Saturday, September 27, 2014

Artikel menarik tentang Bioteknologi yang akan menjawab beberapa pertanyaan anda tentang prospek dan tantangan bioteknologi kehutanan dan pertanian secara umum.

Kultur Jaringan Tumbuhan dan Bioteknologi- Sebuah Terobosan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ketahanan Terhadap Stress Lingkungan dan Kehutanan
Arie Altman*
Institut Robert H. Smith - Ilmu Tumbuhan dan Genetika Pertanian
Universitas Hebrew- Jerusalem
P.O. Box 12, Rehovot 76-100, Israel
Didedikasikan kepada Jeff Schell-Ilmuwan yang hebat, kepribadian yang unik, dan teman yang baik
(Diterima tanggal 9 April 2002; editor T.A. Thorpe)
Diterjemahkan oleh : Freddy Pangaribuan
Plant Tissue Culture Research-Sinarmas Forestry

Ringkasan
Bioteknologi tumbuhan - khususnya regenerasi secara in vitro dan biologi sel, manipulasi DNA dan rekayasa biokimia - telah mengubah  pertanian dalam 3 wilayah utama yaitu : pengaturan pertumbuhan tanaman, melindungi tanaman terhadap stress abiotik, dan produksi bahan makanan khusus, biokemikal dan bahan farmasi.  Bioteknologi tumbuhan menghadapi beberapa tantangan yang besar dalam dekade mendatang antara lain : menghindari bahaya dari stress abiotik (khususnya salinitas, kekeringan, dan suhu ekstrim), memperbaiki pengendalian hama penyakit, mempertahankan dan memperbaiki lingkungan, memperbaiki kualitas makanan dan perancangan/ design ‘makanan khusus’ menggunakan rekayasa biokimia, dan produksi material biologis.  Pendekatan dua penelitian secara paralel akan selalu berjalan secara simultan dalam masa yang akan datang: pendekatan secara transgenik (ekspresi gen-gen khusus, promoter spesifik dan faktor transkripsi) dan pendekatan non transgenik (penemuan gen, marker assisted selection, mutasi efektif, dan klonal forestry/agriculture.  Kekeringan dan salinitas adalah ancaman yang paling serius terhadap pertanian dan terhadap lingkungan di banyak bagian dunia.   Meskipun pemuliaan secara molekuler  telah umum dilaksankan dalam pertanian, pada species tanaman kehutanan telah ketinggalan jauh.  Akan tetapi, permintaan yang meningkat terhadap kayu dan produk kayu dan berkurangnya hutan yang dapat dipanen telah membawa pada pengenalan beberapa alat molekuler dan bioteknologi dalam penelitian dan pemuliaan species pohon  dalam kehutanan.  Salah satu diantaranya adalah perbanyakan secara invitro, identifikasi dengan molekuler marker, dan rekayasa genetik untuk sifat spesifik.  Pencapaian pada saat ini dalam bioteknologi telah melampaui harapan terdahulu.  Pencapaian dan dampak dari perkembangan baru tergantung bukan hanya pada keberhasilan riset yang terus menerus serta inovasi dan aktivitas pengembangan, akan tetapi juga pada iklim regulasi yang mendukung dan penerimaan publik.  Ilmuwan tumbuhan sekarang memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Start 6 sept 2012

Pendahuluan
‘Who ever make two ears of corn or two blade of grass to grow upon a spot of ground where only one grow before, would deserve better of mankind, and do more essential service to his country, than the whole race of politician put together.’ Jonathan Swift (1667 – 1745)
‘There is nothing so remarkable about it: all one has to do is hit the right key in the right time, and the instrument plays itself.  Johann Sebastian Bach (1685-1750)

