2001). 62 John T. Curtis (1913-1961). 63 Carlos Miller. 64 Toshio Murashige (b. 1930). 65 Roger Gautheret (1910-1997).  66 H. Vochting. 67 Julius Sachs (1832-1897). 68 William J. Robbins. 69 Walter Kotte (1893-1970. 70 Philip R. White (1901-1968). 71 Pierre Noubecourt (1895-1961). 72 Loo Shih Wei (Cara penulisan barat : Shih Wei Loo; 1907-1998). 73 Theodor Schwann (1810-1882)
Pisang
Tepung pisang pertama sekali ditambahkan kedalam medium untuk perkecambahan anggrek di Brazil (Graeflinger 1950 seperti dikutip oleh Withner 1959 b).  Penambahan pisang ke dalam media menjadi menyebar dengan sangat cepat dengan beberapa orang mengaku sebagai penemu dari praktek tersebut.  Praktek yang paling umum digunakan adalah menambahakan pulp dari pisang yang telah matang kedalam media (Wither 1955; Ernst 1967; untuk review lihat Arditti 1967; Halaman 1971, Arditti dan Ernst 1984; Yam et al. 2002).  Alasan untuk penggunaan pisang tidak diketahui.  Usaha-usaha untuk menemukan jawaban dengan mengekstraksi buah pisang dengan beberapa tahap ekstraksi tidak menghasilkan hasil yang nyata (Arditti 1968).
Beberapa homogenat tumbuhan lain telah dievaluasi untuk mempelajari dampaknya terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhab bibit (Arditti 1967, 1979; Ernst 1967; arditti dan Ernst 1984).  Beberapa diantara homogenat tersebut ditambahkan kedalam media untuk menumbuhkan anggrek.  Beberapa ditambahkan pada kultur PLB atau planlet yang sedang berkembang (lihat prosedur khusus)
Perkembangan awal
Mikro propagasi anggrek mempunyai akar dalam perkembangan awal penelitian kultur jaringan dengan tumbuhan lain.
Kultur jaringan dan organ kultur pada tumbuhan non anggrek
Roger J. Gautheret (1910-1997; Gambar. 65) merupakan tokoh awal yang berpengaruh dalam sejarah kultur jaringan dari asalnya di Prancis.  Pada tahun-tahun berikutnya, dia menjadi (bukan tanpa bias) dalam sejarah kultur jaringan.  Dalam salah satu catatannya dia menulis bahwa “perkembangan kultur jaringan tumbuhan hanya menjadi mungkin hanya oleh bebrapa penemuan orisinil [yang]…tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi setelah perjalanan yang panjang dan lambat, yang secara tidak sengaja dicakup oleh para pionir” (Gautheret 1985).  Menurut pendapatnya, seorang Prancis yang memiliki bakat banyak, yaitu Henri-Louis Duhamel du Monceau (1700-1782; Gambar. 74), seorang peneliti penyembuhan luka pada pohon dan penulis arsitektur angkatan laut (11 volume), ilmu pengetahuan dan seni (18 volume) dan perintis pertama dengan apa yang disebut dengan “prasejarah” dari kultur jaringan tumbuhan (Gautheret 1985).
Pandangan Gautheret adalah gambaran pembengkakan dan kemunculan dari tunas yang diikuti oleh pergeseran kulit kayu dan kortex dari pohon elm (Gautheret 1985) dalam buku du Monceau La Physique des Arbres (1756) merupakan penemuan pembentukan kalus dan sebagai pendahuluan untuk penemuan kultur jaringan tumbuhan.  Akan tetapi pada tahun 1756 metode bakteriologi belum ditemukan, asepsis belum diketahui, dan konsep kultur jaringan belum tersebar sehingga belum ada yang mampu mengapresiasi penemuan Duhamel (Gautheret 1985).  Anggapan seperti ini tidak begitu meyakinkan.  Pembentukan kallus oleh luka pada tanaman dewasa tidak memiliki kemiripan terhadap kultur jaringan.  Juga, pembentukan grafting atau sambung pucuk dapat dianggap sebagai relevan (atau tidak relevan) seperti induksi kalus oleh luka.
Gambar. 74-81 Kultur Jaringan Tanaman. 74 Henri-Louis Duhamel du Monceau (1700-1782). 75 Gavino Rotor Jr. (1917-2005). 76 Kultur Rotor dengan tangkai bunga Phalaeonopsis. 77 Lucie Meyer. 78 Hans Thomale (1919-2002). 79 Eksplan Thomale yaitu Dacttylorhiza (Orchis) maculata menghasilkan tunas dan akar in vitro. 80 Surat George Morel kepada Thomale. 81 Ralph W. Wetmore
Alasan yang lebih objektif, masuk akal dan meyakinkan dari Gautheret adalah bahwa “sejarah kultur jaringan tumbuhan dimulai tahun 1838-1839 ketika [M. J.] Schleiden (1838)(Gambar.22) dan [T.] Schwann (1839)[Gambar. 73]…menyatakan Teori Seluler dan mempostulasikan bahwa sel [adalah] totipotent” (Gautheret 1983; untuk review yang sangat bagus dari konsep totipotensi, lihat Krikorian 2005).  Schwann bahkan menyatakan bahwa “tumbuhan terdiri dari sel yang kapasitasnya untuk tumbuh bebas dapat secara jelas didemonstrasikan…” (diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh Gautheret 1985).  A. Trecul tahun 1853, H Vochting (Gambar 66) tahun 1878, K. Goebel (Gambar. 47) tahun 1902, J. Sachs (1832-1897; Gambar. 67) antara tahun 1880 dan 1882, J. Wiesner tahun 1884, dan C. Rechinger tahun 1893 memandangnya secara teoritis dan menunjukannya sebagai sebuah eksperimen kasus.  Rechinger mengajukan sebuah teori bahwa bagian tumbuhan yang diisolasi dapat dikulturkan secara in vitro dengan menyarankan bagian tumbuhan tersebut mampu berkembang dalam cairan (Gautheret 1893).
Upaya-upaya pertama dalam kultur jaringan tumbuhan
Gottlieb Friederich Johann Haberlandt (1854-;Gambar. 30), dianggap oleh beberapa orang  mengawali fisiologis anatomi tumbuhan (physiological plant anatomy), yang pertama berusaha menumbuhkan sel tumbuhan (Haberlandt 1902; Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1985; Laimer dan Ucker 2003; lihat Krikorian dan Berquam untuk essay ilmiahnya).  Pada usaha pertamanya, Haberlandt mencoba mengkulturkan mesofil dan sel palisade dari Lanium purpureum, rambut atau duri dari nettle, Utrica dioica, kelenjar rambut dari Pulmonaria, sel stomata dari Fuchsia magellanica Globosa, sel pembuluh dari petiol eceng gondok, Eichhornia crassipes, dan tiga species monokotil, Tradescantia virgiana (rambut sari), Ornithogallum umbelatum (sel stomata), dan Erythtronium das-canis (sel stomata).  Haberlandt menggunakan larutan Knop yang dimodifikasi oleh Julius Sachs dan masih digunakan sampai sekarang (1 g KNO3, 0.5 g CaSO4, 0.5 g MgSO4, 5 g CaPO4, dan sedikit FeSO4 per liter) dan menambahkan sukrosa, glukosa, gliserin, asparagin, dan peptone (kecuali untuk gliserin, bahan-bahan lain masih digunakan)  Dia menjaga kulturnya pada cahaya matahari (cahaya matahari dan photo period di bulan April-Juni dan September-November di Jerman) dan gelap pada 18-24oC
Haberlandt tidak berhasil dan melaporkan bahwa: “pembelahan sel tidak pernah diamati” (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003).  Beberapa alasan mungkin menjadi penyebab ketidak berhasilannya (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003).
·         Sel yang dia pilih mungkin sudah tua, terspesialisasi, tidak bersifat meristematik, dan tinggi taraf differensiasinya
·         Media kulturnya tidak mengandung vitamin, hormon, myo inositol dan zat tambahan lain yang pada saat sekarang diketahui dibutuhkan oleh jaringan dan sel secara in vitro.  Pada masa itu, beberapa senyawa tersebut belum ditemukan dan yang lain belum diketahui dibutuhkan
·         Menurut penulis biografinya “Haberlandt kurang bijaksana dalam melakukan pilihan…” (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003) tumbuhannya.  Dia menggunakan tiga spesies monokotil yang bersifat rekalsitran.  Akan tetapi, perlu dicatat bahwa Haberlandt tidak memiliki apa-apa untuk melakukan pilihan dalam pemilihan eksplan yang akan dikulturkan.
·         “Haberlandt tidak berpikir bahwa adalah perlu untuk mendapatkan sterilisasi yang sempurna” (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003) dan menyatakan fakta bahwa “kultur sel terganggu sedikit dalam perkembangannya karena kehadiran beberapa jenis bakteri dalam larutan kultur” (terjemahan oleh Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003)
Klaim yang menyatakan bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh karena mengabaikan “Hasil penelitian/pekerjaan Duhamel sebagaimana Vochting dan Rechinger…dan ketidaktahuan[nya] akan masa lalu” (Gautheret 1985) adalah tak berdasar, palsu dan tanpa unsur ilmiah, dan sangat kasar.  Mereka sepertinya didorong oleh oleh chauvinisme daripada ilmu pengetahuan yang baik.  Haberlandt mungkin telah gagal hampir semua eksplan termasuk yang diambil dari  species Duhamel karena kultur jaringan sebuah media yang berbeda dari yang dia gunakan dan tidak tumbuh pada media yang terkontaminasi.  Dia adalah seorang perintis yang tidak tahu apa yang dia butuhkan.  Dan beberapa komponen media yang diketahui dibutuhkan saat ini tidak familiar atau tidak ada pada masa itu.  Adalah sangat jelas bahwa Haberlandt tidak memiliki pengetahuan dan metode untuk menumbuhkan batang Phalaenopsis pada saat itu (Anonymus 1891b).  Media yang digunakan mungkin saja bisa menumbuhkan tangkai bunga Phalaenopsis, tetapi tetap saja tetap akan rusak akibat kontaminasi.
Keberuntungan dan pemilihan jenis tumbuhan mungkin setidaknya menghasilkan sebagian keberhasilan, tetapi tidak “mengabaikan” ide Duhamel juga tidak membawa ke dalam keberhasilan (Krikorian 1982).  Haberlandt mungkin memutuskan untuk mengabaikan temuan Duhamel karena dia tidak menganggapnya relevan (dan memang tidak!).  Mungkin dia sudah berhasil jika menggunakan eksplan wortel, tapi dia tidak mencobanya.  Dia mengusulkan penggunaan cairan embrio dan menggunakan cairan dari Raphanus dan Cochlearia untuk mengkulturkan embrio (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003).  Akan tetapi “adalah sulit untuk berspekulasi bahwa mungkin Haberlandt…telah memikirkan air kelapa sebagai sumber ‘cairan embrio’ kalau saja kelapa sudah tersedia di Berlin” (Krikorian dan Berquam 1969; Laimer dan Ucker 2003); atau kalau saja dia telah menaruh perhatian terhadap kelapa di Indonesia.
Beberapa orang mengikuti langkah Haberlandt dengan sukses lebih besar.  S. Simon melaporkan bahwa eksplan poplar menghasilkan kalus, tunas dan akar (Simon 1908).  Segmen benang kacang yang dikulturkan oleh H. Winkler menemui dan mengamati pembelahan sel (Winkler 1908; Gautheret 1985).
Ide menggunakan kuncup atau ujung batang  untuk perbanyakan massal secara cepat sudah berumur 100 tahun.  Pada saat itu tahun 1890, Carl Rechinger di Vienna mencoba mengkulturkan bagian akar dan batang, serta irisan pucuk Populus nigra dan Fraxinus ornus pada pasir yang dilembabkan dengan air keran (Rechinger 1893; Krikorian 1982; Gautheret 1983).  Seperti Haberlandt, Rechinger tidak berhasil, tetapi menyimpulkan bahwa ukuran ruas harus lebih dari 1.5 mm untuk keberhasilan pertumbuhan.  Dengan menggunakan air kran sebagai medianya, pasir untuk menyokong eksplan, Rechinger telah memberikan bayangan “kultur jaringan masa kini” dengan prosedur yang melibatkan
·         Media yang terdiri dari komponen organik seperti gula, sehingga dibutuhkan teknik aseptik
·         Sebuah eksplan
·         Agar atau gellun gum (i.e., Gelrite atau Phytagel) sebagai agen pemadat pada media padat
Kultur batang dan ujung akar dicoba 25 tahun setelah Rechinger oleh William J. Robbins (1890-1978; gambar. 68) di Universitas Missouri (Krikorian 1982; Gautheret 1983).  Dia memotong akar dan ujung batang dari bibit steril kacang, jagung dan kapas, dan mencoba mengkulturkannya dalam gelap pada media Pfeffer yang mengandung glukosa atau fruktosa dan yang tidak mengandung glukosa dan fruktosa (Knop 1884; Pfeffer 1900; White 1943; Krikorian 1975, 1982; Murashige 1978; Arditti 1977a, b, 1992; Arditti dan Krikorian 1996; lihat Arditti et al. 1982 untuk komposisi media ini).  Eksplan kapas tidak tumbuh, tapi eksplan dari jagung dan kacang tumbuh normal (Robbins 1922a, b).  Akhirnya, eksplan kapas menghasilkan akar akan tetapi mengalami klorosis dan menunjukkan karakter yang “biasanya tumbuh di tempat gelap.”  Robbins dan rekannya sukses dalam menumbuhkan kultur ujung akar mereka selama hampir 4.5 bulan (Robbins 1923, 1924).
