Wednesday, August 7, 2013

WOUNDING RELATED COMPOUND



SENYAWA YANG BERHUBUNGAN DENGAN LUKA (WOUNDING RELATED COMPOUND)
                Ketika cutting diambil, cutting tersebut dipotong dari pohon induk (mother plant).  Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa luka dan meskipun akar juga kadang-kadang bisa diinduksi pada batang yang utuh (intact), luka pada umumnya dibutuhkan untuk mendapatkan rooting.  Pelukaan jaringan tumbuhan menghasilkan kerusakan dari kompartemen sel (vakuola, vesikel, periksom, dan plastid) yang mengarah kepada sintesis dan/atau pelepasan enzim katabolisme (glukonase, peroksidase, phospolipase, lipoxygenase) yang ada dalam organel sel.  Enzim tersebut mendegradasi dinding sel dan membran sel.  Produk hasil pecahan dari struktur sel tersebut disebut senyawa yang berhubungan dengan luka (WRC: wounding related compound).    Senyawa tersebut diketahui terlibat dalam system proses pertahanan tumbuhan dan bersifat elicitor (untuk review lihat Lyon et al., 1995).
Gambar 7.  Pengaruh beberapa WRC terhadap pengaruh IBA pada inisiasi akar irisan batang.  Sebanyak 20 kelompok irisan batang apel dikulturkan secara triplicate selama 1 hari dalam medium yang mengandung 3.2 µM IBA dan konsentrasi yang meningkat dari WRC.  Irisan tersebut kemudian di transfer ke media bebas hormone.  Semua SE kurang dari 9% dari semua rata-rata.
                Kami menemukan bahwa WRC dan senyawa yang berhubungan dengannya memainkan peran yang penting dalam rooting (Van der Krieken et al., 1997).  Sendiri, senyawa tersebut tidak dapat menginduksi perakaran dalam irisan batang apel (hasil tidak ditunjukkan), akan tetapi mereka memacu pertumbuhan akar ketika diaplikasikan bersama dengan  kosentrasi IBA yang sub optimal (Gambar . 7).  Rooting dipacu dengan pemecahan produk yang berasal dari  membran sel (elicitor yang aktif secara lokal), jasmonic acid ( wounding/stress induced plant hormone), enzim yang mendegradasi struktur sel (selulosa, pektinase), phytoalexin (digitoxin), dan pythium atau ekstrak ragi ( secara umum dianggap sebagai pengindungsi system pertahanan tumbuhan yang kuat).  Pembentukan etilen dipicu oleh luka (Meyer et al., 1984).  Pengaruh hormon dipelajari secara lebih detil dan hasilnya dibahas dalam bagian berikutnya.
Gambar. 8.  Pengaruh nonanoic acid terhadap pengambilan dan metabolism IBA. Sebanyak 20 irisan batang diinkubasikan secara triplicate selama 24 jam pada media nonanoic atau media tanpa elicitor.  Kemudian ditransfer selama 2 jam ke media dengan  14 C-IBA dan setelahnya ke media 10 µM IBA tanpa label.  Setelah bebrapa periode, IBA dan metabolitnya diektraksi dan dianalisa dengan TLC.  IAA diperoleh dari konversi IBA.  Semua SE lebih kecil dari 8% dari seluruh rataan.  Garis tegas, adalah control tanpa nonanoin acid, garis titik-titik, dengan nonanoic acid.
                Kami juga mempelajari mode of action dari WRC.  Kemungkinan WRC meningkatkan pengambilan auksin, atau mengurangi konjugasi atau oksidasi dari auksin yang diaplikasikan.  Adalah diketahui bahwa, WRC tidak mempengaruhi pengambilan dan metabolisme 14 C-IBA (Gambar. 8).   Kami juga mempelajari pengaruh WRC terhadap sintesis dari IAA endogen.  Setelah inkubasi irisan apel selama I hari dalam medium dengan WRC, tingkat IAA endogen ditentukan dengan kromatografi gas-analisis spektrometri.  Tidak terdapat pengaruh terhadap tingkat IAA endogen yang diamati (data tidak ditunjukkan).  Penjelasan lain terhadap aksi dari WRC adalah mereka memacu kompetensi dari jaringan untuk merespon terhadap hormone tumbuhan.  Penjelasan ini sepertinya dapat diterima, karena kami juga mengamati bahwa, applikasi berlanjut dari WRC dan auksin menghasilkan respon akar yang lebih tinggi daripada aplikasi yang simultan (data tidak ditunjukkan).  Sehingga, disarankan bahwa WRC memainkan peran yang utama dalam fase dedifferensiasi.