                Ketika Gotlieb Haberlandt mengatakan pada tahun 1902 bahwa ‘adalah mungkin secara prinsip untuk mengisolasi sel tumbuhan dan menumbuhkannya dalam media kultur buatan,,,’, dia mungkin belum dapat membayangkan dampaknya terhadap bioteknologi 80 tahun kemudian.  Pada tahun 1983, sebuah music dimainkan : tanaman transgenik pertama diciptakan ketika Jeff Schell dan koleganya (Marc van Montagu) dan Mary-Dell Chilton dan koleganya, mengumumkannya secara berurutan pada Symposium musim dingin di Miami.  Banyak peristiwa besar terjadi dalam kultur jaringan terjadi diantara dua tanggal tersebut, termasuk penemuan utama seperti perpanjangan (prolonged) kultur sel secara invitro, jaringan dan organ, proliferasi dan differensiasi sel dan jaringan, kontrol dan regenerasi kimiawi dan hormonal, aspek dasar dan terapan dari organogenesis dan somotik embryogenesis, teknik mikro propagasi, produksi tanaman bebas virus, pertumbuhan dan regenerasi protoplast dan mikrospora yang memungkinkan kontrol pada hibridisasi somatik dan produksi tumbuhan haploid, produksi skala besar  kultur sel melalui bioreaktor dan produksi metabolit sekunder.  Akan tetapi, kedua peristiwa tersebut, yang pertama tahun 1902 dan yang kedua tahun 1983, dapat dianggap sebagai dua batu penjuru dalam perjalanan panjang menuju pencapaian saat ini di bidang revolusi bioteknologi pertanian dan tumbuhan.
                Saya telah diberi penghargaan sebagai Presiden International Association for Plant Tissue Culture (IAPTC) selama periode 1994-1998 dan melalui bersama, dengan kolega saya Meira Ziv (Editor Jurnal IAPTC) dan almarhum Abed Watad (Sekretaris-Bendahara), pertumbuhan dan perkembangannya menjadi International Association for Plant Tissue Culture and Biotechnology (IAPTC&B), dan transformasi Jurnal lama menjadi sebuah jurnal independen tentang Kultur Jaringan dan Bioteknologi.  IAPTC&B merayakan kongres internasionalnya yang ke IX di Jerusalem tahun 1998 dan tahun 2002 di Orlando, dengan bioteknologi sebegai tema pusatnya.
                Dalam fitur artikel ini, saya ingin menyampaikan beberapa pemikiran tentang revolusi bioteknologi tumbuhan, dan menggali lebih dalam secara lebih spesifik dua topik, yang mana keduanya merupakan tema utama dari penelitian saya selama sepuluh tahun terakhir yaitu : Toleransi Terhadap Stress Abiotik  dan Bioteknologi Kehutanan.  Keduanya, saya percaya, akan menjadi tantangan utama untuk bioteknologi  tumbuhan untuk dekade berikutnya : toleransi terhadap kekeringan dan  salinitas karena relevansinya yang ekstrim terhadap pertanian dan produksi makanan di seluruh dunia, dan kehutanan karena kepentingan utamanya dalam menjaga keseimbangan ekologi dan mempertahankan keselamatan planet kita.
               