Walter Kotte (1893-1970; Gambar. 69) mengkulturkan akar kacang (terpisah dari Robbins, tetapi pada saat yang bersamaan) pada media Knop (Knop 1884) yang ditambahi dengan alanin, asparagin, glukosa, glisin, dan ekstrak daging, ekstrak biji kacang, peptone dan juga mungkin vitamin, hormon tumbuhan, dan inositol.  Akarnya tumbuh, akan tetapi tidak bisa disubkultur (Kotte 1922a, b; White 1943).
Philip R. White (1901-1968; Gambar. 70) dari Rockefeller Institute for Medical Research di Princeton New Jersey beranggapan bahwa meristem pucuk dan meristem interkalary “akan menjadi material yang terbaik [sebagai] bahan eksperimen” (White 1931, 1933b).  Saat mengunjungi Institute fisiologi tumbuhan dan di Universitas Berlin (musim dingin 1930-musim panas 1931) di mencoba mengkulkturkan ujung akar dan ‘beberapa 400 ujung akar” (White 1932a, b, 1933a) dari tumbuhan Stellaria media dalam posisi tergantung media U+U (diformulasikan untuk kultur Volvox minor dan V. globator; Uspenski dan Uspenskaja 1925).  Dia telah menggunakan media ini sebelumnya untuk mengkulturkan ujung akar, embrio, dan eksplan lain (White 1933b).  Ujung akarnya tetap hidup “selama 3 minggu…[dan] selama periode ini…telah terjadi aktivitas pembelahan sel …pertumbuhan…differensiasi menjadi daun, batang dan organ bunga” (White 1933b).  Hasilnya mengecewakan dengan standar sekarang ini, mungkin disebabkan komposisi medianya yang tidak mengandung ion ammonium, vitamin, atau hormon (beberapa diantaranya belum diketahui pada masa itu, atau masih diteliti, merupakan pengetahuan baru, atau tidak diketahui sama sekali bahwa itu dibutuhkan).
Senyawa lain yang tidak ada dalam media U+U adalah mio-inositol yang diisolasi dari otot tahun 1850.  Penggunaan inositol pada kultur jaringan tumbuhan terjadi satu abad setelah penemuannya (Jaquiot 1951).  Akan tetapi, mio-inositol dikenal sebagai komponen efektif yang potensial setelah gula alkohol sorbitol, meso atau mio-inositol dan scyllo inositol diidentifikasikan sebagai komponen air kelapa dan diisolasi (Pollard et al. 1961).  Fungsi sebenarnya dalam media kultur jaringana  belum diketahui (Aberg 1961; Arditti dan Harrison 1977), akan tetapi oleh karena penambahannya tidak mengakibatkan masalah , senyawa inositol selalu ditambahkan pada media MS dan beberapa media lain karena hal tersebut mungkin ada manfaatnya.
Hormon dan Vitamin
Thiamin (vitamin B1), senyawa yang konsisten ditambahkan kedalam media kultur masa kini, diisolasi dari kulit beras tahun 1910-1911, akan tetapi strukturnya diketahui pada tahun 1926.  Niasin (nicotinic acid), diproduksi pertama sekali dengan cara oksidasi nikotin tahun 1925, ditambahkan pada media kultur hanya bebrapa decade setelah itu.  Ascorbic acid (vitamin C), diisolasi pertama sekali tahun 1928 dan dipelajari secara lebih mendalam tahun 1933, jarang digunakan pada media kultur jaringan.  Struktur riboflavin (vitamin B2), sebuah vitamin yang digunakan dalam beberapa media, pada mulanya diisolasi dari telur, disebutkan pertama tahun 1935.  Biotin, ditemukan dalam kuning telur tahun 1936, juga jarang digunakan.  Pyridoxine (vitamin B6), digunakan dalam banyak media kultur, diisolasi dari beras dan ragi tahun 1938.  Panthothenic acid diisolasi dari hati dan strukturnya digambarkan kira-kira tahun 1940.  Asam folat diidentifikasi tahun 1948 setelah dikristalkan dari hati tahun 1943 dan ragi tahun 1947 (untuk review tentang vitamin dan anggrek, lihat Arditti dan Harrison 1977).  Untuk hormon tumbuhan pada kultur jaringan, auxin ditemukan tahun 1928 (Went 1926, 1928, 1990) dan sitokinin tahun 1955 (Miller et al. 1955a, b; Miller 1961, 1967).  Informasi bahwa vitamin dan hormon dibutuhkan oleh eksplan mulai terakumulasi sekitar tahun 1936-1938 (untuk review, lihat White 1943; Schopfer 1949; Aberg 1961; Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti 2008).
Kultur jaringan tumbuhan monokotil
Meskipun kekurangan beberapa komponen yang  diketahui dibutuhkan pada saat ini, media White masih digunakan dan cocok untuk bebrapa jaringan tumbuhan.  Meristem pucuk yang ditumbuhkan pada media White menghasilkan tumbuhan lengkap (Segelitz 1938).  Ini merupakan sukses peratma dalam kultur jaringan tumbuhan monokotil.  Hal tersebut mendahului beberapa puluh tahun kultur jaringan monokotil yang telah diklaim dengan tidak benar sebagai orang yang pertama sekali menemukannya (Morel dan Wetmore 1951a; untuk review tumbuhan monokotil, lihat Swamy dan Sivaramakhrisna 1975;  Hunault 1979).
Tiga laporan yang menyatakan bahwa jaringan tumbuhan dapat dikulturkan “untuk jangka waktu yang tidak terbatas telah dibuat secara terpisah” dan diterbitkan dalam waktu yang berdekatan setelah kultur pertama eksplan tumbuhan monokotil, tetapi tidak “secara simultan” sebagai mana yang disebutkan (Gautheret 1985).  Yang pertama oleh P. R. White (31 Desember 1938), laporan Gautheret (1939), yang kedua (9 Januari 1938) dan Pierre Nobecourt (1895-1961, Gambar. 71) yang ketiga (20 Januari 1939).  Laporan-laporan ini merupakan dasar dari sukses kultur jaringan meristem pucuk.
Salah satu tanaman penting dan tua di Hawai dan Pasifik, Colocasia esculenta (taro), merupakan tanaman monokotil kedua yang diperbanyak dengan apa yang bisa kita sebut sebagai bentuk primitif dari mikropropagasi.  Pucuk dorman “ada diketiak daun pada permukaan umbi talas” dikulturkan sebagai usaha untuk mempercepat perbanyakan tanaman tersebut (Kikuta dan Paris 1941).  Irisan, 2-5 cm dan tunas “masing-masing kurang lebih 1 cm3 “menghasilkan tanaman baru ketika ditumbuhkan pada tanah yang disterilkan.  Oleh karena itu prosedur ini (Kikuta dan Paris 1941) adalah mirip dengan metode mikro propagasi sekarang meskipun kelihatan kasar dilihat dari standar sekarang.  Metode ini hanya diterangkan dalam review (Arditti dan Staruss 1979; Arditti dan Ernst 1993a; Krikorian 1994 menjelaskannya melawan Gautheret 1982, 1983, 1985 yang tidak menyebutkannya)  Taro pertama sekali dikulturkan secara teknik modern 31 tahun kemudian (Mapes dan Cable 1972; untuk review, lihat Arditti dan Staruss 1979;  Krikorian 1994).
Rye (sejenis gandum), tanaman monokotil lain, juga dikulturkan (de Ropp 1945) sebelum kultur yang disebut sebagai pertama kali (Morel dan Wetmore 1951a).  Ujung batang (sesungguhnya plumula) dari irisan embrio dikulturkan pada media White yang mengandung 2% (w/v) sukrosa.
Kultur pucuk batang (shoot tip)
Shih-Wei Loo (Loo Shih Wei, gaya Cina; 1907-1998; Gambar. 72) datang ke Amerika menjadi mahasiswa di Caltech (California Institute of Technology).  Dia mendapatkan Ph.D. tahun 1943, hanya setelah 2 tahun menjadi mahasiswa.  Tahun 1945, dia menjadi peneliti di departemen botani di Columbia University New York.  Setelah 1 tahun dia pindah ke Depertemen Kimia dan bekerja disana sampai tahun 1947 ketika dia kembali ke Cina dan menjadi Profesor Botani di Universitas Beijing.  Tahun 1953, Loo menerima posisi di bagian Institut Fisiologi Tumbuhan di Shanghai.  Dia tetap disana sampai akhir hidupnya.  Loo sangat menderita dan lebih dari yang dialami orang lain semasa Revolusi Kebudayaan, teatapi dia kembali ke laboratorium setelah kekacauan masa itu.  Dia melanjutkan penelitiannya dan membimbing mahasiswa sampai akhir hidupnya (Loo 1978; Arditti 1999)
Dissertasi doktoral Loo melibatkan kultur irisan pucuk Asparagus officinalis (Loo 1945a).  Eksplannya berukuran 5-10 mm panjang.  Dia menanamnya pada media yang digunakan  oleh James Bonner untuk kultur akar tomat.  Beberapa eksplan Loo menghasilkan tunas, tapi tidak satupun menghasilkan akar, mungkin karena medianya tidak mengandung auksin.  Dia menyimpulkan dengan benar bahwa pertumbuhan irisan ujung batang memiliki “potensi yang tak terbatas” (Loo 1945a, b).  Setelah dia pindah ke Universitas Columbia, Loo menerbitkan  laporan hasil penelitian yang kedua tentang kultur pucuk asparagus (Loo 1946a) dimana dia menunjukkan bahwa media agar-agar semi padat menunjukkan “hasil yang sama dan bisa lebih bagus daripada media cair.”  Eksplannya tetap tumbuh selama 22 bulan dalam kultur dan melalui 35 tahapan transfer (Loo 1946a)
Prof. Loo juga mengkulturkan ujung batang benalu (Cuscutta campestris, sebuah tanaman berbunga yang bersifat parasit).  Kulturnya gagal menghasilkan akar dan daun, tetapi berbunga secara in vitro (Loo 1946b).  Hal ini mungkin merupakan laporan yang pertama yang menunjukkan bahwa “organ bunga…dapat berkembang dari irisan pucuk pada kultur in vitro” (Loo 1946b).  Rekan sekerja Prof. Loo di California Institute of Technology, Professor Arthur Galston dari Universitas Yale (teman dekat Loo pada masa itu; pada masa-masa akhir hidupnya Loo berkorespondensi dan saling berkunjung dengan (J.A.)  dia berspekulasi bahwa eksplannya akan berhasil membentuk daun jika sejumlah hormon yang cukup ditambahkan ke dalam media (Galston 1948).  Loo tidak melakukannya (auxin belum digunakan secara luas pada waktu itu dan sitokinin baru ditemukan  hanya pada tahun 1955), akan tetapi dia menyimpulkan bahwa eksplan membutuhkan gula untuk pertumbuhan in vitro.  Loo juga mengkulturkan Baeria chrysostoma (Asteraceae) dan mendapatkan tanaman berbubunga dalam botol (Loo 1946c).
Tidak ada keraguan bahwa hasil-hasil penelitian Prof. Loo menunjukkan bahwa perkembangan kultur jaringan tumbuhan angiosperm akan lebih cepat maju jika dia tetap tinggal di Amerika Serikat dan/atau jika kondisi di Cina pada saat itu berbeda.  Sumbangannya yang besar pada kultur meristem pucuk dan pada akhirnya mikro propagasi sejauh yang kelihatan hanya mendapatkan penghargaan  sekilas dalam beberapa review (Krikorian 1982; Gautheret 1983) dan beberapa laporan penelitian (Steward dan Mapes 1971a; Koda dan Okazawa 1980).  Hasil kerja Loo tidak dikenal orang sebagai mana mestinya (Arditti dan Krikorian 1996).  Adalah penting untuk dicatat bahwa de Ropp, Loo dan Segelitz (terpisah satu dengan yang lain) adalah yang pertama dengan nyata berhasil mengkulturkan monokotil secara in vitro, bukannya yang mengerjakan setelah itu, lepas dari klaim yang tidak dapat di justifikasi (Morel dan Wetmore 1951a; Gautheret 1983, 1985). 
Sukses pertama kultur meristem aksilar (tip) dihasilkan oleh Carl D. LaRue (1888-1955).  Dia mengkulturkan selada pada media mineral White yang mengandung 20 g sukrosa (w/v) dan “hetero-auxin…1 ppm (1 bagian dalam sejuta)” (La Rue 1936).  Auxin merupakan pemberian dari Frits W. Went (Gambar. 56), sang penemu.