                Luka juga menginduksi stress.  Oleh karena itu senyawa yang berhubungan dengan stress diuji, viz., elicitor sistemik (aplikasi lokal dari elicitor ini memicu reaksi pertahanan dalam seluruh tumbuhan; mis; salicylic acid), metabolit sekunder (berhubungan pada stress, mis; shikimate, coumaric acid), radikal bebas (stress oksidatif dapat diinduksi dengan mis, paraquat), scavengers (pengurangan stress; vitamin C, vitamin E, senyawa fenol), dan brassinosteroids (mereka terlibat dalam pertumbuhan dan juga terlibat dalam respon stress).  Dengan pengecualian beberapa senyawa fenol, semuanya tidak memiliki efek penghambatan terhadap perakaran irisan batang apel.
                Senyawa fenol telah berulang kali dinyatakan terlibat dalam pertumbuhan tumbuhan, tetapi belum terbukti melalui eksperimen (Milborrow, 1984).  Beberapa peneliti telah mengamati apakah senyawa fenolik endogen berhubungan dengan kemampuan  perakaran.  Korelasi demikian telah ditemukan (Ueda, 1989; Curir et al., 1990).  Juga telah sering dilaporkan bahwa aplikasi senyawa fenol memacu perakaran; akan tetapi; kebanyakan studi tersebut kurang komprehensif.  Sebagai contoh, biasanya hanya satu konsentrasi dari senyawa yang diuji coba (e.g., James dan Thurbon, 1981; Kling dan Meyer, 1983).
                Kami mempelajari pengaruh dari beberapa senyawa fenolik terhadap rooting irisan batang apel pada konsentrasi yang lebar.  Dalam eksperimen kami, ferulik acid (FA) merupakan senyawa fenolic yang paling aktif yang telah diuji.  Senyawa tersebut memacu rooting dengan kehadiran IAA dan hanya sedikit mempengaruhi dalam kondisi NAA ada (Gambar.  9).  Hal ini menunjukkan bahwa  FA mungkin dapat berfungsi sebagai penghambat oksidasi (IAA dapat dioksidasi tetapi NAA tidak).  Sesungguhnya, FA secara keseluruhan melindungi IAA dari oksidasi.  Hal ini perlu dicatat bahwa FA melindungi oksidasi IAA dalam keadaan adanya jaringan tumbuhan dalam keadaan gelap, dan juga foto oksidasi pada kondisi tanpa jaringan tumbuhan (data tidak ditunjukkan).  Oleh karena itu FA bertindak sebagai anti oksidan yang kuat.  Akan tetapi, aksi dari FA tidak hanya sebagai pelindung auksin dari oksidasi.  Jika demikian, FA seharusnya menggeser kurva dosis-respon IAA ke kiri, tetapi tetap mempertahankan bentuk dari kurva tidak berubah.  Kami menemukan, bahwa dengan senyawa fenol yang lain (e.g., phloroglucinol; Gambar. 10) FA memperlebar kurva respond dan dosis.
Gambar.  9.  Pengaruh ferulic acid terhadap perakaran irisan batang apel.  Dalam medium, konsentrasi sub optimal dari IAA atau NAA dan peningkatan konsentrasi IAA dan NAA dan peningkatan konsentrasi ferulic acid.  Perlu dicatat bahwa IAA dapat dioksidasikan tetapi NAA tidak.  Setelah 120 jam dikulturkan dalam gelap pada media dengan auksin dan ferulic acid, irisan tersebut dipindahkan ke  tempat terang dan media tanpa hormon.
                Phloroglucinol bahkan memacu perakaran pada konsentrasi auksin supra optimal (pada 100 µM IAA; lihat Gambar 10).  Lebih jauh, phloroglucinol dan FA tidak beraksi pada Hari 2-4 tetapi lebih awal, pada hari 1-2 (data tidak ditunjukkan).  Kami mengemukakan bahwa senyawa fenolik bertindak sebagai anti oksidan, dengan demikian melindungi IAA dari  oksidasi dan terhadap stress oksidataif pada jaringan  tumbuhan yang diakibatkan oleh luka.
Gambar. 10.  Pengaruh dari 300 µM phloroglucinol (PG) terhadap rooting irisan batang apel pada konsentrasi IAA yang meningkat.  Catatan bahwa PG juga merangsang akar pada konsentrasi IAA yang suboptimal.  Setelah 120 jam dikulturkan dalam gelap, irisan tersebut dipindahkan ke tempat terang dan pada media tanpa hormon.

No comments:

Post a Comment