REVOLUSI BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN PERTANIAN :
 TANTANGAN DAN ISU KEAMANAN BIOLOGIS (BIOSAFETY)
                Diantara Asia Barat, dimana saya ada, dan Asia Selatan dan Timur , terus sampai ke Amerika- Timur dan Barat- terhampar dunia dimana  kita hidup.  Kami para ilmuwan telah membuat janji kepada miliaran penduduk dunia ini; bahwa  kesempatan menciptakan dunia yang lebih baik dan menghasilkan makanan yang lebih banyak dan lebih baik.  Dan kami menghasilkannya dengan nama revolusi bioteknologi tumbuhan.
                Janji ini adalah suatu kebutuhan: karena Bioteknologi akan diartikan sebagai revolusi yang lain pada perjalanan panjang umat manusia dari pengumpul makanan dan berburu menjadi manusia yang tinggal dalam bangunan dengan makanan yang cukup, sehat dan masyarakat yang sejahtera.  Domestikasi tumbuhan dan binatang peliharaan berawal kira-kira 12 000 tahun lalu, dan dikombinasikan dengan perubahan berkala terhadap sifat kualitatif dan kuantitatif sebagai hasil dari proses pemuliaan secara terus menerus pada sifat-sifat yang bermanfaat, merupakan salah satu ciri dari pertanian.  Domestikasi dan produksi yang meningkat diikuti oleh kebutuhan akan penyimpanan makanan, dan akibatnya dengan pertumbuhan mikro organisme, lahirlah proses fermentasi makanan klasik yang merupakan applikasi bioteknologi yang pertama untuk produk  makanan seperti keju, anggur, roti dan banyak lagi (Meiri dan Altman, 1998).
                Pada masa 1970an, telah menjadi nyata bahwa pertumbuhan populasi telah menggerogoti cadangan makanan, setidaknya di banyak negara berkembang di Asia Tenggara dan di banyak tempat di Afrika.  Populasi dunia akan mencapai 7 milliar dalam 20 tahun, dan lebih dari 10 milliar di tahun 2050, sementara pertumbuhan produk pertanian tumbuh pada kecepatan yang lambat.   Produksi bukan hanya  untuk memenuhi kebutuhan jumlah akan tetapi juga kualitas telah menjadi isu yang sangat mendesak.  Cadangan makanan dan malnutrisi sangat berkaitan erat dengan kesehatan manusia: lebih dari 2 milliar orang di dunia menderita di awal millenium ke tiga yang disebabkan oleh ancaman defisiensi nutrisi.  Hal ini disebkan oleh 2 hal yaitu kurangnya asupan nutrisi ‘minor’ utama seperti Vitamin A, Jodium, besi dan beberapa asam amino, dan protein-serta kekurangan makanan penghasil  energi  tubuh.  Saat ini, 86 negara dikategorikan sebagai Negara dengan kekurangan makanan.  Oleh karena kekurangan makanan ini tidak dapat diatasi dengan pertanian tradisional, pemuliaan melalui bioteknologi adalah suatu keharusan.
                Apa yang kami janjikan? Apa yang telah dihasilkan oleh oleh revolusi bioteknologi pertanian?  Apakah prospek dari memenuhi banyak harapan-harapan tersebut?  Dimanakah kita kehilangan arah dan harus menggabungkan kekuatan dan melakukan lebih banyak lagi?  Dalam catatan berikutnya, sebagian dari check list dari harapan dan pencapaian, dan juga kegagalan akan didiskusikan.
Pencapaian Utama dari Bioteknologi Tumbuhan Saat Ini
                Bioteknologi tumbuhan – terutama regenerasi in vitro dan biologi sel, manipulasi DNA, dan rekayasa biokimia – telah mengubah wacana pertanian dalam tiga bidang utama (Altman, 1998, 1999) :
(1)    Pengendalian pertumbuhan dan perkembangan tanaman (pertumbuhan vegetative, perkembangan generative, dan perbanyakan klonal).  Hal ini disebabkan oleh beberapa  penemuan utama : (a) totipotency dan kemampuan regenerasi dari sel dan jaringan tumbuhan sebagai mana yang telah ditunjukkan oleh kultur sel dan mikro propagasi; (b) penjelasan gen-gen yang berfungsi untuk produksi hormon dan aktivasinya pada tumbuhan; dan (c) penelitian terhadap bagian gen yang bertanggung jawab pada pengaturan siklus sel, fungsi meristem, pembungaan, pertumbuhan, dan penguraian beberapa jalur penyampaian sinyal
(2)    Perlindungan tanaman terhadap ancaman stress biotic yang meningkat.  Applikasi genetika molekuler dan transformasi tumbuhan sampai kepada diagnose dan pengendalian hama dan penyakit telah menjadi salh satu kisah sukses utama dari bioteknologi tumbuhan pada dekade belakangan.  Ketersediaan tanaman transgenik yang resisten terhadap serangkaian serangga, virus dan herbisida, sebagaimana beberapa fungi patogen dan nematoda, telah berhasil pada skala percobaan di laboratorium dan lapangan.
(3)     Produksi bahan makanan tertentu, biokimia, dan farmasi.  Hal ini mencakup dua kategori bahan biomaterial : (a) perbaikan dan modifikasi komponen penyusun endogen tumbuhan; termasuk bebrapa hasil metabolism primer seperti karbohidrat, protein, minyak dan lemak, dan juga komponen  penyusun tumbuhan lain yang jumlahnya sedikit akan tetapi sangat penting untuk memperbaiki kulaitas makanan (mis vitamin dan mineral), atau komponen non makanan yang memiliki nilai tinggi pada aplikasi industri; dan  (b) produksi senyawa non tumbuhan pada tumbuhan, yang sebagian besar dilaksanakan dengan rekayasa jalur metabolisme dan modifikasi berbagai zat penyusun tumbuhan yang digunakan pada makanan, kimia dan industri energi.  