Ernest ‘ Ernie’ A. Ball (1909-1997; gambar. 59) tertarik pada pucuk dan meristem apical (Ball dan Boell 1944; Ball 1946, 1972), “kapasitas untuk tumbuh dan berkembang dari sel-sel vegetatif tumbuhan, “ “polaritas dari pucuk dan sel-sel yang berdekatan, “hubungan antara respirasi dan perkembangan, independensi dari pucuk dari bagian tumbuhan yang lain, pembentukan jaringan yang berdekatan dengan pucuk,” dan “totipotensi dari semua sel-sel tumbuhan yang hidup” (Ball 1946).  Dia mengiris dan mengkulturkan ujung batang dari nasturtium, Tropaeoleum majus L. (“55 µ tinggi dan 140 µ tebal”), dan lupin.  Lipinus albus L. (“81 µ tinggi dan 550 µ tebal”); bagian tersebut memiliki volume 400-430 µ3 (Ball 1946).
‘Ernie’ Ball (J.A. mengenalnya dengan baik, merupakan teman dan mereka bekerja sama selama beberapa tahun) “tidak membuat ketentuan untuk mencapai dan mempertahankan kondisi sasepsis,” dan “inokulasi dilaksanakan di laboratorium, “akan tetapi kulturnya tidak menjadi kontaminasi.  Dia mengkulturkan eksplannya pada media Robbins’ modifikasi dari ‘Larutan Pfeffer’ dengan tambahan unsur mikro dan dalam beberapa kasus “air kelapa yang tidak diautoklaf”.  Ball memadatkan medianya dengan agar yang dicucinya 30 kali dengan penggantian setiap 24 jam pembilasan dengan air destilasi.  Pencucian menyebabkan warna agar-agar berubah warna dari coklat menjadi putih.  Eksplannya tumbuh dengan baik [(Ball 1946) dan juga menyatakan berulang kali dalam beberapa pembicaraan dengan salah satu dari kami (J.A.) ketika dia masih di UCI].  Adalah penting untuk menyatakan hal ini dikarenakan (insinuasi) tuduhan tak langsung yang disampaikan oleh Professor Georges Morel bahwa bukan begitu ceritanya (Morel 1974).   Tuduhan tidak langsung Morel adalah tidak benar, tidak tepat, tanpa dasar, mementingkan diri sendiri, dan tidak menghormati perintis ilmuwan tumbuhan.  Loo Shih Wei dan Ernest A. Ball berhasil mengkulturkan ujung batang (shoot tip) sebelum Georges Morel melakukannya.  Mungkin ini sebabnya mengapa Georges Morel tidak mengutip Loo dan melihatnya penting untuk memfitnah Ball.  Dan adalah  pemilik pembibitan Hans Thomale dan Dr Lucie Mayer, bukan Georges Morel yang pertama sekali mengkulturkan ujung batang anggrek (Arditti dan Krikorian 1996).  Morel tidak mengutip Thomale dan Mayer dalam laporan pertamanya tentang anggrek.  Ketika dia mengutipnya (Morel 1974), komentarnya adalah menjelekkan, mungkin untuk alasan yang sama ketika dia menjelekkan Ball dan Loo.    Praktek yang memfitnah pendahulu yang telah berhasil dan memarginalkan sulkses mereka dalam usaha untuk priorite’s (menguntungkan diri sendiri) adalah tidak etis juga bukan merupakan sikap yang akan membangkitkan hormat bagi siapapun yang terlibat di dalamnya.

Sejarah Awal Mikropropagasi anggrek
Kurang lebih 120 tahun yang lalu, petani anggrek di Inggris menempatkan tangkai bunga Phalaenopsis pada media gambut dan kemudian menghasilkan planlets yang tumbuh dari tunasnya (Anonymus 1891b; untuk review, lihat Arditti 1984).  Metode perbanyakan Phalaeonopsis merupakan ‘zaman prasejarah’ atau bentuk yang paling sederhana dari mikro propagasi karena eksplan (tunas atau bagian batang) :
·         Diambil dari tanaman dewasa
·         Diletakkan pada “media” (moss, tidak steril), dan
·         “Dikulturkan” sampai menghasilkan planlet atau mati
Metode yang memungkinkan perbanyakan Phalaeonopsis secara massal dan juga menunjukkan bahwa Theodor Schwann (terkenal akibat teori selnya; 1810-1882; Gambar. 73) adalah benar dalam menyatakan pada tahun 1939 bahwa kuncup yang diisolasi dapat “dipisahkan dari tanaman dan terus bertumbuh: (dalam terjemahan Gautheret, 1985).
Metode perbanyakan anggrek ini tidak dilihat oleh para ahli botani dan petani anggrek pada masa itu (dan selama hampir satu abad setelah itu) mungkin disebabkan oleh karena
·         Kemiripan dengan stek (cutting) walaupun sebenarnya berbeda dikarenakan tangkai bunga Phalaenopsis menghasilkan shoot yang mampu menghasilkan akar dan tumbuh menjadi tumbuhan normal, sebagaimana pertumbuhan tanaman dari tunas, plb (protocorm like body) dan/atau kallus in vitro)
·         Tempat diterbitkannya publikasi, yang merupakan yang paling awal dan sekarang hilang dan jarang
·         Bahasa (Prancis), karena “jumlah ilmuwan yang semakin bertambah…membaca tidak bahasa lain selain Inggris” (Krikorian dan Berquam 1969)
·         Umur, karena tidak banyak ilmuwan yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca literatur lama terlepas dari bahasa dan kredibilitas jurnalnya.
Setidaknya seorang petani anggrek membaca artikel tersebut.  Menurut sebuah catatan singkat (Anonymus 1891b), seorang petani bernama Perrenoud (tanpa nama depan) melihat laporan dalam sebuah jurnal “journaux anglais” (yang tidak dapat kami lacak), memodifikasinya dengan menempatkan satu bagian akar Phalaenopsis dalam wadah yang lembab dan mendapatkan tanaman darinya.  Tidak ada detil lain yang tersedia.  Akan tetapi,  telah diketahui bahwa akar Phalaenopsis  dapat menghasilkan tunas dan tanaman baru (untuk review, lihat Churchill et al. 1972).  Metode ini merupakan sisa peninggalan dalam mikro propagasi dan dapat dipandang sebagai sebuah bagian dari pra sejarah anggrek (atau semua tumbuhan) yang di mikro propagasi (Arditti dan Krikorian 1996) dan bioteknologi.
Jika metode tersebut telah diketahui dan banyak diberi perhatian, metodenya dan penemunya (petani anggrek Inggris yang belum diketahui siapa) bisa menjadi sebuah tanda sebagai jalan penting yang mengarah kepada Kultur jaringan tumbuhan dan mikro propagasi.  Faktanya akan lebih  jelas karena
·         Relevan sebagai “pendahuluan”
·         Berhubungan dengan kultur jaringan
·         Mirip dengan mikro propagasi
Dibandingkan dengan observasi dan tulisan yang mengagung-agungkan (yang sepertinya kelihatan sebagai chuvinistic) dari Seigneur du Monceau et de Vrigny, Henry-Louis Duhamel du Monceau dari Prancis (Gautheret 1985; Gambar. 74)
Mikro propagasi anggrek yang pertama
Sejarah modern mikro propagasi anggrek (dan sebenarnya mikro propagasi umumnya) bermula ketika sebuah :
1.      Metode baru (kultur jaringan) yang praktis dan sederhana untuk perbanyakan vegetatif [klonal] untuk [anggrek] dikembangkan di Universitas Cornell “ lima tahun (Rotor 1949) sebelum laporan pertama tentang kultur pucuk anggrek diterbitkan.  Media yang digunakan Rotor untuk mengkulturkan ruas batang Phalaenopsis adalah media Knudson C (KC), sebuah larutan yang diformulasikan oleh Lewis Knudson (1884-1958; Gambar.50), Professor Fisioloigi Tumbuhan dari Universitas Cornell (lihat Arditti 1990 untuk biografinya) untuk perkecambahan asimbiotik biji anggrek.  Media Knudson yang pertama, yaitu media Knudson B (KB) merupakan modifikasi larutan Pfeffer yang diformulasikan oleh ahli fisiologi Jerman Wilhelm Pfeffer (1845-1920; Gambar. 46).  Knudson memperbaiki media KB tahun 1946 menjadi larutan C (Knudson C, KC; Knudson 1946a,b) yang menjadi media yang berguna untuk perkecambahan anggrek.  Sekarang ini, media KC digunakan secara luas untuk perkecambahan biji anggrek (Arditti et al. 1982) dan mikro propagasi beberapa jenis anggrek (Arditti dan Ernst 1993a; Yam dan Arditti 2007; Arditti 2008)
2.      Seorang ahli pembibitan Jerman menyatakan bahwa kultur pucuk dapat digunakan untuk mikro propagasi (Thomale 1956, 1957).
Gavino Rotor Jr. (1917-2005; Gambar. 75) dilahirkan di Manila dan mendapatkan gelar B.S. pertanian dari University of the Pilippines tahun 1937.  Dia datang ke Amerika Serikat tahun 1946, mendapatkan gelar M.S. dari Universitas Cornell tahun 1947 dan gelar Ph.D tahun 1952 dengan dissertasi respon anggrek terhadap temperatur dan panjang hari (day length).  Dalam sebuah surat (kepada J.A.), Dr. Rotor menulis bahwa dia mendapatkan ide perbanyakan anggrek ketika mengikuti kuliah dari Knudson tentang peranan gula dalam pertumbuhan tanaman.  Akan tetapi, dia tidak melengkapi detil bagaimana kuliah tentang gula membawanya pada ide kultur tangkai ruas bunga anggrek Phalaenopsis.  Dia memotong tangkai bunga dalam ruas-ruas dan memasukannya kedalam media KC dan berharap tunasnya berkembang menjadi tumbuhan lengkap.  Tunas tadi menghasilkan daun dalam 14-60 hari.  Dan akar terbentuk setelah terbentuk 2-3 daun (Gambar. 76).  Dari 65 tunas yang dikulturkan, hanya 7 yang gagal menghasilkan tanaman baru (Rotor 1949).  Dalam suratnya, Rotor menulis bahwa mata Knudson menjadi cerah ketika [Rotor] menunjukannya sukses mikro propagasi yang pertama…dan memberitahunya bagaimana dia mendapatkan ide tersebut dari kuliah Knudson (Arditti 1990)
Melaksanakan kultur tangkai bunga Phalaenopsis, tidak ada keraguan bahwa Dr. Gavino Rotor adalah penemu bukan saja mikro propagasi anggrek tetapi juga perbanyakan klonal tumbuhan secara in vitro (i.e., mikro propagasi).  Metodenya menggunakan:
·         Media kultur yang tepat
·         Teknik aseptik
·         Eksplan
Dan dia menarik perhatian terhadap potensi metode perbanyakannya.  Dapat dikatakan bahwa metode Rotor bukanlah mikro propagasi dalam istilah yang kita pahami sekarang dikarenakan;
·         Eksplannya hanya menghasilkan satu shoot per eksplan
·         Eksplannya sudah mengandung pre-eksis tunas
·         Pembentukan kalus atau perluasan tidak terjadi
Akan tetapi, argumen seperti itu akan membuat atau memicu perdebatan karena produksi atau penggandaan planlet dari satu eksplan, ketiadaan bakal tunas dan perluasan kalus bukan juga merupakan bagian definisi dari mikro propagasi atau juga merupakan suatu kebutuhan untuk perbanyakan klonal secara in vitro. Roger Gautheret meniadakan relevansi historis dari penemuan Rotor ketika salah seorang dari kami (J.A.) menginformasikannya tentang hal tersebut.  Dia melakukan hal tersebut mungkin karena usaha menghargai teman, rekan kerja, dan sebangsa, yaitu Georges Morel (hal ini tidak mengejutkan).
Metode perbanyakan Rotor hampir tak dikenal, digunakan, atau diapresiasi pada saat itu.  Ini mungkin dikarenakan fakta bahwa laporan itu diterbitkan dalam sebua majalah untuk kalangangan hobbyist anggrek, American Orchid Society Bulletin (AOSB, sekarang disebut Orchids) , yang bukan merupakan jurnal ilmiah.  Pekebun anggrek yang membaca AOSB mungkin saja tergoda oleh prosedurnya dan mungkin gagal mengapresiasi akan pentingnya metode tersebut.  Ilmuwan dan peneliti anggrek yang telah membaca metode tersebut mungkin dapat mempraktekannya dengan lebih baik, akan tetapi mereka mungkin tidak membaca AOSB.  Meteode tersebut menjadi terlupakan.  Ketika kemudian metode tersebut ditemukan, klaim yang dimiliki bahwa Prof Georges Morel sebagai penemu pertama telah menjadi sebua legenda.
Juga pada tahun 1940-an, Professor John T. Curtis (1913-1961; Gambar.62) dan rekan kerjanya di Departemen Botani Universitas Wisconsin menerangkan pembentukan titik tumbuh berganda (multiple growing points) pada proliferasi bibit-yang diperoleh dari kallus Cymbidium dan Vanda (Curtis dan Nichol 1948).  ‘Calloid’ adalah istilah yang dibuat untuk pembengkakan yang berkembang dalam perkecambahan asimbiotik setelah mendapatkan pengaruh dari barbiturates.  Mereka juga melaporkan bahwa kumpulan jaringan tersebut memiliki kapasitas untuk tumbuh (Curtis dan Nichol 1948), mengapresiasi potensi yang dimiliki, dia menulis: “kemampuan praktis untuk menghasilkan  jenis klon dalam jumlah yang tak terhingga akan merupakan sebuah hasil yang jelas dalam banyak tipe genetik dan pekerjaan produksi tanaman.”
Perlu dicatat disini bahwa dalam  laporan awal mereka, yang hampir terlupakan Hans Thomale (Thomale 1954, 1956, 1957; Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti 2001; Easton 2001) dan selebriti yang tak sah Geoges Morel (1960) juga tertarik pada potensi temuan tersebut, tetapi itu mereka lakukan setelah Rotor.
Kultur Pertama anggrek yang menggunakan shoot tip (pucuk) atau kultur aseptik kedua dari eksplan anggrek.
Pelargonium zonale dan Siklamen, Cyclamen persicum, ditumbuhkan oleh Lucie Mayer (Gambar. 77) pada media yang relatif sederhana (Mayer 1956) sebelum formulasi media  dan Murashige dan Skoog.  Mayer tertarik pada pekerjaan Hans Thomale (1919-2002; Gambar. 78), seorang pemilik nursery dari Jerman.  Mayer dan Thomale menggabungkan kekuatan untuk kultur pertama dari ruas (“Teilstucken” atau “Pflanzenteile”), jaringan,  (“Gewebe”) dan ujung dari anggrek (Thomale 1956,pp. 89-90, gambar.39; Gambar. 79).
Hans Thomale lahir di Herne, Westphalia, Jerman, dibesarkan di Cologne dan tinggal dan menanam anggrek di Lemgo bertahun-tahun.  Dia mulai mempelajari kimia dan pengobatan sebelum perang dunia kedua dimulai, dan dia masuk wajib militer dan menghentikan studinya.  Setelah perang, dia menanam kentang dan menikah dengan Dr. Liselotte Kuhlman, putri dari pemiliknya.  Ketika dia mulai tertarik pada perkecambahan anggrek, Thomale mempelajarinya sendiri dengan menggunakan buku Prof. Hans Burgeff (1883-1976; Gambar. 44), Samenkeimung der Orchideen. Tahun 1946, dia membuat sebuah laboratorium untuk mengecambahkan dan memperbanyak secara klonal anggrek tropis dan species asli Jerman.
Tanggal 23 September 1956, Thomale melaporkan pada sebuah pertemuan Deutsche Orchideen Gesselschaft (DOG; German Orchid Society) bahwa eksplan Dactylorhiza (Orchis) maculata (Gambar. 79) dan bebererapa anggrek tropis menghasilkan tunas dalam botol.  Thomale mengingat, agak samar bahwa Mr Lecoufle dari perusahaan anggrek Prancis Vacherot (lihat dibawah) hadir dalam pertemuan tersebut.  Dia juga menyertakan sebuah foto dari kultur Orchis maculata (Gambar. 79) dalam buku edisi keduanya Orchideen (Thomale 1957).  Thomale segera menyadari potensi penemuannya.  Dia menulis (Arditti dan Ernst 1993a, b; Haas-von Schmude et al. 1995):
“Perlu diketahui bahwa usaha-usaha untuk menemukan metode perbanyakan untuk anggrek daratan Eropa, berdasarkan hasil pekerjaan Dr. L. Mayer [Mayer 1956], melalui kultur eksplan steril dari anggrek pada media agar-agar telah berhasil.  Dan diketahui bahwa bagian vegetative, misalnya,  tangkai bunga dari Phalaeonopsis [Rotor, 1949], yang memiliki sedikitnya satu tunas adventif [Catatan dalam Arditti dan Krikorian 1996: tunas tersebut adalah tunas lateral pada tangkai bunga, dan tidak harus bersifat adventif, setidaknya dalam konteks kata-kata], dapat menghasilkan shoot/tunas ketika ditanam pada media agar-agar.  Akhir-akhir ini adalah mungkin mengkulturkan jaringan yang belum terdifferensiasi pada media tertentu untuk memghasilkan akar dan tunas dari jaringan tersebut.  Berhubung karena detil yang belum mencukupi ketika bukunya diterbitkan [edisi kedua yang diterbitkan tahun 1957; edisi pertama diterbitkan tahun 1954], adalah mungkin untuk tumbuhan lengkap dapat dihasilkan dari jaringan eksplan sebesar satu cm3.  Ini merupakan bentuk perbanyakan vegetatif yang potensinya tidak dapat diabaikan”[fokus lebih besar]!
Buku Thomale dan pernyataannya tentang penggunaan eksplan dan kultur in vitro sebagai metode perbanyakan massal diterbitkan (Thomale 1957) sebelum laporan pertama tentang kultur “meristem” Cymbidium (Morel 1960; Wimbler 1963), akan tetapi perhatian yang terbatas diberikan padanya.  Thomale bersikap secara profesional dan etis dengan menggunakan pekerjaan Rotor sebagai referensi (Thomale 1956, 1957).  Andaikata dia tidak melakukannya Thomale dapat memberikan kesan yang salah bahwa dia adalah orang yang pertama yang menciptakan konsep perbanyakan in vitro.  Thomale tidak menjelaskan tekniknya secara detil.  Sebaliknya, dia merujuk pada prosedur yang diciptakan Mayer.  Dr. Lucie Mayer mengambil bagian dalam usaha Thomale untuk mengkulturkan eksplan anggrek (Haas-von Schmude et.al. 1995; pers com dari E. Lucke dan Dr.N. Haas-von Schmude, Wettenberg, Jerman).  Setelah pensiun dari dan pindah ke Medeira, Portugal, Dr. Mayer mengingat (dalam sebuah surat kepada salah satu dari kami, J.A.) bahwa dia dan Thomale juga mengiris dan mengkulturkan pucuk [tunas] Cymbidium.  Hasil pekerjaan Thomale tidak menjadi dikenal karena bebrapa alasan:
·         Laporannya diterbitkan dalam bahasa Jerman untuk penggemar anggrek yang sebagian besar hanya diketahui di Jerman (Thomale 1956)
·         Penerbitan kedua juga di Jerman dalam sebuah buku kecil (Thomale 1957, edisi kedua buku Thomale1954) ditulis sebagian besar untuk hobbiest dan pengusaha anggrek komersil
·         Beberapa Ilmuwan membaca hasil kerja Thomale.  Penanam anggrek amatir yang membaca buku tersebut mungkin akan bingung dengan tekniknya, tidak bisa mengartikannya dan tidak pernah menggunakannya (ada sebuah paralel antara publikasi Rotor dan Thomale).
Georges Morel (19161973; Gambar. 60) yang sebenarnya tidak pantas, akan tetapi sering diberikan pujian sebagai seorang yang pertama sekali mengkulturkan eksplan anggrek secara in vitro (Arditi dan Arditti 1985; Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti dan Krikorian 1996; Easton 2001; Arditti 2001) mengetahui tentang laporan Thomale setidaknya pada awal 1965 (Gambar. 80).  Akan tetapi, dia tidak mengutipnya hampir selama 10 tahun.  Ketika Morel mengutipnya, dalam sebuah bab yang ditulis untuk Carl. L.  Withner  The Orchids-Scientific Studies (Withner 1974), terjadi 14 tahun setelah dia menjadi selebriti dalam bidang anggrek sebagai salah satu fakta yang sudah terbangun (Morel 1974; Haas-von Schmude et al. 1995).  Pada masa itu, Thomale hanya dikenal untuk medianya GD untuk perkecambahan biji Paphiopedilum (Thomale 1957).  Bahkan ketika dia mengutip Thomale dan menerbitkan fotonya [dengan memberi label “sesudah Thomale” yang kurang mengindikasikan bahwa Hans Thomale menyediakan sebuah copy karena Morel memintanya (Gambar. 80), Morel menghilangkannya dengan menambahkan pernyataan syarat seperti berikut :
·         “Bagian dari bulb Orchis maculata, secara aseptik ditumbuhkan pada media nutrisi, segera menghasilkan batang dan akar…” dan pada keterangan gambar “regenerasi akar dan shoot terjadi pada sepotong eksplan tuber dari Orchis maculata.”  Kata yang digunakan (“batang dan akar”) meminimalkan pencapaian Thomale dengan memberi kesan bahwa apa yang dihasilkan bukan tumbuhan lengkap.  Morel seharusnya menyatakan “…yang kemudian menghasilkan tumbuhan lengkap.”
·         “[Kasus seperti ini] adalah sangat jarang.”  Tentu saja tidak! Terlepas dari, Thomale berhak mendapatkan pujian atas prestasinya, bukan penghinaan.
Hans Thomale akhirnya diberi pengakuan yang memang dia layak dapatkan ketika dia masih hidup dengan usaha dari empat individu yang percaya pada kelayakan (Haas-von Schmude et al. 1995; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2001).  Akan tetapi, secara total (sebenarnya tak berhak) pengakuan untuk penemuan diberikan kepada Morel.  Salah satu alasan untuk ini mungkin dikarenakan posisi Morel yang memiliki status sebagai ahli tumbuhan yang berkelas internasional.  Dan rekan-rekannya yang banyak yang secara berulang-ulang menulis dan membicarakan namanya merupakan alasan yang lain.  Perjalanannya yang luas dan kuliah yang sering dia berikan adalah alasan yang ketiga karena dia menggunakannya untuk publikasi pribadi.  Alasan yang ke empat adalah ahli anggrek yang tidak mengetahui sejarah yang benar, mengidolakan hobbiis dan pengusaha anggrek komersil yang menempatkan Morel pada batu menara sebagai satu-satunya penemu.  Perlawanan terhadap pengetahuan baru (Gaffron 1969) dan/atau revisi terhadap fiksi yang telah terbentuk adalah alasan ke lima.  Contohnya adalah:
·         Catatan yang menandai ulang tahun Thomale yang ke 75 (Lucke 1994) yang bahkan tidak menyebutkan penemuannya karena pernyataan tentang hal tersebut di edit oleh editor Orchidee (Dr. Norbert Haas-von Schmude, Wettenberg, Jerman, pers com)
·         Sebuah artikel yang menandai ulang tahun ke 25 dari “mericloning” (Arditti dan  1985) yang “direvisi” mengikuti saran dari reviewer.
·         Bagian sejarah dalam sebuah buku tentang mikro propagasi anggrek (Arditti dan Ernst 1993a) yang diedit dengan ketat dalam usaha tidak menyerang orang-orang yang lebih menyukai legenda Morel sebagai penemu tunggal.
Sekarang, sejak hasil kerja Hans Thomale dan prediksinya yang akurat tentang mikrpropagasi telah diketahui,  sudah tidak tepat lagi menyatakan bahwa “…Georg[e] Morel  yang pertama sekali menyadari menyadari multiplikasi anggrek dengan menggunakan ujung batang (tunas/picuk) secara kultur in vitro.  Dr. (sic) Thomale sepertinya tidak paham dengan sejarah kultur jaringan (R.J. Gautheret, Paris, dalam sebuah surat kepada J.A.).  Patriotisme, nasionalisme dan dedikasi kepada “…late collaborator…” (Gautheret, pers com), teman dan rekan sebangsa bukan merupakan alasan yang benar untuk mengaabaikan fakta sejarah dan gaya Orwell (i.e., 1984) dalam membuat sejarah.  Orang yang sebenarnya tidak menyadari sejarah kultur jaringan adalah Gautheret.
Penyakit tanaman dan ujung  tunas (shoot tip)
Konsep bahwa ujung batang (stem tips), potongan akar, dan bahkan daun dapat digunakan untuk menghasilkan klon tanaman hortikultur telah berumur lebih dari 60 tahun (lihat Krikorian 1982; North 1953 untuk pustaka).  Semasa Perang Dunia ke II, Arthur W. Dimock (1908-1972) menerbitkan sebuah metode untuk menghasilkan klon tanaman krisan yang bebas Verticillium menggunakan potongan ujung batang yang diambil sepanjang 4-6 inchi (ca. 10-15 cm) yang menunjukkan sifat bebas penyakit (Dimock 1943a, b).  Metode ini kemudian diperbaiki dan digunakan untuk membebaskan tanaman dari penyakit lain (Brierly 1952; Dimock 1951b).  Metode tersebut juga digunakan untuk menghasilkan krisan yang bebas penyakit (Dimock 1943a, b, 1951b; Forsberg 1950; Andreasen 1951; Guba 1952, Helmers 1955; Thammen et al. 1956).  Bahkan adalah mungkin untuk mengatakan bahwa mereka-mereka yang menemukan metode tersebut adalah orang-orang yang menggunakan istilah “kultur” (Forsberg 1950) dan “mengkulturkan” (Dimock 1951a,; Guba 1952) dalam hubungan menghasilkan tumbuhan yang bebas penyakit.