Tantangan ke Depan
                Bioteknologi tumbuhan menghadapi 6 tantangan utama pada dekade berikut :
(1)    Menghindari bahaya stress abiotik, yang terutama salinitas, kekeringan, dan temperature ekstrim.   Pada saat bioteknologi tumbuhan telah diaplikasikan dengan sukses untuk menghadapi banyak organism pengganggu tanaman, hal yang sama tidak berlaku untuk stress abiotik seperti kekeringan, salinitas, suhu ekstrim, racun kimia dan stress akibat oksidasi.  Tantangan besar tersebut akan dihadapi secara terpisah berikut ini.
(2)    Memperbaiki pengendalian hama dan penyakit.  Terlepas dari aplikasi praktis yang lebih luas dari teknik pengendalian hama dan penyakit yang ada sekarang, pertanyaan yang paling mendasar didepan adalah : (a) perbaikan ekspresi dari gen target dalam tumbuhan, khususnya, spatial and kontrol temporer; (b) penggunaan spektrum luas dan target gen alternative untuk mengatasi masalah resistensi hama penyakit; dan (c) meningkatkan integrasi kontrol biologis melalui penggunaan mikro organisme dengan potensi kontrol biologis.
(3)    Perbaikan lingkungan baik skala luas dan terbuka dan kondisi ekologi yang unik- seperti hutan, padang rumput dan savanna.  Apakah kita akan membangun pertanian dalam masa mendatang, menggunakan cara tradisional atau dengan bioteknologi yang baru, semuanya harus secara aktif mengupayakan cara-cara yang tidak hanya memelihara, akan tetapi juga memperbaiki, sumberdaya alam baik tanah, air dan udara.
(4)    Memperbaiki kualitas makanan - yang berasal dari tumbuhan dan binatang, darat dan perairan – dan mendesain makanan khusus (atau makan sehat), menggunakan rekayasa bioteknologi.  Disamping produksi yang tinggi, masih merupkan prioritas utama, tidak kalah penting adalah kualitas makanan yang dihasilkan, yang mengandung beberapa komponen pendukung kesehatan seperti yang telah disebutkan diatas.
(5)    Produksi Biomaterial.  Setelah fase pertama dari bioteknologi selesai, maka pada fase kedua secara bertahap menjadi jelas : yaitu pergeseran dari produksi makanan dengan harga murah dan banyak, menjadi produk turunan tumbuhan yang khusus dan bernilai tinggi.  Terutama penggunaan tanaman sebagai bioreactor untuk produksi senyawa lain yang bukan berasal dari tumbuhan, yang mungkin mendapatkan momentumnya dan mungkin pada akhirnya akan membawa kepada tipe pertanian alternatif.  Hal ini mencakup, sebagai contoh : produksi peptide bioaktif, vaksin, antibody, dan serangkaian enzim-sebagian besar untuk tujuan industri farmasi
(6)    Adaptasi teknik lama dan baru.  Sebuah penjabaran tentang mekanisme pengaturan molekuler pada teknik pemuliaan masa kini mungkin dapat menghasilkan aplikasi yang baru untuk pemuliaan tanaman.   Seperti misalnya pada apomiksis dan regenerasi embrio seksual dari biji, dan pemulian dengan mutasi untuk klon baru, khususnya untuk tanaman hortikultur

Revolusi Bioteknologi Pertanian Abad 21
                Produksi makanan dalam hal jumlah dan kualitas, sebagaimana pada produk tanaman baru di negara berkembang dan Negara maju, tidak dapat tergantung hanya pada pertanian klasik.  Kelangsungan hidup manusia vis a vis pertumbuhan dan peningkatan produktivitas pertanian tergantung pada  penggabungan yang efektif pada pemulian klasik dengan bioteknologi tumbuhan modern dengan segala kelengkapannya.  Revolusi hijau yang berhasil telah diekploitasi sampai kepada batas maksimum, dan solusi alternatif sangat dibutuhkan.  Bioteknologi tumbuhan, yang berintegrasi dengan pemuliaan klasik, sedang berada pada sisi dalam penciptaan ‘evergreen revolution’.  Potensi untuk meningkatkan produktivitas  sebagian besar tergantung pada bioteknologi DNA yang baru sedang dikembangkan dan biological marker dan genomic.  Teknik ini memungkinkan seleksi genotip yang berhasil, isolasi yang lebih baik, karakterisasi dan kloning sifat-sifat yang diinginkan, dan pembentukan organisme transgenik yang penting untuk pertanian (Altman, 1998, 1999).
                Maka, dua perlombaan parallel dalam lari jarak jauh untuk memperbaiki pemulian tanaman akan berlangsung secra simultan dalam masa-masa yang akan datang :
  1. Pendekatan transgenik, yaitu ekspresi gen unik dari beberapa sumber dan juga integrasi dari beberapa promotor dan faktor transkripsi untuk memacu dan mengatur ekspresi gen
  2. Pendekatan non transgenic yaitu genomic assisted gene discovery, Marker Assisted Selection (MAS), Mutasi yang efisien, dan pertanian klonal