Observasi bahwa ujung akar dari akar yang terinfeksi virus dapat dibebaskan dari virus telah dilakukan 75 tahun yang lalu (White 1934a, b, 1943).  Sebelumnya, virus atau “ketidak normalan” tidak kelihatan pada ujung batang tembakau, tomat dan Solanun nodiflorum (Sheffiel 1933, 1942; Clinch 1932).  Virus bercak layu (spotted wilt virus) dihilangkan dari Dahlia dengan menggunakan stek ujung batang (stem tip cutting) (Holmes 1948a, b, 1955).  Metode ini juga digunakan untuk menghilangkan bercak daun pada ubi jalar, Ipomea batatas, yang dihubungkan dengan penyakit pada pembuluh tanaman ini, (Holmes 1956a)  sebagaima dengan virus aspermy (Holmes 1956b) dan berbagai virus lain (Brierly dan Olson 1956) pada krisan.
Eliminasi penyakit bercak layu pada Dahlia (Holmes 1948a, b) menggunakan stek ujung batang meninggalkan sedikit atau tidak ada keraguan bahwa meristem pucuk (apical) adalah bebas virus.  Konfirmasi dari hal tersebut diperoleh dari hasil penelitian dengan tembakau yang diinfeksi oleh TMV (Tobacco Mozaic Virus), varietas Samsun (Limasset dan Cornuet 1949)
Gambar. 82-83 Virologis tumbuhan.82 Pierre Limasset 83 Pierre Cornuet. (Catatan: gambar tersebut diatas dimasukkan setelah proses editing terakhir pada artikel dan dimasukkan disini walaupun kualitas fotonya kurang bagus karena hanya itulah foto yang bisa ditemukan.
Temuan tersebut tidak konsisten dengan informasi yang ada sekarang bahwa apical meristem tidak selalu bebas virus.  Ketidak konsistenan ini adalah sebab mengapa sulit membebaskan banyak klon dan kultivar dari virus (Kassanis 1967).  Juga, bahkan jika apical meristem adalah bebas virus adalah tidak selalu mungkin mendapatkan tumbuhan yang bebas patogen.  Dan sebenarnya “dalam industri anggrek…Sebelum ‘mericloning’ virus anggrek merupakan masalah kecil…Akan tetapi sekarang menjadi umum, tersebar luas dan memakan biaya” (Langhans et al. 1977) karena kultur yang sembarangan menyebar dibanding mencegah atau menghilangkan virus (Tousaint et al. 1984).
Infeksi virus pada jenis kentang tertentu dan kultivar Dahlia merupakan masalah yang dihadapi bidang hortikultur di Prancis ca. 1950 (Lecoufle 1974a, b).  Kultur ujung batang menyediakan suatu metode untuk membebaskan tumbuhan tersebut dari virus dengan pandangan apa yang telah diketahui tentang Dahlia (Holmes 1948a, b) dan tembakau (Limasset dan Cornuet 1949).  Pierre Limasset (1911-1988; Gambar. 82) dan Pierre Cornuet (b. 1925; Gambar. 83) “menyarankan kepada koleganya Georges Morel dan Claude Martin untuk mengkulturkan meristem pucuk dari tanaman yang terinfeksi virus” (Gautheret 1983, 1985).  Morel dan Martin  mengikuti sarannya.  Usaha mereka berhasil dan dahlia bebas virus (Morel dan Martin 1955a, b; Morel dan Muller 1964; Gautheret 1983, 1985) merupakan tanaman yang dihasilkan dari tanaman yang terinfeksi.
“George Morel merupakan penanam anggrek amatir [yang ] memiliki Cymbidium Alexaderi ‘Westonbirt’…Cymbidium yang paling terkenal segala waktu  di  green housenya, yang sedihnya terinfeksi oleh Cymbidium mosaic virus” (Vacherot 2000).  Sukses dengan dahlia, kentang dan tumbuhan lain (Morel dan Martin 1955b; Morel 1964a, b) membawa Morel “[untuk] mengaplikasikan teknik yang sama seperti yang digunakan untuk kentang terhadap Cymbidium [dan] menghasilkan protocorm [sic]” (Morel 1960; Vacherot 2000; Gambar. 60B) dan kemudian satu tanaman (Gambar. 60C).  Sebagaimana diindikasikan diatas, upaya ini diberi penghargaan dalam berbagai kuliah dan publikasi.  Satu katalog menyatakan bahwa “satu hal yang indah terjadi pada anggrek ketika mereka mengoperasinya pada kentang yang sakit [karena] Dr. Georges Morel, ahli botani Prancis yang terkenal, menemukan bahwa proses meristem anggrek ketika dia sedang memikirkan bagaimana cara untuk mencegah virus pada kentang” (Orchids Orlando 1968).  Kurang lebih sama nadanya, tetapi juga ungkapan dan pujian yang kurang akurat literatur ilmiah, hortikultur dan majalah hobby (contohnya adalah: Bertsch 1966, 1967; Marston dan Vourairai 1967; Vacherot 1966, 1977; Boriss dan Hiibel 1968; Vanseveren dan Freson 1969; Hahn 1970; Kukulczanka dan Sarosiek 1971; Lecoufle 1971; Lucke 1974; Allenberg 1976; Champagnat 1977; Rao 1977; Loo 1978; Murashige 1978; Goh 1983; Hetherington 1992).  Versi sejarah yang benar adalah jarang (arditti 1977a, b, 2001; Haas-von Schmude et al. 1995;Arditti dan Krikorian 1996; Easton 2001; Yam dan Arditti 2007; Arditti 2008).  Akurasi dikorbankan dengan seketika dibawah tekanan editor (Arditti dan Arditti 1985; Lucke 1994; Dr. Norbert Haas-von Schmude, Wettenberg, Jerman, pers com) atau dalam usaha untuk menjaga kepentingan tertentu dan pandangannya (Arditti dan Ernst 1993a)
Kultur aseptik yang ketiga dari eksplan anggrek
The secret of originality is hiding your sources
Banyak artikel tentang mikro propagasi bermula dengan kutipan atau setidaknya menyebutkan artikel Morel tentang kultur pucuk Cymbidium (Morel 1960).  Pernyataan bahwa “aplikasi pertama [dari mikro propagasi] yang berhubungan dengan perbanyakan anggrek (Morel 1960)” ditemukan dari catatan sejarah oleh salah seorang penemu kultur jaringan (Gautheret 1983, 1985).  Review tersebut sangat berpengaruh karena dibaca secara luas dan dikutip atau diulang dalam penerbitan lanjutan.  Sebagai hasilnya, sebuah legenda menjadi mendunia (walaupun tidak benar).  Ketika hal ini terjadi, kekuatan yang menentang pengetahuan yang berusaha mempertahankan status quo dan juga mempertahankan legenda (Gaffron 1969, 1985; Arditti 2004).
Mempertanyakan pandangan umum dapat membawa kepada interaksi yang kurang menyenangkan (Arditti 1085; Torey 1985a, b).  Tuntutan untuk merevisi dokumen menjadi syarat untuk publikasi (Arditti dan Arditti 1985; Lucke 1994). Akan tetapi, catatan sejarah yang ada diperiksa ulang kembali secara kritis dan fakta-fakta ditempatkan pada perspektif yang akurat (Arditti dan Krikorian 1996).  Hasil review (Arditti dan Krikorian 1996) adalah salah satu sumber utama yang digunakan untuk penulisan bab sejarah pada edisi kedua buku tentang mikro propagasi anggrek (Arditti 2008) sebagaimana tulisan yang ada sekarang dan 2 tulisan yang sebelumnya (Arditti 2004; Yam dan Arditti 2007).  Malangnya, menyampaikan catatan sejarah yang akurat dapat menciptakan kesan yang tidak akurat juga karena [mengutip dari seorang ahli fisika Ernst Mach (1838-1916) sebagaimana dikutip oleh ahli fisiologi tumbuhan Hans Gaffron tahun 1969; adalah hampir tak mungkin untuk menyampaikan kebenaran secara kuat tanpa menimbulkan ketidakadilan bagi orang lain”].  Hal tersebut cukup nyata terjadi karena ketidak akuratan sangat besar terjadi di dalam literatur anggrek.
Georges Morel (1916-1973; Gambar. 60), masuk di ‘l Institut de Chemie di Paris dimana dia belajar pertanian dan patologi tumbuhan.  Setelah itu dia bergabung dengan L’Institut National de la Recherce Agronomique (INRA), Institut Penelitian Pertanian Prancis (Gautheret 1977), dimana dia menjadi sangat berpengaruh (Vacherot 2000) dan “chef de travaux” tahun 1941.  Tahun 1943, Morel bergabung dengan Laboratorium Gautheret (Lecoufle 1974a, b) dan bekerja disana untuk mengambil gelar doktornya.  Disamping banyak kesulitan yang disebabkan oleh pendudukan NAZI (Paris dibebaskan tahun 1944), Morel berhasil dalam penelitiannya.
Morel menerima gelar doktornya tahun 1948, dan berangkat ke Amerika pada tahun yang sama dan bekerja sampai tahun 1951 dengan Professor W. Wetmore (1892-1989; Gambar. 81) di laboratorium Biologi Universitas Harvard.  Mereka bekerja pada kultur jaringan tanaman monokotil (Morel dan Wetmore 1951b). Setelah kembali ke Paris, Morel ditunjuk sebagai Maitre de recherches (tahun 1951 atau 1952) dan tahun 1956 sebagai Direktur Pusat  Riset Fisiologi Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Agronomi Nasional, Kementrian Pertanian (Lecoufle 1974a, b).
Selain mendapatkan ketenaran dalam dunia anggrek, laporan Morel tentang Kultur Shoot tip dari Cymbidium (Morel 1960) kurang lebih sebagai berita dari pada sebuah laporan penelitian.  Laporan tersebut kurang dari segi detil, berupa garis besar dan menyatakan bahwa eksplannya ditanam dalam media yang tidak ada, yang dia sebut “Knudson III.”  Kesimpulan Morel adalah “bahwa relatif mudah untuk membebaskan Cymbidium dari virus mozaik…setiap kuncup akan menghasilkan beberapa tanaman sehingga stock/jumlah varian anggrek yang jarang dan mahal dapat bertambah…[dan] percobaan serupa sedang dijalankan untuk…Cattleya, Odontoglossum, dan Miltonia, yang terkontaminasi oleh virus yang berbeda” (Morel 1960).  Kontribusi yang utama adalah mengenalkan istilah baru dalam dunia istilah anggrek yaitu, “protocorm-like body” (PLB) untuk menggambarkan “semacam pembengkakan tuber yang mirip seperti [sebuah] protocorm”, (Gambar. 80B) yang dihasilkan dari kultur eksplan pucuk Cymbidium (untuk sejarah istilah “protocorm”, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996, Arditti 2008).
Mungkin akan sulit bagi orang lain untuk mengulangi pekerjaan Morel karena kurang cukup detilnya.  Untuk merekonstruksi prosedurnya dan medium atau media yang digunakan Morel adalah perlu untuk mempelajari dengan teliti hasil kerja Morel sebelumnya termasuk laporan yang agak kurang jelas tentang kentang (Morel dan Martin 1955a) dan yang kurang sedikit terkenal “parasites obligatoires et de tissus vegetaux” (Morel 1948) dan juga 2 laporan yang tidak mudah ditemukan oleh pengarang Belanda, satu mengenai Iris (Baruch dan Quak 1966) dan satu lagi tentang kentang (Quak 1961).  Sebagai tambahan, mungkin penting untuk mengasumsikan bahwa laporan tentang kentang dan Iris adalah relevan.  Akan tetapi mengapa mangaggapnya relevan?  Bahkan jika peneliti anggreknya dapat menemukan komposisi media kentang dan Iris, tidak ada indikasi bahwa media tersebut sesuai untuk anggrek.  Bahkan, kenyatannya media kentang sangat berbeda jauh dengan yang digunakan untuk anggrek oleh Morel.  Dan pengusaha anggrek dan penggemar anggrek tidak dapat diharapkan untuk sampai pada pencarian pustaka seperti ini.
Dan yang menarik, Vacherot dan Lecoufle (V&L) ‘La Tuilarie’, Boissy-Saint Leger (Seine-et-Oise), sebuah perusahaan anggrek Prancis telah memiliki informasi yang cukup untuk memulai mikro propagasi komersil dari  anggrek yang “jarang dan mahal” sebelum ada perusahaan lain.  Mereka bergerak cukup cepat untuk mengklon  anggrek Vuylstekeara Rutiland ‘Colombia” yang mekar di bulan Desember 1965 (Vacherot 1966; Lecoufle 1967), akan tetapi laporan terakhir menyatakan bahwa tumbuhan pertama yang mereka kulturkan adalah “beberapa [dari] Cymbidium terbaik mereka” (Vacherot 2000).
Sebuah laporan bahwa “…di ‘La Tuilerie’ meriklon kami yang berbunga pertama kali [adalah]…Vuylstekeara Rutiland ‘Colombia’…pada bulan Desember 1965…”(Lecoufle 1967) menyarankan bahwa “merikloning” mulai di V&L sebelum atau kira-kira bersamaan waktunya dengan Laporan penelitian Morel diterbitkan karena”…akan membutuhkan waktu yang sama lamanya untuk menanam tanaman dari  jaringan meristem dengan dari biji hibrid” (Scully 1964). 
Meriklon mungkin  telah dimulai awal 1956, yang kelihatannya seperti penundaan penerbitan Morel tahun 1960 dan laporan berikutnya (Morel 1963, 1964a, b, 1965a, b, 1970, 1971a, b, c, 1974; untuk detil sejarah yang lebih lengkap dan diskusi dan spekulasi tentang alasan penundaan penerbitan dan kurangnya detil, lihat Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Kurangnya kutipan pustaka dalam laporan penelitian Morel perlu dipertimbangkan.  Loo dan Ball (yang tekniknya dia gunakan), Limasset (Gambar. 82) dan Cornuet (lihat Gambar. 83; yang menyarankan penggunaan kultur pucuk), Rotor (peneliti pertama yang mengklon anggrek secara in vitro), Thomale dan Mayer (yang pertama mengkulturkan shoot tip), dan bebrapa yang lain tidak dikutip.  Hal ini tidak sejalan dengan metode yang standar oleh ilmuwan.  Dua orang pengunjung ke Laboratorium Morel pada pertengahan tahun 1960an (seorang mahasiswa dan yang lain peneliti yang sedang studi banding) menyarankan untuk berdiskusi dengan salah satau dari kami (J.A.) kurang lebih 25 tahun yang lalu bahwa
·         Kurangnya kutipan pustaka bukanlah hal yang aneh diantara peneliti Prancis, akan tetapi kami telah melihat dan membaca banyak hasil penelitian oleh ilmuawan Prancis dengan daftar pustaka yang banyak
·         Morel tidak banyak menghabiskan waktunya di Perpustakaan, akan tetapi dia jelas tahu akan pekerjaan Thomale (Gambar. 80), dan banyak laporan darti laboratoriumnya yang memiliki daftar pustaka yang cukup detil (sebagai contoh kami mengutip, i.e. Morel 1948, 1950, 1963, 1964a,b, 1970, 1971a, b, 1974; Morel dan Wetmore 1951a, b; Morel dan Martin 1952, 1955a, b; Morel dan Muller 1964; Champagnat et al. 1966, Champagnat et al. 1968; Champagnat dan Morel 1969, 1972; Champagnat et al. 1970; demikian juga dari mitranya, Champagnat 1965, 1971, 1977).  Dia juga memberikan komentar pada salah satu laporan kami (Churchill et al. 1971a, b) sesaat setelah diterbitkan, sebuah fakta yang mengindikasikan bahwa dia membaca literatur tersebut.
Ketika ditanya oleh salah satu dari kami (J.A.) setelah sebuah kuliah yang dia berikan pada World Orchid Conference di Sydney tahun 1969 mengenai kontribusi Ball pada pekerjaannya, jawaban Morel adalah kurang enak “Ah, Ball.” Balasan yang bukan jawaban ini dan sugesti dari seseorang yang mengenalnya bahwa Morel menyukai keutamaannya mengatakan bahwa dia tidak mengutip apa yang seharusnya dia kutip dalam sebuah usaha untuk mengklaim penemuan tersebut untuk dirinya sendiri.  Ada juga pandangan lain.  Morel dikatakan Professor John Torrey dari Harvard University sebagai (1)…salah seorang perintis dalam studi kultur meristem dan juga yang memulai manfaat praktisnya dalam perbanyakan tanaman bebas virus…tertarik dalam pertukaran informasi pengetahuan dan penemuan [yang]’tidak mengambil paten karena saya merasa bahwa seorang ilmuwan seharusnya tidak melakukannya…’” (Torrey 1985b), dan (2) orang yang sangat baik dan sederhana.
Innovators
“Good artist copy; great artist steal”
Pablo Picasso
Dalam pandangan banyak orang, hasil kerja Morel sangat orisisinil dan sangat inovatif, tetapi analisis secara imparsial terhadap fakta-fakta sejarah membawa pada kesimpulan yang berbeda.  Tidak satupun hasil kerja Morel tentang kentang, dahlia dan anggrek bersifat orisinil.  Media untuk kultur jaringan secara umum dan ujung batang anggrek secara khusus telah diformulasikan (Knop 1884; Loo 1945a, b, c; Knudson 1946a, b; Rotor 1949; Mayer 1956, Thomale 1956, 1957) sebelum Morel merancang medianya sendiri dengan memodifikasi media yang sudah ada.  Sejumlah eksplan (tunas, ruas dan shoot tip) dari beberapa tumbuhan monokotil (Robbins 1922a, b; Segelitz 1938; Kikuta dan Paris 1941) dan anggrek secara khusus (Rotor 1949; Thomale 1956, 1957) telah dikulturkan sebelum morel melakukannya (Morel dan Wetmore 1951a).  Beberapa metodenya telah diterbitkan sebelum metode yang dia gunakan dipublikasikan.  Tumbuhan telah dibebaskan dari infeksi virus melalui kultur shoot tip atau rooting sebelum Morel dengan kentang, dahlia, dan anggrek.  Dan pekerjaan Morel pada kentang dan dahlia juga berdasarkan saran dari orang lain, yaitu P. Limasset dan P. Cornuet (Gautheret 1983, p. 402, 1985, p. 42)
Hasil kerja George Morel yang pertama yang dikenal orang adalah produksi protocorm-like bodies (PLB) yang dapat di subkultur.  Hal ini membuat mikro-(perbanyakan klonal massal) dengan anggrek menjadi mungkin.  Morel mencapai ini dengan secara pintar menggabungkannya dalam satu applikasi baru yang berguna.  Pencapaiannya yang kedua adalah publikasi yang dibutuhkan.  Morel mendapat penghargaan untuk secara cerdas mengaplikasikan metode yang ada dan informasi menjadi sebuah teknologi baru.  Akan tetapi, dia seharusnya tidak diberikan penghargaan yang biasa diberikan pada individu yang menyampaikan ide baru, mendapatkan penemuan dasar, dan menghasilkan prinsip-prinsip baru (Easton 2001; Arditti 2001, 2004, 2008; Yam dan Arditti 2007).
Roger Gautheret, salah satu peneliti kultur jaringan awal, menulis bahwa “Ball adalah Bapak dari Metode mikro propagasi yang sebenarnya” (Gautheret 1985, pp. 16-17), akan tetapi argumentasi yang sama dapat juga dibuat tentang La Rue dan Loo (La Rue 1936; Loo 1945a, b, 1946a, b, c; Ball 1946).  Adalah mungkin bahwa Gautheret menghargai Ball karena dia mendemonstrasikan bahwa adalah mungkin untuk mengkulturkan ujung batang secra in vitro.  Akan tetapi LaRue dan Loo melakukan hal yang sama tanpa mendapat penghargaan dari Gautheret.  Ball (yang bekerja sama dengan kami dalam masa kerjanya di UCI) mungkin tidak mengapresiasi implikasi praktis dari hasil kerjanya, atau jika dia menyadarinya, dia tidak menyampaikannya dalam bentuk publikasi (Ball 1950).  Hal yang sama juga berlaku untuk yang lain (La Rue 1936; Loo 1945a, b, 1946c; Krikorian 1982; Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Penghargaan
Ball, La Rue dan Loo tertarik dalam ilmu dasar tentangpertumbuhan dan perkembangan meristem.  Oleh karena itu, mereka bukan lah seperti “bapak” dari mikro propagasi, lebih dekat sebagai “paman”.  Morel juga bukan sebagai “bapak” karena Gavino Rotor Jr. merupakan orang yang pertama kalimemperbanyak anggrek secara klonal, atau tumbuhan lain secara in vitro. 
Hans Thomale adalah orang yang pertama kali mengkulturkan eksplan shoot tip (tunas ujung batang) dan menarik perhatian terhadap potensi mikro propagasi dari kultur tersebut.  Dan orang yang pertama menerbitkan laporan yang detil dari shoot tip kultur dalam format kaporan yang scientific adalah Professor Donald Wimber (1930-1977) dari Universitas Oregon (Wimber 1963, 1965)
Laporan pertama yang diterbitkan  tentang metode kultur jaringan dari eksplan steril dari ujung batang   (shoot tip)  anggrek.
Perusahaan Anggrek Dos Pueblos (DP) di Goleta (dekat Santa Barbara), California dimiliki oleh seorang pengusaha minyak bernama Samuel Mosher (1893-1970; Gambar. 84).  Fasilitas tersebut digambarkan waktu itu sebagai “fasilitas terbesar di dunia untuk pemuliaan dan pertanaman anggrek Cymbidium” (Anonymus, n.d).  Sebuah laboratorium modern yang lengkap peralatannya merupakan bagian dari fasilitas DP.  Seorang ahli sitogenetika bernama Dr. Donald E. Wimber (1930-1997; Gambar. 85) bekerja dan mendalami kromosom dan perkecambahan biji.  Observasi dari bibit dan tumbuhan muda membawa Wimber kepada kultur jaringan. Usahanya yang pertama mendahului Thomale dan Morel, tetapi tidak pernah di publikasikan.  Hak tersebut melibatkan produksi PLB dari daun muda dan irisan melintang dari shoot aksis dari Cymbidium lowianum yang dikulturkan pada media Vacin dan Went (surat bertanggal 13 Desember 1976 kepada J.A.).  Bagian daripada PLB ini menghasilkan shoot ketika ditanam pada media agar.
Mosher dan manager DP, Kermit Hernlund, tidak terkesan dikarenakan pertumbuhan yang lambat dari jaringan tersebut.  Wimber mengapresiasi metode baru dalam produksi planlet tersebut: “Saya tahu bahwa saya memiliki sesuatu, akan tetapi agak takut bahwa semacam perubahan kromosom terjadi sehingga reproduksi yang sama dengan tetuanya tidak sama terjadi”.  Maka, jika saja sang ahli sitogenetik pada Wimber sedikit lebih persuasif maka sang propagator mungkin bisa menjadi orang yang mendapat penghargaan dengan penemuan perbanyakan klonal, massal dan cepat dari anggrek” (Arditti 2008).
Wimber menerbitkan laporan pertamanya tentang perbanyakan klonal Cymbidium tahun 1963 (Wimber 1963).  Seperti laporan Morel yang pertama tentang kultur shoot tip dari Cymbidium, laporan tersebut juga dipublikasikan dalam American Orchid Society Bulletin.  Akan tetapi laporannya sangat berbeda dengan laporan Morel.  Tidak seperti Morel, Wimber menulis laporan penelitian yang mencakup semua informasi untuk siapa saja yang ingin mengulangi pekerjaan tersebut.  Laporan  lanjutan dibuat untuk melengkapi prosedur awal (Wimber 1965).  Wimber juga menarik perhatian terhadap kemungkinan perbanyakan yang terdapat pada kultur shoot tip.  Hal tersebut diluar kenyataan bahwa dia mengembangkan metodenya ketika bekerja pada kepentingan perusahaan dimana perusahaan berhak menyimpan detilnya secara rahasia.  Siapa saja dengan latihan yang cukup dapat secara mudah mengulangi pekerjaan Wimber setelah membaca laporannya.  Karena Wimber adalah ilmuwan sejati (bahkan tanpa adanya peer review) terhadap laporannya (Wimber 1963), daripada  dengan berita ringkas yang kurang detil pada bulletin (Morel 1960), maka adalah masuk akal mengatakan bahwa Prof. Donald Wimber adalah orang yang pertama sekali menerbitkan propagasi anggrek dengan menggunakan kultur shoot tip (ujung batang).
Siapakah para pioneer?
Dr. Gavino Rotor dengan penemuannya pada tahun 1949 dapat dilacak sampai kepada Prof. Lewis Knudson melalui pengajarannya dan media Knudson C.  Pendekatannya tidak didasarkan pada pekerjaan sebelumnya yang mirip dan karenanya sangat orisinil.  Disisi lain, dia tidak memotong eksplannya (i.e., dia tidak membuang tunas dari tangkai bunga) dan hanya mendapatkan satu tanaman per eksplan.  Juga metode yang digunakan menggunakan media yang paling sederhana.
Secara kronologis, penemu yang ketiga adalah Dr. Donald Wimber, menjadi sumber ide kultur shoot tip sebagai hasil penelitiannya sendiri pada protocorm anggrek dan bibit.  Dia dekat dengan Rotor dalam segi keaslian ide karena pekerjaannya didasarkan pada observasi yang dia buat sendiri.  Metodenya melibatkan eksplan (i.e., irisan ujung batang) dan menghasilkan planlet yang banyak.
Hans Thomale (secara kronologis adalah penemu kedua) dan Georges Morel (penemu yang ke empat dan yang terakhir) dapat dilacak ke Haberlandt, Loo, dan Ball.  Seorang praktisi hortikultur.  Thomale mengembangkan metodenya setelah membaca artikel Dr. L. Mayer.  Prosedur Morel memiliki beberapa sumber: (1) Penelitian Ball dan Loo, (2) Media Knudson dan Knop, dan (3) saran dari Limasset dan Cornuet.  Dikarenakan didasarkan pada pekerjaan sebelumnya, dengan cara yang sama hanya berbeda tumbuhannya, Metode Thomale dan Morel adalah yang paling kurang orisinil.