Kegagalan dan Pemahaman yang Salah
                Empat tahun yang lalu, sebuah perang terhadap rekayasa genetik melalui senjata etika dan hukum telah dilancarkan, yang sayangnya menggunakan sedikit masukan dari sisi ilmiah.  Perdebatan global ini telah dipicu sebagian besar oleh karena perang ekonomi antara Negara Eropa dengan Amerika, dimana Eropa menolak impor produk makanan dan produk pertanian dari hasil rekayasa genetik dari Amerika Serikat.  Hal ini adalah sebuah masukan dari pertimbangan etika, pemahaman/konsep dan filosofis.  Walaupun ilmuwan tidak terlibat secara langsung terhadap perdebatan tersebut, ilmuwan harus mengakui bahwa mereka memiliki tanggung jawab sendiri :
(1)    Sebagian besar ilmuwan tidak mengkomunikasikan pencapaian hasil penelitian dan prospek (dan juga bahaya) dari bioteknologi dalam bahasa yang dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga dapat dianggap sebagai arogan.
(2)    Banyak diantara kita yang cenderung lupa bhawa bioteknologi tidak dapat menyelesaikan semua masalah, sebagaimana yang diharapkan.
(3)    Beberapa ilmuwan sangat cepat dalam mengatakan bahwa bioteknologi sebagai sebuah teknik yang paling mampu (yang memang ada benarnya), akan tetapi tidak menekankan bahwa hal itu harus diintegrasikan dengan program pemuliaan klasik.            
                Sebagai akibatnya, keamanan biologis dari tanaman dengan rekayasa genetic menjadi sebuah isu dalam bioteknologi pertanian

Biosafety dan Tanaman dengan Rekayasa Genetic
                Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya, kita sekarang berada dalam perdebatan publik dan politis dalam pertarungan melawan tanaman dan makanan dari rekayasa genetika.  Akan tetapi, produksi tanaman transgenik pada tahun 2001 meningkat 15% dari tahun 2000, dengan luasan areal 125 juta acre pada akhir tahun 2001.  Selama periode 1996-2001, dunia telah menyaksikan sebuah peningkatan yang tak terduga sebesar 30 kali lipat tanaman transgenik dengan produksi komersil di 15 negara, dengan luasn kumulatif pada periode tersebut mencapai 400 juta acre.  Hal ini adalah salah satu alasan yang menunjukkan bahwa rekayasa genetik ada bersama kita.  Adalah benar bahwa manfaat sebenarnya akan terus dipelajari selam 20-30 tahun dari sekarang, dan dampak terhadap pertanian, ekonomi, dan social akan menjadi nyata pada tahun-tahun mendatang.
                Dalam hal ini, revolusi rekayasa genetik tidak ada bedanya dengan  semua revolusi pertanian dan revolusi imiah sebelumnya: awal pemuliaan tanaman ribuan tahun lalu, fertilisasi dan perbaikan nutrisi tumbuhan 300 tahun lalu, pemuliaan menurut genetika Mendel kurang dari 100 tahun lalu, dan Revolusi Hijau 35 tahun yang lalu.  Jika kita bayangkan, berapa banyak potensi hasil produksi pertanian yang tidak dapat diperoleh, jika nenek moyang kita dulu mencegah terjadinya perpindahan gen melalui persilangan tumbuhan dan binatang.
                Potensi bahaya dari bioteknologi dan tumbuhan dari rekayasa genetika telah dibawa maju sebagai alasan untuk melarang bioteknologi tanaman transgenik.  Pada kenyatannya, beberapa perangkat bioteknologi berbeda dari teknik pemuliaan sebelumnya.  Akan tetapi, alat dapat dan seharusnya dapat secara hati-hati diteliti-seperti setiap teknik baru-dalam upaya untuk mencegah, atau praktisnya, meminimalkan resiko.  Resiko tidak dapat secara total dihilangkan; kita selalu akan dihadapkan dengan resiko segera sejak kita dilahirkan, akan tetapi kita tetap meneruskan kegiatan kita sehari-hari, dan berusaha mengurangi resiko.  Banyak diantara solusi yang berhubungan dengan biosafety (keamanan pangan dan dampak terhadap lingkungan) telah tersedia dan yang lain juga akan menyusul.   Keamanan biologis berkaitan dengan sejumlah prinsip-prinsip pencegahan, dan hal tersebut harus didasarkan pada landasan ilmiah, secara aktif diamati secara transparan.
                Pada akhirnya, perlu dicatat bahwa pencapaian saat ini pada bioteknologi tumbuhan telah melampaui harapan-harapan sebelumnya dan pada masa yang kan datang akan lebih menjanjikan.  Pencapaian secara penuh dan dampak dari kemajuan yang disebutkan sebelumnya tergantung, tidak hanya pada kelangsungan keberhasilan dan riset inovatif dan aktivitas pengembangan tetapi juga pada iklim regulasi yang mendukung dan penerimaan publik.  Ilmuwan tumbuhan kini memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat


Bioteknologi Tanaman yang Toleran Terhadap Kekeringan dan Stress terhadap Salinitas

Meskipun sulit untuk diatur dan direkayasa jika dibandingkan pada karakter tunggal resistensi terhadap organisme pengganggu dan herbisida, respons kompleks gen terhadap kondisi stress (mis.,kekeringan, salinitas, suhu ekstrim, racun kimiawi, dan stress oksidatif) adalah sangat penting secara global dan regional.  Kekeringan dan salinitas adalah ancaman yang paling serius terhadap pertanian dan untuk menjaga lingkungan yang aman di berbagai belahan dunia.  Domain interaksi utama pada toleransi stress meliputi keseluruhan  fisiologi tumbuhan dan sel, biologi molekuler, genetika dan breeding (Wang et al., 2001).  Gambar 1 menunjukkan beberapa aspek dari studi kami tentang kekeringan dan stress salinitas.


Syndrom Stress Abiotik
                Adaptasi tumbuhan yang hidup dalam kondisi yang bermusuhan mencakup perjuangan untuk mengalahkan kondisi stress dan menjaga aktivitas sel yang optimal atau seperti yang dikatakan oleh Claude Bernard (1813-1878) menjaga homeostasis “adalah merupakan satu perjuangan organism tunggal untuk tetap hidup”.  Stress kekeringan dan stress salinitas ditunjukkan melalui sekumpulan perubahan morfologis, fisiologis, metabolisme dan perubahan molekuler pada tumbuhan, akan tetapi akhir-akhir ini, fokus utama diarahkan pada isolasi gen yang yang mengatur stress dan mempelajari mekanisme dasar pengaturan molekuler dari  salinitas dan kekeringan dalam tumbuhan yang toleran.  Kekeringan dan salinitas adalah saling berhubungan dan dimanifestasikan utamanya sebagai stress osmotik.  Dari berbagai tipe  respon tanaman terhadap stress kekeringan dan salinitas (escape, avoidance dan tolerance), mekanisme avoidance adalah yang utama karena perubahan menyeluruh terhadap perubahan fisiologis dan morfologis. Hal tersebut lebih kurang dapat diterima untuk modifikasi praktis.  Mekanisme toleransi, pada sisi lain disebabkan oleh modifikasi seluler dan molekuler yang menyebabkan terjadinya manipulasi bioteknologi (Wang et al., 2001).
Pertimbangan Fisiologis
Kekeringan dan salinitas keduanya merupakan penyebab stress osmotik yang mangakibatkan perubahan fisiologis yang utama seperti ekspansi sel, pertumbuhan, sintesis protein dan fotosintesis.  Dalam tahap awal keterbatasan air tekanan turgor menurun, yang menyebabkan pengurangan ekspansi sel dan perubahan, yang diantaranya, dalam hal distribusi hormon pengatur tumbuh.  Secara umum telah diterima dalam banyak kasus keterbatasan air menginduksi akumulasi asam absisik (ABA), dan transportnya dari akar ke daun, yang dianggap sebagai suatu mekanisme signal.  Penurunan tekanan turgor jaringan, dan juga peningkatan konsentrasi ABA di daun, biasanya mengakibatkan penutupan stomata, yang merupakan salah satu respon yang paling awal dan paling sensitive selama terpapar pada kondisi stress air.  Hal tersebut menyebabkan penurunan transpirasi dan fluks CO2, yang menghambat fotosintesis.  Sehingga, untuk menjaga pertumbuhan, tumbuhan harus mengatur tekanan turgor dan menghindari keracunan garam melalui penyesuaian osmotik dan atau komparmentasi ion.