Gambar. 84-91 Penanam anggrek dan ilmuwan tumbuhan. 84 Samuel Mosher (1893-1970).       85 Donald E. Wimber (1930-1997) dan salah satu kulturnya. 86 James F. Bonner (1910-1996).  87 Robert Ernst (b.1916). 88 Fredrick C. Steward sendiri (a) dan dengan Russel C. Mott dan sebuah tanaman Cymbidium yang ditumbuhkan dari sebuah sel (b). 89 Marion O. Mapes (1913-1981). 90 Kathryn Mears. 91 Yoneo Sagawa
Metode Rotor digunakan secara sporadis untuk sementara.    Hal tersebut tidak terlalu berhasil atau praktis dan akhirnya diabaikan dan dilupakan.  Metode Thomale nampaknya tidak pernah digunakan.  Metode Wimber dan Morel adalah yang paling praktis berguna (segera setelah publikasinya)
Rotor dan Thomale tidak pernah menerima penghargaan untuk penemuan mereka.  Hasil penelitian mereka jarang disebutkan dalam literatur.  Wimber mendapatkan penghargaan jauh lebih kecil dari yang seharusnya. Morel mendapatkan penghargaan yang lebih, ketenaran, dan materi yang lebih dari yang seharusnya.
Rotor mengindikasikan dalam surat menyurat pribadi (kepada J.A.) bahwa kurangnya pengakuan tidak terlalu mengganggunya.  Thomale dan Mayer menyampaikan terima kasih (juga dalam surat) ketika kontribusi mereka dibuat menjadi kelihatan.  Wimber tidak merasa terganggu (dalam satu diskusi dengan J.A) dengan kurangnya penghargaan.  Melihat usaha Morel dalam mengejar ketenaran, adalah dapat dikatakan bahwa dia senang dengan ke terkenalannya (untuk detil tambahan, lihat Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Kutipan langsung berikut (Arditti 2008) adalah salah satu pandangan tentang alokasi penghargaan untuk penemuan mikro propagasi:
1.      “Dr. Gavino Rotor Jr. untuk mengembangkan metode perbanyakan klonal kultur jaringan (atau in vitro) pada anggrek atau tumbuhan lain meskipun dia tidak menggunakan eksplan sebagai mana istilah yang dgunakan sekarang.  Departemen Hortikultur Universitas Cornell dalam websitenya melaporkan bahwa dia meninggal pada up date tanggal 12 April 2002.
2.      Hans Thomale untuk metode perbanyakan klonal anggrek yang melibatkan tunas atau ujung eksplan, dan (2) yang memberi saran yang jelas bahwa kultur jaringan memiliki potensi digunakan untuk perbanyakan klonal secara massal.
3.      Prof. Donal W. Wimber untuk menjadi orang yang pertama sekali menerbitkan laporan yang detil dan metode yang dapat diulangi (reproducible) pada perbanyakan anggrek melalui kultur eksplan shoot tip
4.      Dr. Georges Morel untuk: (1) menyarankan (setelah diberi masukan oleh Limasset dan Cornuet) atas kemungkinan bahwa kultur shoot tip dapat digunakan untuk membebaskan anggrek dari virus, (2) membangkitkan publikasi yang berarti untuk perbanyakan klonal dan massal melalui kultur jaringan, (3) menarik perhatian penanam anggrek komersil untuk menggunakan metode tersebut, (4) menetapkan istilah “protocorm-like body”
5.      Perusahaan Vacherot dan Lecoufle untuk penggunaan komersil pertama pada kultur shoot tip untuk perbanyakan massal dan klonal (dengan atau tanpa masukan dari Dr. Georges Morel dan/atau Dr. Walter Bertsch).
Kultur Akar
Professor Lewis knudson yang bekerja pada tannic acid (Knudson 1913a, 1913b), sebelum menjadi tertarik pada gula (Knudson 1915, 1916), menggunakan kultur akar aseptik untuk meneliti sekresi enzim dan metabolisme karbohidrat (Knudson 1917; Krikorian dan Berquam 1969; Krikorian 1975, 1982; Arditti 1990).  Dia juga mempelajari sel tudung akar dan mendemonstrasikan bahwa sel tudung akar gugur ketika masih hidup dan dapat dipertahankan hidup selama bebrapa minggu dalam kultur.  Akan tetapi, sel-selnya tidak membelah dan mati (Knudson 1919; Gautheret 1985) mungkin disebabkan faktor alamiah dan karena auksin dan sitokinin belum ditemukan dan digunakan oleh Knudson.  Kultur akarnya dan penelitian tentang metabolisme karbohidrat menyebabkan Knudson membaca literatur tentang perkecambahan biji anggrek.  Hal ini membawanya pada biji anggrek dan penemuan metode perkecambahan asimbiotik biji anggrek (Knudson 1921, 1922a, b)
W. J. Robbins (1890-1979) menjalani langkah yang berbeda.  Tujuannya adalah menguji hipotesa yang diusulkan oleh Jaques Loeb tahun 1917 bahwa hormon yang diproduksi oleh akar memiliki efek pada bintil daun dari Bryophyllum (Krikorian dan Berquam 1969).  Untuk melaksanakan pengujiannya dia memutuskan untuk membandingkan pertumbuhan irisan ujung akar dalam larutan gula larutan garam tanpa gula (Loeb 1917; Krikorian dan Berquam 1969).  Dia berpikiran bahwa pertumbuhan dalam media yang mengandung gula “…akan menunjukkan bahwa gula adalah ‘hormon’ yang dihasilkan oleh daun dan dibutuhkan untuk pertumbuhan akar pada bintil daun” (Robbins 1957, dikutip oleh Krikorian dan Berquam 1969).  Setelah itu dia mengembangkan suatu metode untuk kultur jangka panjang akar jagung (Robbins 1922a, b; Krikorian dan Berquam 1969; Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1983, 1985).
Pada waktu yang sama, W. Kotte (1893-1970), dan pada satu waktu direktur Pfanzenschhutzamtes di Freiburg dan juga bekerja di laboratorium Haberlandt, berhasil mengkulturkan eksplan ujung akar dari jagung dan kacang pada media modifikasi Knop yang terdiri dari beberapa jenis glukosa, alanin, asparagine dan ekstrak daging dari Justus Liebig (Kotte 1922a, b; Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1983, 1985).  Dia ingin mempelajari pertumbuhan jaringan meristem karena “…jaringan meristem yang diisolasi belum ada yang dikulturkan “ (Kotte 1922a, diterjemahkan oleh Krikorian dan Berquam 1969).
Beberapa peneliti lain berusaha mengkulturkan ujung akar akan tetapi hanya mendapatkan pertumbuhan yang terbatas.  P. R. White adalah orang yang pertama berhasil dengan “pertumbuhan kultur ujung akar tomat yang “tidak terbatas” tahun 1934 (White 1934a).  Dia di dukung oleh penerima Nobel Wendell Stanley Sr. yang membutuhkan sebuah sistem study untuk pertumbuhan dan penggandaan virus pada tumbuhan.  Tiga tahun kemudian, James F. Bonner (1910-1996; Gambar. 86) dan Robbins dan White mendemonstrasikan (secara terpisah dan independen) akan pentingnya thiamin dan atau komponennya thiazole dan pyrimidine dalam kultur akar (Bonner 1937; Robbins dan Bartley 1937; White 1937; Gautheret 1985).  Sebuah keterangan tambahan pada laporan ini berasal dari Frank B. Salisbury dalam sebuah biografy tentang James Bonner dikutip disini secara penuh: “Philip White telah mengkulturkan akar melalui bebrapa ulangan transfer dengan menambahkan ekstrak ragi kepada sebuah media yang mengandung mineral esensial dan sukrosa sebagai sumber energi.  James berusaha mengetahui apa yang ada pada ekstrak ragi yang dapat membantu pertumbuhan irisan akar tomat.  Dia mendapatkan beberapa vitamin B1 (Thiamin), yang baru saja disintesa, dan membuat akar kacang tanah tumbuh dengan baik, walaupun pertumbuhan melambat setelah transfer ke enam sampai ke delapan.  James sangat gembira dengan penemuannya ini, dan menulis surat kepada Philip White untuk ‘memberi tahu kabar gembira ini’ White tidak pernah membalas, akan tetapi dia melaksanakan eksperimen serupa dengan segera dalam Proceeding of the National Academy of Sciences.  Tulisan James ditulis pertama kali, akan tetapi hanya muncul kemudian dalam Science, dengan artikel yang lebih panjang dalam American Journal of Botany.  Kesimpulan James: ‘Hati-hati bagaimana anda menyampaikan kabar gembira’ “(http://www.nap.edu/readingroom/book/biomems/ibonner pdf).
Satu intrik tambahan yang berhubungan dengan hasil pekerjaan ini adalah tuduhan bahwa teknisi Bonner mengarang hasilnya dan berhenti setelah laporannya diterbitkan.    Dia bekerja pada sebuah perusahaan yang menjual sediaan vitamin B1 untuk hortikultur dan pekebun menggunakan laporan penelitian Bonner sebagai bukti bahwa vitamin B1 mempercepat pertumbuhan.  Ketika ditanya tentang itu, Bonner menggunakan alasan humoris untuk tidak menjawab (salah satu dari kami J.A., mengenal Bonner).  Banyak peneliti selanjutnya mempelajari kultur akar:  H. E. Street adalah yang paling utama diantaranya (Street 1973, 1977, 1979; Krikorian 1982; Gautheret 1983, 1985).
Penemuan yang mirip dengan penemuan Bonner pada akar tomat dibuat pada eksperimen dengan bibit Cymbidium  di California Institure of Technology (dimana Bonner menghabiskan seluruh karir ilmiahnya) oleh seorang mahasiswa pada Laboratorium Prof. Frits W. Went, sang penemu auxin.  Data-data mentah belum diolah selama bertahun-tahun dalam sebuah buku , hingga Went mengunjungi Universitas California, Irvine, dan memberi tahu (J.A.) tentang penelitian tersebut.  Hasil dari perbincangan tersebut, dia  (Went) mengirim buku catatan tersebut kepada J.A. un ditambahkan utuk menginterpretasikan datanya dan menulis sebuah artikel berdasarkan catatan tersebut (Hijner dan Arditti 1973).  Went menolak dimasukkan sebagi co author diakibatkan kebijakannya sendiri yang  tidak mau namanya ditambahkan pada karya tulis mahasiswanya.  Akan tetapi dia berkeras agar J.A masuk sebagai co author.
Laporan pertama bahwa akar anggrek dapat dikulturkan lebih merupakan sekedar teori daripada penemuan dari sebuah hasil penelitian (Beechey 1970).  Kami memulai sebuah penelitian yang melibatkan kultur ujung akar Epidendrum dan pada saat yang sama.  Mary Ellen Farrar (kemudian Churchill), seorang mahasiswa, memodifikasi sebuah medium yang sebelumnya digunakan untuk kultur ujung akar gandum (Ojima dan Fujiwara 1962) untuk menumbuhkan akar tersebut.  Akar tersebut memanjang, menjadi lebih kurus, tetap hidup untuk waktu yang lama, akan tetapi kehilangan klorofil setelah 2 tahun (Churchill et al. 1972).  Akar Phalaenopsis, yang kadang-kadang menghasilkan planlet secara spontan di alam (Anonymus 1885; Reichenbach Fil 1885; Fowlie 1987) membuktikan sulit untuk dikulturkan pada awalnya, akan tetapi pada akhirnya tumbuh (Tanaka et al. 1976).  Akar dari Neottia nidus-avis (Champagnat 1971) dan anggrek lain (untuk review, lihat Churchill et al. 1973) yang juga menghasilkan tunas dan/atau planlets di alam, tampaknya belum dikulturkan.  Ujung rhizome dan akar berbagai macam anggrek telah dikulturkan selama 20 tahun terakhir (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan selama 20 tahun terakhir dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Kultur Daun
Sejumlah usaha awal untuk mengkulturkan sel tumbuhan dan jaringan oleh Haberlandt dan yang lain dibuat dengan menggunakan eksplan daun.  Usaha ini gagal karena sel tersebut telah berdiferensiasi (Krikorian dan Berquam 1969; Krikorian 1975, 1982; Steward dan Krikorian 1975; Gautheret 1983, 1985).  Akan tetapi, usaha untuk mengkulturkan parenkim palisade tanaman yang berdiferensiasi  berhasil (Joshi dan Ball 1968, b).
Stek daun dapat dibuat pada Restrepia sp (Webb 1981).  Akan tetapi hal ini tidak membawa kepada pengembangan kultur jaringan dengan prosedur untuk eksplan daun.  Kecenderungan untuk daun yang muda pada protocorm untuk menghasilkan Planlet-like bodies  membawa pada pengembangan  metode mikro propagasi  menggunakan kultur jaringan tangkai daun (leaf bases) (Champagnat et al. 1970).  Sebuah klaim bahwa prosedur ini telah dikembangkan bahkan lebih awal (Morel 1960, 1965a, b, 1966, 1970) tidak didukung oleh bukti yang tersedia (“Keine Angabe vorliegend”, yang berarti “tidak ada pernyataan yang tersedia” dalam Zimmer 1978a, b).
Laporan yang tidak kabur dan terdokumentasi dengan baik bahwa daun dapat menghasilkan protocorm-like bodies dihasilakan pada kultur yang diperoleh dari shoot tip Cymbidium (Wimber 1965).  Observasi yang lebih awal tahun 1955 bahwas daun embrionik dari Cymbidium lowianum yang ditanam pada media Vacin dan Went menghasilkan plb tidak dipublikasikan (pers com dari Prof. Donald E. Wimber; Arditti 1977a).
Ujung daun pertama sekali digunakan untuk perbanyakan anggrek (Epidendrum dan Laeliocattleya) sebagai hasil dari usaha yang tidak berhasil untuk mengkulturkan eksplan daun (foliar) seperti yang diambil dari kacang tanah (Joshi dan Ball 1968a, b).  Setelah eksplan tersebut gagal tumbuh, kami berusaha mengkulturkan ujung daun dan berhasil dengan seketika
Salah satu kelebihan dari kultur ujung daun adalah pengambilan eksplan tidak membahayakan tumbuhan donor.  Oleh karena itu, penanam anggrek dan orang yang memperbanyak anggrek tertarik pada metode ini.  Untuk membuat metode ini tersebar luas, cara tersebut diterbitkan dalam berbagai jurnal dan beberapa bahasa (Arditti et al. 1971; Churchill et al. 1971a, b, 1972; Ball et al. 1971).
Untuk berhasil dengan metode ini, eksplan harus diambil sebelum ujung daun berdifferensiasi penuh dan tak lagi memiliki kemampuan menghasilkan kalus.  Tahapan yang paling tepat adalah ketika ujung daun masih runcing dan belum terbentuk takik (notch).  Jika ini tidak dilakukan, ekplan akan mati ketika ditanam di media.  Oleh karena itu, metode ini membutuhkan perhatian pada detil dan tidak dapat di reproduksi dengan mudah.  Beberapa kegagalan untuk mengulanginya membawa beberapa pertanyaan pada publikasinya.  Keraguan tersebut diselesaikan dengan laporan beberapa daun jenis anggrek yang dikulturkan dengan berhasil (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Batang
Kultur potongan batang Arundina pertama sekali dilaporkan pada Konferensi  ke 5 Anggrek Dunia di Long Beach California,tahun 1966, akan tetapi hanya sedikit informasi yang disajikan pada saat itu (Bertsch 1966; untuk review, lihat Zimmer 1978a).  Detilnya menjadi ada dalam sebuah laporan yang melaporkan kultur benih, ujung batang, irisan batang dari jenis anggrek ini (Mitra 1971).  Ruas Dendrobium dikulturkan tahun 1973 (Arditti et al.; Mosich et al. 1973, 1974a, b).  Potongan batang dari anggrek lain juga telah dikulturkan (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Kuncup bunga, bunga, segmen bunga dan organ reproduktif.
Irisan ovari adalah bagian bunga yang perta dikulturkan (Ito 1960, 1961, 1966, 1967).  Pada laporan yang pertama, Ito melaporkan: kultur biji Dendrobium yang belum matang dan bibit muda (Ito 1955).  Penelitian selanjutnya diikuti oleh kultur biji yang belum matang (sering secara salah disebut ovules) dari Vanili (Wither 1955), Phalaenopsis (Ayers 1960), Dendrobium (Niimoto dan Sagawa 1961), Vanda (Rao dan Avadhani 1964) dan Paphiopedilum (Ernst 1982, untuk review, lihat Withner 1959a; Arditti 1977b; Rao 1977, Zimmer 1978a, b; Czerevczenco dan Kushnir 1986).  Biji yang belum masak dari berbagai jenis anggrek telah dikulturkan sejak iti (Yam at al. 2007).  Dalam beberapa kasus, ini merupakan metode yang disukai dalam perbanyakan seksual karena menghemat waktu.  Ini bukan merupakan metode perbanyakan.  Ini adalah metode perbanyakan seksual (biji).  Akan tetapi, karena hal ini melibatkan pengelupasan isi ovary adalah mungkin bahwa bebrapa planlet yang dihasilkan dihasilkan dari jaringan ovari dan/atau sel,  jadi bukan biji.
Kuntum bunga muda yang pertama sekali dikulturkan adalah Ascofinetia, Neostylis dan Vascostylis (Intuwong dan Sagawa 1973).  Eksplan yang mirip yaitu Cymbidium (Kim dan Kako 1984; Shimasaki dan Uemoto 1991) Phalaeonopsis, Phragmipedum (Fast 1980a, b), dan berbagai anggrek lain yang menyusus (untuk review, daftar nama anggrek yang dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Tangkai bunga (Inflorencences)
“Dalam memberikan gelar ‘bapak’ dan penghargaan kepada peneliti untuk penemuan mikro propagasi, seorang hakim yang mementingkan diri sendiri (Gautheret 1983, 1985) tidak juga menyebutkan kultur tangkai bunga Phalaenopsis dari Dr. Gavino Rotor “ (Arditti 2008).  Akan tetapi tidak ada keraguan bahwa penelitian Dr. Gavino Rotor telah membuka jalan.  Peneliti lain mengikutinya dan mengkulturkan eksplan tangkai bunga dari beberapa jenis anggrek (untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan dan prosedurnya, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008)

Menggelapkan media kultur
Orang yang pertama menggelapkan media perkecambahan anggrek adalah Professor John T. Curtis (Gambar. 62) dari Universitas Wisconsin (Curtis 1943).  Dia menggunakan jelaga (yang dihasilkan dari hasil pembakaran hydrocarbon) yang memiliki warna yang sama dengan arang.  Arang yang digunakan pada media anggrek   Arang tersebut berasal dari residu yang diperoleh pada produksi pulp.  Residu tersebut kemudian di karbonisasi dan kemudian dan diaktivasi untuk menghasilkan luas permukaan yang tinggi (Weatherhead et al. 1990)
Media tumbuh kultur anggrek yang digelapkan pertama kali dengan menggunakan arang pertama sekali digunakan oleh Prof. Peter Werkmeister di Jerman (Werkmeister 1970a, b, 1971; kami tidak bisa menemukan tanggal kelahiran dan kematian atau fotonya).  Sebelumnya, arang digunakan untuk menggelapkan media yang digunakan untuk mengkecambahkan spora lumut dan menumbuhkan rambut alga (Proskauer dan Berman 1970; Krikorian 1988).  Werkmeister menggelapkan media untuk mempelajari pertumbuhan akar, gravitropisme dan proliferasi planlet yang diperbanyak secara klonal.  Dia meninggal tak lama setelah dia menerbitkan laporannya yang terakhir tentang anggrek.
Empat tahun setelah Werkmeister menerbitkan laporannya tentang menggelapkan media anggrek (Werkmeister 1970a), Robert Ernst (b. 1916; Gambar. 87) merupakan orang yang pertama kali menambahkan arang untuk media anggrek dan menemukan bahwa bibit Paphiopedillum dan Phalaenopsis tumbuh sangat baik pada substrat yang digelapkan dengan zat tambahan tresebut (Ernst 1974, 1975, 1976).  Penemuannya menghasilkan formulasi dan penggunaan luas akan media yang mengandung arang aktif untuk perkecambahan anggrek, pertumbuhan bibit, dan mikro propagasi (Ernst 1974, 1975, 1976; untuk review lihat Weatherhead et al. 1990; Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti 2008).
Kultur Sel dan Protoplasma
Kultur tudung akar kacang tanah dan jagung (Knudson 1919) merupakan hal yang lebih dulu dari waktunya (ahead of it’s time).  Media kultur yang digunakan adalah air dan larutan Pfeffer, yang dimodifikasi dengan menggantikan dibasic potassium fosfat dengan mono basic dengan atau tanpa 0.5% sukrosa.  Sel kacang tanah dapat berkembang selama 50 hari ketika akar juga ada dalam media kultur.  Sel-selnya hidup selam 21 hari setelah akar dipindahkan (untuk review, lihat Arditti 1990).  Eksperimen Knudson menyarankan bahwa senyawa pertumbuhan dikeluarkan oleh akar.  Sel tersebut kelihatannya membutuhkan zat tersebut, akan tetapi penelitian ini dilkasanakan sebelum penemuan auxin dan sitokonin dan sebelum diketahui bahwa vitamin dibutuhkan untuk kultur sel tumbuhan dan eksplan.  Akan tetapi, Knudson dapat dipandang sebagai perintis dalam kultur isolasi sel tumbuhan.
Kultur sel yang pertama sekali berhasil adalah dari tembakau, Nicotiana tabacum, dan marigold, Tagettes erecta (untuk review, lihat Muir et al. 1954; Steward dan Krikorian 1975, 1982; Gautheret 1983, 1985).  Segera setelah itu, sel mesofil yang diisolasi dari Arachis hypogeal segera membelah dalam kultur dan menghasilkan apa yang biasa disebut sebagai protocorm like bodies atau struktur yang mirip dengannya (Joshi dan Ball 1968a, b).
Dengan menggunakan peralatan pemutar kultur yang berputar lambat (1 r.p.m) pada as horizontal, Professor Frederick Campion Steward (1904-1994; Gambar. 88a, b), Russel C. Mott (Gambar. 88b), Marion O. Mapes (1913-1981; Gambar. 89) dan Kathryn Mears (Gambar. 90) menghasilkan kultur suspense dari sel wortel dan akhirnya menghasilkan tanaman darinya (untuk review, lihat Krikorian 1975, 1982, 1089; Steward dan Krikorian 1975; Gautheret 1983, 1985; Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian 1996).  Kultur sel Cymbidium dihasilkan menggunakan system yang sama.  Tumbuhan selanjutnya diregenerasi dari sel-sel tersebut (Steward dan Mapes 1971b).  Dua dekade kemudian, Phalaenopsis berhasil diregenerasi dari emrbrioid yang diperoleh dari kalus dengan sel-sel yang longgar (Sajise dan Sagawa 1990; Sajise et al. 1990) di Laboratorium Profesor Yoneo Sagawa (Gambar. 91) di Universitas Hawaii.  Beberapa sel anggrek yang lain juga terlah berhasil dikulturkan (untuk review, lihat Arditti dan Ernst 1993a, b; Arditti 2008).
Preparat pertama dari protoplas anggrek dihasilkan dari daun (i.e., sel-sel mesofil) dari Cymbidium Ceres dan “protocorm bebas virus dari Cymbidium pumilum, Brassica maculate, dan Cattleya schombocattleya” (Capesius dan Meyer 1977).  Protoplas digunakan untuk mengisolasi nucleus tetapi nampaknya beluum ada usaha yang telah dibuat untuk menghasilkan massa kallus atau meregenerasi tanaman darinya.
Produksi protoplas anggrek dan fusi antara genera pertama sekali dilaporkan tahun 1978 (dalam sebuah majalah hobby untuk para penngemar dan pengusaha anggrek, dan bukan jurnal yang telah melalui peer review), akan tetapi hasil akhir dari fusi tersebut belum dijelaskan dalam literature (Teo dan Neumann 1978a, b, c).  Sebagai hasilnya, masih terdapat pertanyaan tentang laporan tersebut.  Beberapa usaha awal isolasi protoplas anggrek telah dilaporkan oleh bebrapa laboratorium (Chen et al. 1995; untuk review, daftar anggrek yang telah dikulturkan, lihat Arditti dan Ernst 1993a; Arditti dan Krikorian 1996; Arditti 2008).
Coda (Penutup)
Tumbuhan yang pertama sekali diperbanyak secara in vitro melalui biji, pada awalnya secara simbiotik pada kultur bersama dengan mikoriza dan kemudian secara a-simbiotik pada media yang mengandung gula, adalah anggrek.  Bijinya masih dikecambahkan secara in vitro dan a-simbiotik (lihat “Bagian I”).
Anggrek juga merupakan tumbuhan yang pertama sekali diperbanyak secara klonal melalui teknik kultur jaringan yang sekarang disebut sebagai mikro propagasi (Yam dan Arditti 1990).  Teknik tersebut pertama sekali dikembangkan dengan menggunakan nodus tangkai bunga  Phalaenopsis pada awal 1949 (Rotor 1949), dan shoot tip Orchis maculata tahun 1954 (Thomale 1954).  Kultur shoot tip Cymbidium dilaporkan kemudian (Morel 1960; Wimber 1963).  Dari semuanya, Rotor (1949) merupakan yang paling orisinil idenya.  Dua metode yang lain (Thomale 1954; Morel 1960; Wimber 1963) didasarkan pada pekerjaan sebelumnya.  Hans Thomale dan Don Wimber, memberi penghargaan kepada orang yang pekerjaannya, metodenya dan idenya berasal, akan tetapi Geoges Morel tidak.  Teknik kultur jaringan telah digunakan secara luas pada saat ini untuk memperbanyak anggrek dan banyak tumbuhan lain dan dalam bioteknologi di Amerika Serikat (Zimmerman 1996) dan di tempat lain.
Penemuan lain yang berasal dari pekerjaan di bidang anggrek adalah penemuan inti sel oleh Robert Brown dan Phytoaleksin oleh Noel Bernard (untuk review, lihat Arditti 1992)

Dedication
I dedicate my contribution to this historical account to Anne Westfall, Chief of Staff in the President’s Office at the University of Southern California (USC), because of my son, Jonathan.  Both Jonathan and I hold degrees from USC (B.A. in 2008 anf Ph.D., in 1965, respectively)
Joseph Arditti