Mekanisme Molekuler yang terlibat dalam Toleransi Stress Osmotik
                Pemaparan terhadap stress menghasilkan ‘aktivasi’ pengaturan spesifik, struktur dan protein enzimatis, dan/atau osmolites, dan/atau effector dan signal transduction element yang membantu tumbuhan mengatasi tekanan osmosis dan stress garam.  Beberapa mekanisme molekuler dan biochemical yang terlibat dalam toleransi terhadap garam dan kekeringan telah dimunculkan dalam dekade terakhir (Cushman dan Bohnert, 2000; Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki, 2000; Bartels, 2001; Knight dan Knight, 2001; Wang et al., 2001; Zhu, 2001).  Hal tersebut akan dijelaskan dibawah ini.
                Studi terakhir tentang penerimaan signal stress dan pemindahan menyatakan bahwa keberadaan beberapa signal pada stress osmotik, baik melalui jalur yang tergantung pada ABA (ABA-dependent) atau jalur ABA-independen.  Isolasi dan over ekspressi dari faktor transkripsi seperti CBF dan DREB secara signifikan memberikan toleransi terhadap stress kekeringan dan suhu dingin pada tumbuhan trangenik (Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki, 2000).  Sebagai tambahan terhadap gen pengatur tersebut, fungsi yang berhubungan dengan gen yang diinduksi oleh stress dan proteinnya (e.g., LEA, dehydrins, COR, DSPs) mungkin secara langsung terlibat dalam pertahanan seluler, struktural, dan komponen fungsional (Bartels, 2001).  Dan juga telah diusulkan bahwa kelompok protein ini mungkin dapat berfungsi sebagai zat pelarut, dengan detergen dan/atau sifat pengawal, atau dapat juga bersifat menstabilkan membrane terhadap stress air dan garam.  Mekanisme proteksi osmosis memungkinkan penyesuaian osmotik dan proteksi protein atau membran dengan produksi berlebih zat terlarut compatible seperti prolin, betaine, mannitol, dan trehalose, dan akumulasinya dalam sel yang terpapar stress.  Fungsi bebrapa zat terlarut (solut) compatible ini terhadap toleransi stress osmosis telah didemonstrasikan dalam bebrapa kasus (Mc Neil et al., 1999).  Air dan pergerakan ion dikendalikan oleh bebrapa kelompok protein termasuk protein saluran air dan transport ion, yang merupakan hal yang penting dalam penyesuaian status air dalam sel dan menjaga homoestasis selama stress osmosis dan stress salinitas termasuk ekspresi berlebih dari Na+/H+ dalam vakuola antiporter (Aspe et al., 1999).  Stress osmosis juga dapat diikuti oleh pembentukan intermediate oksigen reaktif yang bersifat racun pada membrane atau struktur yang berhubungan dengan membrane dan makro molekul, sehingga system anti oksidan pada tumbuhan dapat berfungsin sebagai pemangsa radikal bebas, menghilangkan stress.  Akhir-akhir ini, perhatian khusus juga diberikan pada molekul pendamping – yang mencakup protein yang tahan panas yang berfungsi mencegah kerusakan protein dan membantu menggulung protein yang rusak akibat stress (Boston et al., 1996; Sun et al., 2001).

Kemungkinan peran Protein pendamping tahan panas pada toleransi stress abiotik (BspA)
BspA (Boiling stable Protein in Abiotic Stress Tolerance) pertama sekali ditemukan dalam studi kami sebagai protein baru 66-kDa yang stabil panas yang terakumulasi pada tumbuhan aspen (Populus tremula L.) dalam renspon terhadap stress air, temperature dingin dan applikasi ABA..  Tingkat ekspresi BspA secara positif berkorelasi dengan tingkat  ketahanan  stress dari genotip yang berbeda (Pelah et al., 1995).  Menggunakan anti BspA anti bodi, sebuah cDNA diisolasi dari ekspresi dan diurutkan (sequence).  cDNA yang diisolasi terdapat sebagai protein 12.4 KDa yang baru dan bersifat hydrophilic yang berbeda dengan protein 66-kDa dan diberi nama SP-1.  SP-1 yang ditemukan ditemukan dalam tuimbuhan dengan beberapa ukuran, keduanya dengan 12.4 kDA dan bebrapa protein yang berhubungan dengan massa molekul yang lebih besar yang dikodekan sebagai sp-1 (lihat dibawah).  Analisa Northern blot menunjukkan bahwa sp 1 menunjukkan mRNA kecil (kira-kira 0.6 kb), yang membentuk ekspresi pada tumbuhan aspen akan tetapi akumulasinya distimulasi utamanya oleh stress air, stress garam, stress osmosis, dan stress dingin.  Perbandingan pola digesti protease, analisis asam amino, dan N-terminal sequence dari species besar dan kecil SP-1 menunjukkan bahwa SP-1 adalah protein homo-oligomeric (Wang et al., 2002a).  Analisa filtrasi gel kromatografi mengindikasikan bahwa SP-1 terdapat dalam tumbuhan aspen sebagai kompleks yang terdiri dari 14 12 kDa subunit.  Sebuah rekombinan protein SP-1 yang diekspresikan pada Escherichia coli, dan juga yang ditemukan dalam bentuk kompleks
Gambar 1,  Aspek kekeringan dan stress salinitas.A, RT-PCR analisis dari control stress (150 mM NaCl, 4 h). B, SDS-PAGE analisis dari total protein tahan panas (kiri) dan rekombinan protein  SP-1
Senyawa komplek SP-1 resisten terhadap SDS, guanidine, dan denaturasi preteinase, dan secara keseluruhan dipecah menjadi SDS : SP-1 (dengan perbandingan molar) lebih tinggi dari 600:1 pada suhu lebih dari 90oC.  Resistensi yang tinggi dari oligomer SP-1 terhadap panas, SDS, dan protease menunjukkan adanya interaksi unik yang kuat pada oligomer.  Studi in vitro pengaruh SP-1 terhadap pencegahan pembentukan sitrat dan aktivitas peroksidase pada lobak yang dinon aktifkan akibat panas telah menunjukkan bahwa SP-1 berfungsi sebagai penstabilisasi enzim.  Berdasarkan data tersebut, kami mengajukan bahwa SP-1 menggabungkan beberapa karakteristik protein tipe LEA pada satu sisi, dan Hsp pada sisi lain, dan memiliki struktur homo-oligomeric yang unik sebagai hasil dari penggabungan beberapa subunit protein berukuran 12.4-kDa (Wang et al.,  2002a, b: unpublished  result).  Analisis kromatografi filtrasi gel mengindikasikan bahwa SP-1 ada dalam tumbuhan aspen sebagai suatu kompleks   ……sudah nggak konsentrasi

Forest Tree Biotechnology

                Hutan sangat penting dalam ekonomi dunia dan untuk menjaga dan merawat ekosistem kita.  Kebutuhan global akan produk kayu (khususnya kertas, pulp, dan energy) akan semakin meningkat pada masa yang akan datang.  Untuk menurunkan tekanan terhadap hutan yang ada, sebuah usaha global sangat dibutuhkan untuk memasukkan pohon dalam era pemuliaan tumbuhan modern.  Hutan tanaman Industridengan produktivitas yang semakin tinggi menjadi sumber utama produk-produk kayu.  Maka, program percepatan pemuliaan pohon yang dikombinasikan dengan teknik pemuliaan traditional dan modern yang canggih, yang sejalan dengan perbanyakan dengan skala besar dari klon-klon superior dengan efisien dan murah adalh kunci utama untuk program reforestasi dan managemen hutan komersil yang berhasil.   Saat ini, sebagian besar hanya didasarkan pada mengelola sumber genetic yang tersedia, yang termasuk dalam pemilihan klon superior dari hutan yang ada, konservasi dari keragaman genetik






No comments:

Post a Comment